Untuk saat ini, sepertinya sepakbola merupakan olahraga paling digemari di seluruh dunia, tak terkecuali di Indonesia. Bahkan fanatisme pendukung sepakbola di Indonesia sungguh luar biasa. Tak jarang aksi-aksi mereka sinobatkan dalam jajaran suporter terfanatik dan terkreatif sedunia.
Di Indonesia, Jawa timur merupakan salah satu kiblat sepakbola. Mulai dari ujung hingga ujung provinsi, setiap kota ataupun kabupaten mempunyai klub sepakbola tersendiri.
Tak jarang pula dalam satu kota atau kabupaten memiliki lebih dari dua klub. Sebut saja Malang dan Surabaya, selain mempunyai Arema dan Persebaya mereka memiliki beberapa klub lain yang berkompetisi di liga Indonesia.
Di Malang, ada saudara tua Arema yaitu Persema. Ada juga beberapa klub lain yang bermain di kasta lebih rendah, seperti Asifa FC, Persikoba, Persekam dan masih banyak lagi. Sementara itu, di Surabaya ada juga tim seperti PS Kopa.
Meskipun tim-tim tersebut tidak memiliki suporter sefanatik Arema dan Persebaya, tetapi mereka terus ikut berkompetisi, menghabiskan dana karena kegilaan terhadap sepakbola.
Beralih dari dua kota besar itu, di ujung barat Jawa Timur ada sebuah kabupaten kecil bernama Pacitan. Kabupaten yang merupakan tempat lahir mantan Presiden Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono.
Daerah kecil itu, kini semakin dikenal dengan berbagai objek wisatanya, mulai dari pantai hingga goa. Sementara itu, di bidang olahraga, Pacitan lebih terkenal bola volinya dibanding sepakbola.
Bahkan di setiap dusun di Pacitan memiliki lapangan bola voli tersendiri. Berbeda dengan lapangan sepakbola yang di wilayah administratif dengan area lebih besar pun belum tentu ada.
Tidak dapat dipungkiri, Bupati Pacitan memang lebih menggemari bola voli daripada sepak bola. Prestasi bola voli di daerah ini pun lebih menonjol dibandingkan dengan permainan si kulit bulat.
Bahkan Pacitan menyumbang pemain Timnas Indonesia di cabang bola voli. Mereka adalah Veleg Dhani Ristan di tim putra dan juga ada Novia Andriyanti di sektor putri.
Sedangkan dalam sepakbola, jangankan masuk tim nasional, pemain yang berlaga di liga profesional pun cukup jarang. Hingga saat ini, saya baru mendengar nama Yogi Eko Prabowo.
Ia merupakan jebolan Persisam U-21. Pada musim 2017-2018, Yogi bermain bersama PSIR Rembang di Liga 2. Selain itu, pesepakbola asal pacitan kurang terdengar gaungnya.
Padahal, sebenarnya, masyarakat Pacitan tak kalah gilanya terhadap sepakbola. Mulai dari anak kecil hingga orang dewasa menggilai olahraga di atas lapangan hijau ini.
Namun, mereka lebih paham tim luar kota seperti Arema, Persebaya, Persija ataupun Persib. Mereka seperti tidak menyadari bahwa tempat tinggalnya juga mempunyai sebuah kebanggaan.
Sempat saya mendengar sendiri di kalangan masyarakat Pacitan yang sama sekali tidak mengetahui Perspa ketika membicarakan sepakbola. Padahal, klub ini merupakan tim asli asal Pacitan yang sudah lahir sejak tahun 1958. Jadi sebenarnya, klub ini bukanlah nama baru dalam kancah persepakbolaan Indonesia.
Usianya bahkan lebih tua dibanding beberapa klub lain asal Jawa Timur yang lebih di kenal. Seperti Persela yang lahir pada tahun 1967 atau bahkan Arema yang lahir tahun 1987.
Kendati demikian, secara prestasi atau bahkan sekadar nama saja Perspa tidak sementereng tim-tim yang lebih muda tersebut. Meskipun begitu, tim ini juga memiliki kelompok suporter yang bernama Pacitan Mania atau Pacman.
Anggota Pacman kebanyakan juga merupakan suporter tim lain dari luar kota seperti Aremania, Bonek, Viking dan The Jak. Kemudian, mereka berbaur dan menyatu mendukung kebanggaan asal tempat lahir mereka.
Perspa sendiri sebenarnya sudah beberapa musim vakum di kompetisi. Baru kemudian mulai berkompetisi lagi pada tahun 2017, itupun hanya di Piala Soeratin U-15. Jadi yang berkompetisi cuma Perspa U-15.
Sampai suatu waktu, Perspa dipaksa bangkit oleh Asprov PSS Jatim pada musim 2018. Ancaman denda hingga sanksi tidak bisa mengikuti liga lagi melecut tim ini untuk kembali menyemarakkan kompetisi.
Perspa akhirnya berlaga di kompetisi Liga 3 Jatim musim 2018 kendati hanya dengan pemain seadanya dan akhirnya terperosok di dasar klasemen.
Walaupun kerap kali menelan kekalahan, tetapi selalu ada saja Pacman yang setia mendukung Perspa baik di laga kandang maupun tandang. Bagi suporter di Pacitan yang merindukan tim kabupatennya berlaga, sebenarnya keikutsertaan Perspa dalam kompetisi secara rutin sudah merupakan kepuasan tersendiri.
Di fase awal, target tidak harus juara dan naik kasta. Meskipun sebenarnya kami juga menginginkan itu, tetapi kami sebagai suporter Perspa juga sadar diri dengan kondisi tim.
Pada musim 2019, Perspa kembali mengikuti kompetisi. Meskipun tetap berada di posisi paling buncit, setidaknya mereka sudah mulai mendapat poin tiga. Manisnya kemenangan sudah bisa dirasakan, bahkan di kandang lawan.
Untuk kompetisi musim 2020, Perspa juga terdaftar dalam jajaran tim yang ikut berjibaku di lapangan hijau. Namun, hingga kini liga belum bergulir akibat pandemi Corona.
Semoga saja untuk musim-musim berikutnya, Perspa tetap konsisten mengikuti kompetisi seperti tiga tahun terakhir. Tentu prestasi adalah target selanjutnya untuk menunjukkan bahwa Pacitan juga punya kebanggaan.