Pemanasan Sebagai Bagian Utuh dan Terpadu dari Latihan

Pemanasan bukan sekadar “memanaskan” tubuh agar pemain tidak mengalami cedera. Lebih dari itu, pemanasan merupakan bagian terpadu dari latihan yang dapat memfasilitasi pemain mengakuisisi kemampuan sepakbola yang relevan kepada taktik.

Pemanasan (dengan bola)

Untuk pemanasan, tim yang saya latih menggunakan latihan small-sided game (SSG) atau dalam istilah sepakbola Spanyol dikenal dengan sebutan rondo. Pertanyaannya, mengapa rondo?

Melalui rondo, pemain “memanaskan” tubuh secara aktif (active warm-up). Pemain bukan hanya menggunakan gerak motorik semata, tetapi sekaligus melibatkan otak untuk merespons dan memproses informasi yang diterima dalam kaitannya dengan pengambilan keputusan dan eksekusi yang juga berarti melatih kecerdasan kinestetik.

Dalam rondo, para pemain diharuskan untuk mendapatkan sudut pandang atau sudut umpan ideal agar terus dapat mendukung sirkulasi. Pemain harus berpikir cepat; ke mana, kapan, dan kepada siapa bola dilepaskan; memilih teknik eksekusi, dan lan-lain. Poin pentingnya, pemain berurusan dengan bola, ruang, rekan, dan lawan (kognitif) sejak fase pemanasan.

Johan Cruyff merangkum “keajaiban” rondo dengan singkat dan padat. “Everything that goes on in a match, except shooting, you can do in a rondo.”

Pemanasan I

Rondo 4v2

Peraturan:

  • Merah harus saling mengumpan sebanyak 12 kali tanpa keluar lapangan atau diintersep
  • Jumlah sentuhan maksimal dua kali untuk setiap pemain yang menguasai bola.
  • Pemain kuning yang sukses menggagalkan umpan, bertukar tempat pemain dengan pemain yang digagalkannya.

Mengapa 4v2?

Bentuk 4v2, secara umum, dapat digunakan sebagai media untuk pemain mengakuisisi pengetahuan terkait prinsip dasar, komunikasi, taktik, ruang, kemampuan motorik, stamina, dan lain-lain. Dalam konteks yang lebih spesifik, kami menggunakan 4v2 untuk melatih komunikasi pemain ketika berada di dalam situasi menghadapi pressing dua pemain lawan.

Dalam infografik di bawah, pemain merah memainkan umpan orang ketiga (third man-pass), yaitu umpan yang, secara langsung, membelah (melewati) pressing lawan.

Umpan orang ketiga dalam 4v2.

Selain itu, karena sesi latihan ini merupakan sesi terdekat dari uji tanding terdekat sebelumnya, latihan juga digunakan, salah satunya, untuk melatih memahami situasi yang terjadi dalam pertandingan terdekat sebelumnya.

Di dalam uji tanding terakhir, salah satu isu yang teridentifikasi adalah buruknya build-up dari kiper yang diakibatkan oleh lemahnya koneksi antara kiper (#1), kedua bek tengah (#3 dan #4), dan gelandang bertahan (#6) ketika menerima pressing dari dua (4v2) atau tiga (4v3) pemain lawan. Kelemahan serupa juga ditemui dalam progres serangan dari gelandang ke lini depan.

Masalah utamanya, para pemain kesulitan menemukan akses diagonal yang disebabkan oleh lemahnya komunikasi, pergerakan tanpa bola yang kurang dinamis, dan ritme permainan yang terlalu “datar”.

Latihan 4v2 digunakan untuk mereplikasi situasi yang serupa dari ujia tanding sebelumnya, tentunya tanpa melupakan prinsip penyederhanaan. Penyederhanaan adalah menyederhanakan struktur, intensitas, dan durasi dari pertandingan sesungguhnya.

Merah harus menaklukan pressing kuning dengan mengacu kepada peraturan pemanasan I. Pemain bebas menentukan pergerakan tanpa bola, cara mengumpan, menerima bola, dan solusi motorik lainnya. Pelatih, dalam hal ini, menyediakan informasi (prinsip-prinsip taktik) yang sekiranya berguna, menerangkan permasalahan, dan membiarkan pemain memilih solusi pemecahan.

Kenapa tidak mereplikasi situasi 4v3? Pertama, latihan ini masih termasuk dalam pemanasan pertama. Kedua, sesi latihan merupakan sesi terdekat dari pertandingan sebelumnya. Pemanasan sengaja kami rancang dengan muatan kesulitan/intensitas tugas terendah yang relevan.

Kami memilih 4v2, karena kesulitan/intensitas yang didapatkan oleh ‘4’ dalam 4v2 lebih kecil dibandingkan yang mungkin didapatkan oleh ‘4’ dalam 4v3.

“On Tuesday (dua hari setelah pertandingan), recovery is still present. But, it is active. Training must have frequent stop. In other words, it must be discontinuous and allow players time to recover.” (Xavier Tamarit, 2014).

“This day (dua hari setelah pertandingan) continues to target recovery.”
(Prof. Victor Frade, 2007).

Poin pelatihan:

Sebelum pemanasan dan di waktu rehat antarset, pemain terus diingatkan pentingnya struktur berlian dan ke-diagonal-an, posisi tubuh baik saat menerima bola, melepaskan umpan, dan mengawasi permainan. Juga tentang kesadaran ruang (pergerakan tanpa bola), komunikasi, ketenangan, dan ritme.

Dengan ketenangan, permainan ritme, dan bentuk yang tepat, pemain dapat memanipulasi lawan, yang memungkinkan mereka melewati pressing dengan cara-cara yang mengejutkan.

Menggunakan dribble melewati pressing lawan.

Pemanasan II: 8v3 (4v3+1)

Setelah menyelesaikan pemanasan I, para pemain masuk ke pemanasan II. Bentuk 4v2 dalam pemanasan I sendiri merupakan penanda latihan selanjutnya yang akan dilakukan pemain dalam pemanasan II.

Setelah melakukan pemanasan I di lapangan berbentuk bujur sangkar, pemain kembali menemui lapangan dengan bentuk yang sama. Tetapi, dalam pemanasan II, lapangan bujur sangkar tidak berdiri sendiri, melainkan berada di tengah lapangan heksagonal.

BACA JUGA:  Mengapa Kita Perlu Menghormati Diego Simeone?

Pemain diharuskan menyelesaikan tugas yang berbeda. Lapangan terluar berbentuk heksagonal diisi oleh empat pemain yang bebas bergerak di sepanjang batas garis di keenam sisi. Di tengah-tengah, sebuah lapangan bujur sangkar diisi oleh empat pemain merah, tiga pemain kuning, dan satu pemain netral (4v3+1). Bentuk 4v2 diprogres menjadi 5v3 (4v3+1).

Pemanasan II: 8v3+1.

 

Bentuk heksagonal:

Bentuk heksagonal, secara implisit, ditujukan agar keempat pemain terluar terus “sadar perkembangan” permainan di dalam bujur sangkar dengan tetap mampu mempertahankan ke-diagonal-an.

Dengan lapangan terluar berbentuk heksagonal, keempat pemain terluar, yang merupakan pemain-pemain dari lini belakang, diharapkan semakin familiar (membangun feeling) dengan para pemain di lini yang lebih depan, walaupun keempatnya tidak terlibat langsung dalam fase penguasaan bola.

Karena ketika kuning berhasil merebut bola dan mencoba mencetak gol ke gawang kecil, keempat pemain merah harus bergerak/bergeser untuk melindungi gawang. Bentuk diagonal memberikan keuntungan dengan memangkas jarak yang harus ditempuh dibandingkan lapangan berbentuk kotak.

Peraturan tim merah:

  • Empat pemain terluar memulai permainan dengan mengumpan ke dalam bujur sangkar.
  • Merah mendapatkan satu poin bila pemain di dalam bujur sangkar saling mengumpan dalam jumlah tertentu tanpa terpotong kuning atau tanpa diselingi umpan kepada empat pemain merah terluar.
  • Jumlah sentuhan bola bagi empat pemain terluar dibatasi dua sentuhan.
  • Umpan horisontal sebanyak lebih dari satu kali di antara dua pemain terdekat dari empat pemain terluar tidak diperbolehkan.

Peraturan tim kuning:

  • Tugas kuning adalah menghentikan merah menyelesaikan tugasnya dan mencetak gol ke salah satu gawang mini.
  • Kuning mendapatkan tiga poin bila mencetak gol ke gawang mini.

Tidak ada batasan jumlah sentuhan bola bagi semua pemain di dalam bujur sangkar. Pemain netral (biru) menjadi bagian dari merah ketika merah menguasai bola dan, sebaliknya, menjadi bagian dari kuning ketika kuning merebut bola dan melakukan serangan ke gawang.

Dengan peraturan permainan seperti di atas, tim menyerang (merah) berfokus kepada aspek menyerang dan transisinya. Sementara, tim bertahan (kuning) berfokus kepada aspek bertahan dan transisi menyerang cepat.

Aspek menyerang:

Pemain-pemain merah dalam latihan ini harus memerhatikan kualitas keterlibatan mereka masing-masing dalam taktik. Bagaimana kelima pemain (4+1) yang berada di dalam bujur sangkar mengambil keputusan dan melakukan eksekusi dengan teknik dan waktu yang tepat, ditunjang komunikasi yang bagus menjadi kunci kekuatan koneksi dan sirkulasi.

Komunikasi merah membuka jalur umpan ke dalam bujur sangkar.

 

Bentuk berlian, pada dasarnya, memang merupakan struktur yang ideal demi mendukung sirkulasi. Tetapi, tanpa penempatan ruang yang tepat, pemain dari tim yang menguasai bola hanya akan ikut mempermudah lawan menjalankan tugasnya.

Pemain perlu memiliki kesadaran ruang dan komunikasi untuk dapat menghindarkan dirinya memberikan efek negatif terhadap sirkulasi dan progres bola. Contoh, tanpa kesadaran ruang (dan komunikasi di antara pemain), seorang pemain malah menutup jalur umpan rekannya yang sekaligus mengurangi kualitas opsi bagi si pemegang bola.

Efek pengambilan posisi terhadap koneksi dan sirkulasi.

 

Gambar kiri di atas merupakan situasi yang terjadi bila para pemain merah tidak menyesuaikan posisi mereka setelah #9 merah menerima bola dari #5. Beberapa kemungkinan yang muncul:

  • Posisi #8 biru menutup jalur umpan #9 merah kepada #6 merah.
  • Posisi #10 merah yang statis membuat #7 kuning dengan mudah mengisolasinya. Opsi #9 merah ke #10 merah menjadi kurang logis.
  • Dengan #8 biru yang juga statis, #11 kuning mendapatkan akses yang bagus untuk sekaligus mengisolasi tiga pemain merah, yaitu #8 biru sendiri dan #8 merah yang ditempatkan di belakang bayang-bayang tubuh (cover-shadow)nya, mengakibatkan #9 merah kehilangan semua opsi.
  • Pergerakan maju #11 kuning didukung oleh #9 kuning yang bergerak mendekati punggung #8 biru. Dengan berdiri di belakang #8 biru, #9 kuning berada di sisi tak terlihat (blind-side) #8 biru.
  • Pada akhirnya, #9 merah dipaksa mengumpan bola keluar dari bujur sangkar.

Berbeda dengan gambar kiri, gambar kanan merupakan opsi-opsi yang didapatkan oleh #9 merah setelah rekan-rekannya melakukan penyesuaian posisi. Dengan kesadaran ruang yang tepat, para pemain menyediakan sebanyak mungkin jalur umpan bagi pemegang bola.

  • Nomor 8 dan #10 merah menciptakan lebar dan membuat lapangan menjadi selebar mungkin (merenggangkan compactness kuning).
  • Penempatan posisi #8 dan #10 merah membentuk pola asimetris yang sekaligus menimbulkan lebih banyak beban kerja bagi tim lawan.
  • Nomor 8 biru bergeser mendekati #10 merah dan menciptakan overload. Pergerakan #8 biru: memancing penjagaan lawan, membuka jalur umpan kepada #6 merah, dan menciptakan ruang besar untuk #8 merah.
BACA JUGA:  Heavy Metal Football ala Juergen Klopp

Selain itu, bila Anda perhatikan penempatan posisi masing-masing pemain merah di dalam bujur sangkar, terlihat okupansi ruang yang maksimal. Dikarenakan, tidak satu pun penempatan posisi pemain merah, baik horisontal maupun vertikal, saling tumpang-tindih.

Grid penempatan posisi pemain merah.

 

Pengambilan posisi para pemain merah menciptakan lima lini horizontal dan lima garis vertikal, yang mana penempatan posisi antara satu pemain dengan yang lain selalu menciptakan sudut diagonal. Tidak satu pun pemain merah berdiri dalam satu garis lurus yang sama.

Melalui komunikasi dan penempatan posisi yang tepat, pemain merah sedang membangun struktur dinamis dalam situasi yang bukan hanya superior secara jumlah (numerical-superiority), tetapi sekaligus menciptakan superioritas posisional (positional-superiority).

Berbagai superioritas yang diciptakan memudahkan tim menyerang untuk melewati ragam orientasi penjagaan dari tim bertahan. Ragam penjagaan yang dipraktikkan tim bertahan juga menjadi media berlatih bagi tim menyerang untuk belajar dan beradaptasi dengan lebih dari satu metode bertahan.

Memanipulasi penjagaan perorangan tim kuning.

 

Aspek bertahan:

Walaupun berfokus kepada tim menyerang, tetapi latihan ini juga memiliki efek akuisisi kemampuan bertahan bagi tim yang tidak menguasai bola. Seperti yang terlihat pada gambar di bawah, tiga pemain kuning segera memanfaatkan akses yang muncul diakibatkan pasifnya para pemain merah.

Melatih komunikasi dalam fase bertahan (tim kuning).

 

Nomor 7 dan #11 kuning segera menutup jalur umpan dan mengisolasi pemain-pemain merah, sementara #9 kuning dengan taktis menempatkan diri di sisi tak terlihat #8 biru. Dalam situasi kalah jumlah, kuning harus secermat mungkin mengombinasikan penjagaan man-oriented  (penjagaan berorientasi pemain) dengan option-oriented (penjagaan berorientasi opsi).

Varian penjagaan oleh tim bertahan.

 

Dalam sepakbola, salah satu orientasi awal dalam bergerak, baik tim bertahan maupun menyerang, adalah berdasarkan posisi bola. Latihan ini, secara implisit, juga melatih komunikasi antarpemain kuning (tim bertahan) dalam menerapkan penjagaan dengan menggunakan bola sebagai orientasi awal.

Ketiga pemain kuning akan bergerak/bergeser berorientasi kepada posisi bola. Dari sini, pemain kuning baru akan beradaptasi dengan dinamika permainan dan memilih mana varian penjagaan yang paling tepat. Tentu, dengan lapangan yang kecil pemain bertahan akan lebih mudah dalam melakukan koordinasi pergeseran.

Yang perlu diperhatikan, sekali lagi, adalah komunikasi di antara ketiga pemain kuning. Komunikasi yang tepat membantu tim bertahan memainkan ritme pressing, menjaga jarak antarpemain, dan memanipulasi tim merah untuk mengarahkan sirkulasi ke area tertentu (pressing trap).

Aspek transisional:

Ketika salah satu dari pemain kuning mampu merebut bola dari merah, dua kemungkinan akan terjadi. Pertama, pemegang bola melepaskan umpan ke salah satu rekannya untuk mendapatkan akses menyerang yang lebih baik. Kedua, si pemegang bola menembakkan bola ke salah satu gawang mini.

Beberapa opsi dalam transisi serang tim kuning.

 

Untuk mencegah kuning mengembangkan fase transisinya, merah harus segera menaikkan pressure kolektif sesegera mungkin dalam transisi bertahan. Pemain terdekat dapat memberikan pressure kepada pemegang bola kuning dan tetap berkonsentrasi untuk memblokir opsi-opsi lain. Keterkaitan antara hal-hal tersebut, secara implisit, merupakan bagian dari pelatihan gegenpressing.

Fase transisi bertahan (gegenpressing) tim merah.

 

Kebutuhan pemain:

Tugas pemain merah dan biru di dalam lapangan bujur sangkar lebih kompleks ketimbang pemain yang berada di luar lapangan heksagonal. Idealnya, pemain-pemain dengan tipe “pembagi bola” atau “konektor”, seperti #8, #10, atau #6, merupakan pemain yang tepat untuk memainkannya.

Di sisi lain, Anda bisa saja memainkan pemain seperti bek tengah atau penyerang untuk memerankan peran serupa, bila hal tersebut, (1) cocok dengan taktik tim atau (2) dapat menambahkan dimensi lain dalam permainan si pemain.

Penutup

Walaupun latihan dalam Pemanasan II, secara implisit, dapat digunakan untuk melatih komunikasi dan kemampuan counterpressing dalam transisi bertahan, bukan berarti pendekatan eksplisit tidak diberikan oleh pelatih.

Untuk mendukung akuisisi kemampuan, pelatih perlu menerangkan teori tentang makna penting gegenpressing, tentang pemanfaatan situasi menang jumlah yang mungkin hanya berlangsung sesaat, tentang compactness, dan tentang pemanfaatan sisi tak terlihat (blind-side).

Pendekatan yang sama juga diperlukan dalam pelatihan aspek menyerang. Pengetahuan dasar tentang struktur berlian, diagonal, penempatan posisi terkait sudut pandang dan umpan, memanipulasi lawan, memainkan ritme, dan lain-lain, bisa diberikan secara eksplisit.

Pada akhirnya, bentuk latihan di atas memiliki berbagai kemungkinan adaptasi perubahan. Jumlah pemain, durasi, peraturan, sampai ukuran lapangan dapat disesuaikan dengan kebutuhan akan intensitas atau kemampuan pemain. Selain itu, lapangan berbentuk heksagonal pun bisa Anda coba ubah menjadi lapangan berbentuk lingkaran.

Komentar