Pada tanggal 18 Juni 2021 kemarin, tanda pagar #KEBANG94AN cukup ramai mewarnai lini masa Twitter. Usut punya usut, tanda pagar itu dilambungkan Bonek dalam memperingati hari jadi klub kesayangannya, Persebaya.
Bertambahnya bilangan usia menjadi momentum paling tepat untuk melakukan refleksi bagi siapapun, tak terkecuali kesebelasan sepakbola yang sepak terjangnya di Indonesia sudah diakui. Pada tahun ini, Persebaya tepat berusia 94 tahun.
Eksistensi Bajol Ijo menjadi sebuah kabar gembira untuk Bonek dan mereka yang menggilai sepakbola nasional. Terlebih, klub yang satu ini merupakan salah satu dari tujuh kesebelasan pendiri PSSI.
Merayakan hari jadi Persebaya adalah keharusan untuk Bonek. Namun di masa pandemi seperti sekarang, tak ada konvoi yang mereka lakukan.
Humas Polrestabes Surabaya, Kombes Pol Johnny Eddison Isir, telah mengimbau masyarakat Surabaya terutama Bonek agar pesta ulang tahun klub dengan warna kebesaran hijau itu secara aman dengan memperhatikan protokol kesehatan.
Tak heran bila muncul jargon Bersama Wani Jogo Suroboyo. Ya, kendati merayakan ulang tahun Persebaya, Bonek diminta tetap menjaga keamanan dan ketertiban Kota Pahlawan.
Perayaan ulang tahun Bajol Ijo dilakukan kecil-kecilan saja di rumah, dengan cara masing-masing asal tidak mengganggu ketertiban umum.
Supaya momentum ulang tahun klub yang berdiri tahun 1927 ini tidak senyap, di beberapa ruas jalan protokol kota Surabaya, utamanya di sejumlah titik traffic light, digemakan lagu Song For Pride dan beberapa chant Persebaya lainnya sepanjang hari Jumat (18/6).
Sebagai kebanggaan masyarakat Surabaya, kiprah Persebaya di kancah sepakbola nasional dianggap begitu penting. Mereka adalah representasi arek-arek Suroboyo yang penuh semangat, ngeyel, dan pantang menyerah.
Sebagai salah satu klub yang tumbuh di era penjajahan dan menjadi alat perjuangan, konsistensi dan eksistensi Bajol Ijo hingga usianya menyentuh angka 94 merupakan gambaran nyata bahwa denyut nadi persepakbolaan di kota Surabaya sangat esensial bagi persepakbolaan nasional.
Hal ini pula yang membuat Persebaya begitu seksi untuk diperebutkan banyak pihak sehingga memunculkan dualisme beberapa tahun silam.
Beruntung, kasus tersebut selesai dengan hijrahnya pihak-pihak yang mengaku sebagai Persebaya asli setelah Bonek memamerkan perjuangan dan militansinya.
Ya, Persebaya memang tak tergantikan. Bajol Ijo selalu punya tempat di hati masyarakat Surabaya, terutama para Bonek.
Dikenal sebagai klub yang berprestasi, terbukti dengan empat gelar Perserikatan dan dua gelar Liga Indonesia, Persebaya juga piawai dalam mengorbitkan bakat-bakat muda.
Di lobi Wisma Eri Irianto, berjejer trofi yang pernah dimenangkan Bajol Ijo. Mereka adalah saksi kejayaan tim yang melambungkan nama-nama seperti I Gusti Putu Yasa, Sugiantoro, Syamsul Arifin, hingga Uston Nawawi tersebut. Di sana pula, bakat-bakat muda diasah sehingga pada masa yang akan datang dapat menjadi andalan tim utama.
Usia 94 tahun sepatutnya menjadi titik balik untuk Persebaya agar kian profesional sebagai entitas sepakbola. Bagaimana mereka menciptakan iklim yang sehat di level internal, akan menentukan langkah mereka di level eksternal.
Masih ada banyak mimpi yang wajib diwujudkan Bajol Ijo. Dari usaha menjadikan mimpi-mimpi itu nyatalah, profesionalitas mereka bisa dinilai.
Seperti lirik dalam lagu Emosi Jiwaku, “Satu kita dukung Persebaya, semangat membara, bernyanyi bersama, demi sebuah asa menjadi juara”, harus seperti itu pulalah Bajol Ijo melangkah dengan Bonek yang selalu memberi dukungan masif.
Persebaya tak pernah sendirian. Ada Bonek yang begitu setia menyertai. Jika berjuang saat dimatikan saja bisa, apalagi kalau memberi dukungan terbaik saat klub kembali eksis dan punya cita-cita hebat yang ingin diwujudkan.
Menjadi #KEBANG94AN berarti ada sejuta hal positif yang kudu diperlihatkan tim yang kini dilatih Aji Santoso itu. Maka mulai dari sekarang, mereka wajib mengupayakannya, memperjuangkannya. Tak peduli sesulit apapun rintangan yang menghadang.
Berjayalah, Persebaya. Buktikan bahwa kamu pantas menjadi #KEBANG94AN. Salam Satu Nyali, Wani!