Tanda pagar #SaveOurPSIM seringkali menghiasi platform media sosial dalam beberapa tahun terakhir, khususnya di masa peralihan musim kompetisi. Salah satu penyebab munculnya tanda pagar itu adalah tidak jelasnya persiapan PSIM setiap kali menyongsong musim baru. Tak terkecuali di musim 2019 kemarin. Sampai bulan Februari, semuanya terasa gelap walau rumor bahwa Laskar Mataram kedatangan investor baru terus mengemuka.
Namun secara tiba-tiba di bulan Maret, PSIM mengumumkan bahwa ada delapan penggawa baru di musim sebelumnya yang dipertahankan. Mereka adalah Edo Pratama, Fandy Edy, Hendri Setiadi, Ivan Febrianto, Pratama Gilang, Raymond Tauntu, Supriyadi Eeng, dan Yoga Pratama.
Jelang berakhinya bulan ketiga dalam kalender Masehi tersebut, pialang saham bernama Bambang Susanto resmi diperkenalkan sebagai investor sekaligus Chief Executive Officer (CEO) anyar baru PSIM. Setelah perkenalan tersebut, tanda-tanda persiapan Laskar Mataram guna tampil di Liga 2 2019 mulai kelihatan nyata.
Tepat satu hari usai pengumuman, PSIM mengumumkan Vladimir Vujovic menjadi pelatih baru mereka. Menariknya, sosok yang akrab disapa Vlado baru saja dilepas oleh Bogor FC. Kesebelasan promosi di Liga 2 yang disebut-sebut sebagai tim bertabur bintang.
Isu yang berkembang dan menjadi konsumsi khalayak bahwa gerbong Bogor FC akan hijrah ke Yogyakarta semakin santer terdengar. Apalagi CEO Bogor FC, Effendi Syahputra, juga mengumumkan pengunduran dirinya beberapa saat usai Vujovic dilantik sebagai nakhoda PSIM. Banyak yang menduga Effendi akan mendarat di Yogyakarta.
Awal April, pemain naturalisasi Raphael Maitimo resmi diperkenalkan sebagai pemain kesembilan Laskar Mataram. Sepekan berselang, giliran Hendika Arga, mantan kapten PSIM, yang (lagi-lagi) dibajak dari Bogor FC.
Benar saja, kembalinya Arga ke Kota Gudeg punya buntut panjang. Sejumlah rekannya di Bogor FC yaitu Agung Pribadi, Gusti Rustiawan, Heri Susilo, Reza Saputra dan Rudiyana juga meresmikan kepindahannya ke PSIM. Tak sampai di situ karena Effendi, seperti yang telah diperkirakan sebelumnya. didapuk manajemen Laskar Mataram sebagai manajer tim yang baru.
Pasca-pengumuman itu, PSIM melanjutkan persiapannya dengan mengadakan pemusatan latihan di Bogor. Kenyataan ini melambungkan rumor bahwa manajemen PSIM telah melakukan proses merger dengan manajemen Bogor FC. Namun pihak manajemen membantah keras isu tersebut.
Kendati demikian, eksodus pemain dari klub berlogo rusa terus berlanjut. Ade Suhendra, Aditya Putra Dewa, Dwi Raffi Angga, Hisyam Tolle, Ngurah Nanak, Redi Rusmawan, Rosi Noprihanis da Tedi Berlian boyongan ke Stadion Mandala Krida. Terakhir, giliran pemain terbaik Liga 2 musim 2018, Ichsan Pratama, yang memastikan diri bergabung dengan PSIM.
Proses pembajakan penggawa Bogor FC sempat bikin dada suporter PSIM gelisah. Mereka enggan melihat sejarah timnya dinodai proses merger, lebih-lebih jika tim berganti nama dan pindah kandang.
Beruntung, manajemen PSIM menyangkal semua rumor yang ada. Mereka tetap berkandang di Yogyakarta, tidak melakukan merger dan menjaga eksistensi PSIM sebagai salah satu kesebelasan ikonik di Indonesia. Komitmen manajemen sungguh jelas yakni membawa Laskar Mataram tumbuh dan berkembang sebagai kesebelasan tangguh di dalam lapangan dan profesional di luar lapangan.
Begitu armada tim semakin siap, PSIM melakoni sejumlah uji tanding. Baik dilaksanakan di Yogyakarta maupun luar daerah. Alih-alih memainkan bola dari kaki ke kaki seperti dahulu, PSIM besutan Vujovic cenderung lebih pragmatis. Hal ini membuat suporter melontarkan kritik pedas sebab mereka punya ekspektasi tinggi perihal kemampuan tim. Apalagi kubu manajemen terus melempar asa bahwa promosi ke Liga 1 adalah target tim.
Mengawali kompetisi dengan melawat ke kandang Persiba Balikpapan, PSIM mampu meraih hasil sempurna setelah unggul 1-0. Sayangnya, di laga kedua mereka keok dari Mitra Kutai Kartanegara dengan kedudukan 0-1.
Usai melakoni sepasang partai tandang, penantian fans untuk melihat aksi PSIM di kandang sendiri hadir pada laga ketiga. Sialnya, Laskar Mataram justru keok dari Persik Kediri dengan skor 1-2. Hasil minor ini memicu kekecewaan fans. Terlebih permainan Ichsan dan kolega dianggap sangat buruk.
Tanda pagar #VladoOut mulai menggema di media sosial sebagai tuntutan fans agar lelaki asal Montenegro tersebut dilengserkan dari posisinya. Apa yang dituntut fans akhirnya terpenuhi karena Vujovic memutuskan untuk mundur dari jabatannya pasca-laga versus PSBS yang berakhir dengan kemenangan. Langkah Vujovic sendiri diikuti oleh Effendi yang melepas posisi manajer tim.
Sebagai pengganti Vujovic, manajemen mengangkat Aji Santoso yang sebelumnya berpisah dengan Persela Lamongan. Sementara pos yang ditinggalkan Effendi diisi oleh David M. P. Pergantian ini membuat gejolak di kalangan fans sedikit menurun. Terlebih, Indra Sjafri juga ditunjuk oleh manajemen sebagai konsultan tim.
Rapor Aji bersama PSIM tergolong cukup baik. Laga pertama melawan Persatu diakhiri dengan hasil positif. Walau keok dari tangan Madura FC di partai berikutnya, Laskar Mataram bangkit dengan menggulung Persewar, Sulut United, dan Martapura FC. Namun nahas, ketika berjumpa Persis dalam laga bertajuk Derby Mataram, PSIM tumbang dengan skor 1-2.
Merasa belum puas dengan kekuatan timnya, jeda kompetisi dimanfaatkan Aji untuk memperkuat armada. Tak tanggung-tanggung, 11 pemain dilepas dan digantikan dengan kehadiran 8 pemain baru seperti Aldaier Makatindu, Hendra Wijaya, Mahrus Bahtiar, Nugroho Fatchur Rohman, Saldi Amiruddin, Sutanto Tan, Syaiful Indra Cahya dan Witan Sulaeman.
Akan tetapi, perombakan itu berujung nestapa. Kendati sempat menang dari Persiba, PSIM kemudian dihajar Mitra Kukar dan Persik secara beruntun. Tren negatif berlanjut ketika PSBS membekap anak asuh Aji di partai selanjutnya.
Kemenangan atas Madura FC tak membuat atmosfer di tubuh PSIM membaik. Hasil tak memuaskan kembali dikantongi saat berjumpa Persewar, Sulut United, dan Martapura FC. Catatan itu bikin masa kerja Aji disudahi lebih awal. Manajemen lantas merekrut Liestiadi dan Erwan Hendarwanto sebagai pelatih dan asisten.
Peluang PSIM untuk lolos ke babak 8 besar Liga 2 masih terbuka, apalagi mereka sukses membenamkan Persatu. Namun kekalahan dari Persis di partai terakhir membuat semuanya musnah. Mimpi naik kasta pun harus dikubur sekali lagi.
Rapor PSIM di musim 2019 kurang begitu apik meski telah mengisi skuat dengan pemain yang cukup berkualitas. Ini menjadi tamparan keras bagi manajemen dan juga suporter bahwa tim bertabur bintang tak selamanya jadi jawaban untuk segala ambisi. Terlebih, ada begitu banyak persoalan internal yang menggerogoti Laskar Mataram selama kompetisi berlangsung.
Ada begitu banyak hal yang mesti dibenahi manajemen di berbagai aspek. Secara teknis, klub ini butuh skuat yang kompetitif meski tak bertabur bintang. Sementara dari sisi non-teknis, manajemen wajib membangun kemandirian dari tata kelola tim supaya makin profesional.
Bagi saya, perjalanan pahit PSIM musim lalu yang bertepatan dengan usia ke-90 adalah pengalaman berharga dan semuanya tidak berakhir di situ. Sebaliknya, mereka sedang berada di titik mula. Pengalaman #90ldenEra sepatutnya jadi bahan evaluasi mendalam. PSIM harus tumbuh dan berkembang untuk jadi entitas yang lebih hebat dan profesional, bukan lagi kesebelasan yang berkutat dengan sejarah masa lampau.
Bagaimanapun juga, PSIM adalah magnet untuk penggemar sejatinya. Buktinya tersaji dari 109.406 pasang mata suporter yang hadir di laga kandang sepanjang musim kemarin. Di sisi lain, jenama PSIM juga makin meningkat di ranah media sosial dengan 49 ribu pengikut di Twitter, 36 ribu pelanggan kanal YouTube resmi dan 149 ribu pengikut di Instagram. Sisi positif ini kudu dimaksimalkan oleh pihak manajemen dalam membangun tim di masa yang akan datang.
Satu hal yang patut diyakini bahwa jejak langkah dan menikmati proses dengan baik tidak akan pernah menjadi sia-sia. Laskar Mataram pasti bangkit. Seperti anthem yang diciptakan oleh Andry Priyatna, Aku Yakin Dengan Kamu, PSIM.
Ayo, bangkit!