Mengapa Harga Bek Tengah Modern Semakin Melambung?

Duet Nesta-Maldini akan selalu dikenang sebagai salah satu duet bek tengah terbaik di dunia. Keduanya bermain dengan kepala dingin, membuat lawan semakin sulit masuk ke daerah berbahaya. Sebuah kombinasi ide yang bakal cocok untuk klub mana saja.

Namun, seiring perkembangan zaman, bek-bek tradisional berkualitas seperti Alessandro Nesta dan Paolo Maldini tak lagi banyak diminati. Tuntutan untuk bek modern semakin tinggi. Maka, seperti prinsip supply dan demand, harga barang akan naik ketika stok terbatas, namun banyak yang menginginkan.

Maafkan saya apabila menyamakan manusia seperti barang. Namun, memang begitu adanya, ketika pemain sepak bola sudah seperti komoditi. Yang terbaik akan selalu diburu.

Franz Beckenbauer dan kontrol ruang

Jika memutar waktu ke belakang, pembaca pasti akan mendapati nama Franz Beckenbauer sebagai pionir bek modern. Sang Kaisar mempunyai prinsip bahwa bek tengah tak hanya berkaitan dengan menghentikan lawan supaya tidak masuk ke daerah berbahaya.

Sebagai seorang libero, seorang bek harus mampu membaca ide yang digelar lawan untuk menyerang. Ia akan mengamankan lini pertahanan, berani bergerak maju untuk memecah blok lawan di lapangan tengah, atau menjadi pemain tambahan di beberapa lokasi untuk kebutuhan overload lawan.

Bahkan, tak jarang seorang libero akan melepaskan umpan kunci, menciptakan peluang, hingga mencetak gol. Konsep bek modern seperti inilah yang semakin diminati. Mengapa?

Jawabannya adalah kontrol ruang. Bek tengah modern diharapkan mampu terlibat lebih aktif dalam fase transisi menyerang. Lantaran sepak bola adalah soal kontrol ruang, maka, secara sederhana, sebuah tim yang mempunyai lebih banyak pemain di tengah atau depan akan lebih mampu menguasai alur pertandingan.

Tahukah pembaca, memasukkan banyak pemain di kotak penalti lawan dengan tempo yang tepat dan struktur yang terjaga adalah pekerjaan yang tidak mudah? Ide “mempunyai banyak pemain” di satu fase pertandingan adalah sebuah kemewahan yang selalu terus dicari.

Oleh sebab itu, demi kontrol ruang yang lebih baik, pelatih-pelatih seperti Pep Guardiola, Jurgen Klopp, Max Allegri, bahkan hingga Arsene Wenger selalu memastikan bek tengah yang mereka incar memenuhi kriteria bek modern di atas.

Guardiola tengah banyak dicibir setelah ia berusaha memboyong bek tengah pilihan ke-5 milik Bayern Munchen, Holger Badstuber dengan status pinjaman. Maklum, Badstuber lebih banyak menghabiskan waktu di ruang perawatan. Namun, Guardiola tetap berusaha mendatangkan bek asal Jerman tersebut.

Badstuber memenuhi kriteria sebagai bek modern. Mengapa Guardiola tidak mencoba mendatangkan rekan Badstuber di Bayern, Jerome Boateng? Sederhana jawabannya, karena Boateng dibanderol lebih mahal. Mantan pemain Manchester City tersebut merupakan bek modern dengan spesifikasi kemampuan yang membuatnya istimewa.

Boateng punya kemampuan menemukan kawan di daerah pertahanan lawan dalam sekejap. Ia punya kemampuan yang disebut sebagai laser pass. Isidorus Rio menyebutnya seperti quearterback (QB) dalam American Football. Profil Jerome Boateng bisa Anda baca di sini.

BACA JUGA:  Tentang Leo yang Lain, Leonardo Bonucci

Saudara dari Kevin-Prince Boateng ini mempunyai kemampuan menemukan celah di antara blokade lawan di lapangan tengah. Umpannya yang rendah, dan meluncur deras ini akan ditujukan kepada striker atau kawan yang mempunyai ruang di pertahanan lawan. Lagi-lagi, ini soal kontrol ruang ditambah menyerang dengan seefisien mungkin.

“Setelah merebut bola dari lawan atau menerima umpan dari kawan, saya selalu berusaha mencari posisi striker di depan. Ia adalah pemain paling depan, dan jika saya bisa memberikan bola kepadanya, ruang akan terbuka dan kami bisa memulai serangan balik,” ungkap Boateng kepada The Player’s Tribun.

Serangan balik bisa dilakukan jika setidaknya memenuhi dua kriteria, yaitu punya pemain di lini pertahanan lawan atau punya ruang untuk dituju. Serangan balik bisa diinisiasi oleh satu pemain. Betul, tapi si pemain tetap membutuhkan ruang untuk berakselerasi. Di sinilah tergambar kontrol ruang menjadi kunci untuk banyak fase sepak bola.

Lain Guardiola, lain Allegri. Pelatih Juventus tersebut cukup beruntung sudah mempunyai materi-materi terbaik di dalam timnya. Terutama kita berbicara komposisi bek tengah, di mana Juventus punya sosok Leonardo Bonucci.

Bek asal Italia tersebut melengkapi trio Italiano pengawal lini terakhir Si Nyonya Tua. Juve, secara luar biasa mempunyai trio Bonucci, Barzagli, dan Chiellini. Andrea Barzagli atau Giorgio Chilellini mungkin bek tengah dengan kemampuan bertahan yang lebih kompeten ketimbang Bonucci. Namun, Bonucci adalah kepingan yang harus ada.

Pemain kelahiran Viterbo, Italia, tersebut mampu menghadirkan aspek yang berbeda dalam build-up Juventus. Terkadang, umpannya yang tidak terduga kepada kawan di pertahanan lawan berbuah menjadi peluang. Jika Boateng masyhur dengan umpan mendatar dan deras, Bonucci punya kemampuan bola atas yang begitu akurat.

Saking akuratnya, kemampuan Bonucci disetarakan dengan para deep-lying playmaker semacam Andrea Pirlo. Sebuah kemampuan yang membuat dirinya dibanderol di atas 40 juta poundsterling.

Masih ingat ketika Bonucci memberikan asis ajaib kepada Emanuele Giaccherini ketika Italia berhadapan dengan Belgia di ajang Euro 2016? Itulah gambaran luar biasa dari bek tengah modern yang harganya semakin mahal.

Lain Guardiola, lain Allegri, lain pula Wenger. Pelatih Arsenal tersebut mulai menyadari bahwa mempunyai bek modern adalah salah satu bekal berkompetisi. Ia mengubah Laurent Koscielny menjadi lebih tenang dengan bola. Keberadaan Per Mertesacker punya pengaruh yang besar pada perkembangan Koscielny.

Pun dengan pembelian Shkodran Mustafi dari Valencia musim panas yang lalu. Terbukti, bek asal Jerman tersebut menjadi pilihan utama ketimbang Gabriel Paulista. Mustafi menjadi kanal serangan Arsenal di lini awal. Kombinasinya dengan Koscielny merupakan perpaduan bek tradisional yang tak ragu berjibaku, namun juga tak canggung dengan penguasaan bola.

BACA JUGA:  Suporter Sepakbola Adalah Budak Cinta

Bek tengah 2.0

Anda boleh menyebut mereka generasi milenial. Anak-anak muda ini yang akan mewarnai lini belakang klub-klub besar di Eropa.

Guardiola dengan yakin mendatangkan John Stones dari Everton. Keputusan ini cukup sering menjadi bahan kritikan. Selain harganya yang dirasa terlalu mahal, performa Stones juga belum konsisten. Tak jarang, bek muda Inggris ini melakukan blunder atau kurang jeli dalam memilih sasaran umpan.

Stones langsung mendapatkan kritikan dari mantan pesepak bola generasi tradisional. Chris Sutton, lewat BT Sport, menyebut gaya bermain Stones terlalu mudah ditebak. “Jika ia tak pernah menendang bola jauh-jauh, maka striker lawan tahu ia akan melakukan semacam trik,” tegasnya.

Mungkin Sutton tak melihat dengan jelas bahwa supaya bek modern ini menemukan permainan terbaiknya, sebuah tim harus bagus secara struktur. Inilah yang membuat Guardiola tetap menaruh kepercayaan kepada Stones. Manchester City sendiri belum maksimal dalam kontrol ruang. Setidaknya belum mencapai “tim Guardiola” di Barcelona dan Bayern Munchen.

Di Juventus, Allegri menyiapkan Daniele Rugani untuk meneruskan tongkat estafet dari salah satu trio ajaibnya di lini pertahanan. Pada musim 2014/2015, Rugani menyelesaikan kompetisi bersama Empoli tanpa menerima satu kartu kuning atau merah. Aspek agresif ini masih perlu diasah, kata Allegri.

Italia sendiri masih mempunyai Alessio Romagnoli, bek muda AC Milan. Romagnoli mendapat banyak pujian setelah ia bermain cukup baik dan mampu memadukan semangat bertarung ala bek tradisonal dengan kemampuan berpikir cepat seperti yang dibutuhkan bek modern.

Sementara di Jerman, nama Jonathan Tah menjadi generasi bek tengah modern selanjutnya. Ia, yang masih berusia 20 tahun, disebut akan menjadi penerus Mats Hummels dan Jerome Boateng mengawal lini belakang tim Panser. Di Semenanjung Iberia, Aymeric Laporter (22 tahun) menjadi komoditi panas.

Jauh di London, Wenger pun sudah menyiapkan pemuda-pemuda yang punya kemampuan bek modern. Nama Rob Holding sudah sering menghiasi skuat untuk sebuah pertandingan, meski menit bermainnya masih cukup terbatas. Duet Koscielny dan Mustafi memang tak mudah untuk dipisahkan.

Selain Holding, Wenger masih terus memupuk dan merawat bakat Krystian Bielik. Nama yang satu ini masih jarang terdengar, kecuali pembaca adalah fans Arsenal. Bielik, pemain muda dari Polandia ini mempunyai kemampuan yang cukup untuk disebut bek modern.

Posisi asli Bielik adalah gelandang bertahan dengan kemampuan umpan yang baik. Oleh sebab itu, menjadi terang kemudian jika Bielik mempunyai kemampuan build-up.

Para bek tengah inilah yang akan menjadi bek tengah 2.0, generasi baru yang dibanderol mahal karena kemampuan istimewanya. Saat ini, seorang bek tengah harus mampu disiplin selayaknya seorang bek, mampu bergerak seperti striker, dan mengumpan sebaik gelandang.

Karena sepak bola, untuk kadar tertentu, adalah soal kontrol ruang.

Komentar
Koki @arsenalskitchen.