Bukan hal yang mengejutkan kalau masyarakat Indramayu, terutama mereka yang menggemari sepakbola, amat mengenal klub-klub sepakbola nasional seperti Arema FC, Persib, Persija, dan Persebaya serta tim-tim internasional macam AC Milan, Barcelona, dan Manchester United. Malah mengagetkan jika mereka mengetahui kesebelasan lokal Indramayu yang bernama Persindra.
Walau usianya sudah setengah abad lebih, tetapi keberadaan Persindra layaknya hantu. Tercium baunya tetapi tak tampak wujudnya. Di saat tim-tim lain yang berkembang semakin profesional seiring bertambahnya usia, Persindra justru betah dengan stagnansinya.
Alhasil, popularitas Indramayu sebagai salah satu daerah di Jawa Barat dan Indonesia selalu ditopang oleh buah mangganya yang khas maupun bisnis esek-eseknya yang melegenda itu. Maka pantas bila masyarakat Indramayu yang menggilai sepakbola mencurahkan dukungannya kepada tim-tim lain.
Kalau Anda berselancar di internet dan menuliskan nama Persindra di mesin pencari, informasi terkait mereka yang bakal Anda dapatkan sangatlah minim. Teraktual, ada berita mengenai seleksi pemain yang dilakukan pihak klub pada September 2020 kemarin guna mengikuti Liga 3 seri kedua di kawasan Jawa Barat.
Saking mengecewakannya Persindra, saya meyakini bahwa pengelolaan Sekolah Sepak Bola (SSB) berikut jadwal latihan maupun bertanding mereka jauh lebih bagus ketimbang Laskar Pantura, julukan Persindra.
Secara historis dan kultur, sepakbola di Jawa Barat memang didominasi oleh tim dari Bandung. Hegemoni itu sendiri membuat klub-klub lain di tanah Sunda menjadi tenggelam. Mereka sulit eksis karena tak dikelola dengan sungguh-sungguh ataupun kurang mendapat dukungan lantaran publik cenderung mengarahkan dukungannya kepada Persib.
Padahal saya meyakini bahwa Persindra, seperti klub-klub lain di Jawa Barat, memiliki potensi untuk berbicara banyak di kancah sepakbola nasional. Teruntuk Laskar Pantura, walau tak ada jaminan pasti, setidaknya bisa mendobrak kasta kedua persepakbolaan Indonesia dan bersaing dengan rival sedaerah seperti PSKC Cimahi.
Meski Persindra lebih sering mematahkan hati, tetapi harapan masyarakat Indramayu melihat tim asli dari daerahnya melesat pasti selalu ada. Eksistensi Persindra akan menghadirkan banyak sekali dampak positif. Misalnya saja dari sisi ekonomi lantaran para pedagang makanan maupun merchandise, sampai pemilik warung kopi dan kafe, dapat memetik keuntungan dari penjualan kudapan hingga barang-barang yang dijajakan, utamanya saat Persindra berlaga.
Selain itu, keberadaan Persindra dan kontinuitas mereka mengikuti kompetisi bisa mengatrol nama Indramayu secara keseluruhan. Orang-orang takkan mengernyitkan dahi saat mendengar nama Kota Mangga ini. Persis seperti memori khalayak yang terbang ke Jakarta, Semarang, dan Surabaya kala mendengar nama Persija, PSIS, dan Persebaya. Terlebih, di era sekarang, sepakbola sudah dijadikan salah satu medium untuk mempromosikan sebuah daerah.
Laskar Pantura sudah menginjak usia 54 tahun pada 8 Oktober 2020 kemarin. Maka sudah seyogyanya tim ini berbenah untuk jadi lebih baik, paling tidak dikelola secara lebih profesional. Merekrut pemain sedari awal untuk terjun di sebuah kompetisi berdurasi panjang dan bergengsi, jauh lebih elok daripada mencomot pemain dari sana-sini guna turun di ajang antarkampung (tarkam).
Sampai kapan mau begini-begini saja? Pepatah hidup segan mati tak mau tampaknya cocok untuk menggambarkan kondisi Persindra sekarang. Sudah sepantasnya Laskar Pantura malu kepada tim-tim yang usianya lebih muda.
Presensi Persindra juga dapat menghidupkan Stadion Tridaya. Ibarat manusia, ia sudah menangis sangat lama karena memendam rindu. Pasalnya, stadion ini jarang sekali dipenuhi suporter sepakbola yang militan dalam mendukung tim kesayangannya. Kala menghadapi Persib di laga persahabatan tahun 2010 silam, stadion begitu riuh disesaki para penonton.
Kini, Tridaya makin merana sebab kondisinya jauh dari kata representatif. Janji yang sempat digaungkan Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (DPUPR) pada hari ulang tahu Indramayu yang ke-492 lalu perlu ditagih kembali. Saat itu, mereka menyebut siap menjadikan Stadion Tridaya sebagai arena yang megah dan mewah sehingga cocok untuk menggelar pertandingan level nasional, bahkan internasional.
Persindra memang kurang seksi karena tak punya nama besar di kancah sepakbola nasional. Namun melihat mereka bisa tumbuh dan berkembang jadi kesebelasan profesional adalah harapan masyarakat Indramayu di manapun berada. Menyebalkan sekali melihat tim ini justru setia dengan ketiadaannya.