Jika anda tertarik membicarakan sepak bola non-mainstream, berarti anda perlu tahu sepak bola yang ada di negeri kecil seperti Armenia, yang hanya berpenduduk tak lebih dari 3,3 juta orang. Mengenai sepak bola Armenia, anda tak boleh melupakan Ararat Yerevan. Meskipun klub ini terdegradasi dari Armenia Premier League pada tahun 2009 bukan berarti Ararat klub semenjana.
Ararat telah berdiri sejak 10 Mei, 77 tahun yang lalu. Hal ini menjadikannya sebagai klub tertua Armenia. Lebih tua dari negeri yang baru memproklamasikan diri sebagai negara merdeka pada 23 Agustus 1990 itu.
Armenia dahulunya adalah bagian dari Union of Soviet Socialist Republics (USSR) atau yang lebih kita kenal sebagai Uni Soviet. Saat masih menjadi bagian dari Uni Soviet, persepakbolaan Armenia menginduk pada kompetisi yang diselenggarakan oleh pemerintah USSR. Dua kompetisi paling populer saat itu adalah Soviet Top League dan Soviet Cup.
Ararat yang ketika berdiri bernama Spartak (1940 berganti menjadi Dynamo) ini mulai berkiprah di liga kasta tertinggi Soviet pada tahun 1966. Tiga tahun setelah mereka secara resmi berganti nama menjadi Ararat Yerevan. Nama ini dipilih karena memiliki makna religius. Ararat adalah nama gunung Ararat yang berada di Yerevan. Bukan sembarang gunung, melainkan gunung yang dipercaya sebagai tempat berlabuhnya bahtera Nuh sekaligus diidentifikasi sebagai Taman Eden yang tertulis di Alkitab.
Kejayaan Ararat Yerevan
Soviet Top League sejak dimulai tahun 1936 hingga 1955 berjalan sangat sentralistik hingga meninggalnya Joseph Stalin. Pada rentang itu klub dari Moskow begitu mendominasi. Baru setelah memasuki dekade 1960-an, klub dari Ukraina dan Georgia mendobrak dominasi.
Dinamo Tbilisi, klub Georgia, dengan “Golden Boys” nya berhasil menjadi juara pada tahun 1964. Sukses Dinamo Tbilisi diikuti oleh Dynamo Kiev yang kala itu diarsiteko oleh bapak sepak bola modern, Viktor Maslov. Pada tahun 1966, Dynamo Kiev berhasil meraih sukses ganda dengan menjadi juara Soviet Top League dan Soviet Cup sekaligus.
Saat Dynamo Kiev sedang menikmati masa jayanya, Ararat masih sangat hijau dalam sepak bola Soviet. Beruntung pada masa perkembangannya, Ararat diasuh oleh Alexander Ponomarev. Ponomarev yang merupakan striker jempolan pada dekade 1940-an yang mampu mencetak lebih dari 150 gol di kompetisi Soviet bersama Torpedo Moskow. Pengalamannya itu membuatnya mampu meletakkan dasar fondasi yang kuat bagi Ararat.
Tahun 1971, berkat kepiawaiannya menangani Ararat, Ponomarev ditunjuk sebagai pelatih tim Olimpiade Uni Soviet. Dengan demikian, dia pun mesti meninggalkan Ararat. Posisinya digantikan oleh Nikolay Gebov, yang selama ini menjadi asistennya.
Gebov mengembangkan fondasi yang telah dibangun oleh Ponomarev dan mengaplikasikan pola 4-3-3. Permainan Ararat kental dengan kombinasi pola ortodoks khas tim dari Eropa Timur yang mengandalkan organisasi permainan rapi dengan mengedepankan bakat alami yang dimiliki oleh “serdadu” Ararat.
Musim 1971 dan 1972, Ararat mulai bisa menjadi penantang serius untuk meraih gelar juara liga kasta tertinggi Soviet. Tetapi, lagi-lagi Ararat harus kehilangan pelatihnya karena Gebov mengundurkan diri. Nikita Simonyan, pria kelahiran Armenia sekaligus mantan pelatih Spartak Moskow ditunjuk sebagai pelatih baru. Uniknya, selama melatih Spartak Moskow, Simonyan tak pernah sekalipun mengalahkan Ararat.
Ararat memulai musim 1973 sebagai salah satu tim besar yang dijagokan meraih gelar juara Soviet Top League karena performanya yang menawan dalam dua tahun terakhir. Di akhir musim, Ararat menjawab tantangan tersebut dengan meraih double winner. Ya, Ararat melakukan apa yang sebelumnya pernah dilakukan oleh Dynamo Kiev, juara Liga Soviet dan Piala Soviet sekaligus.
Perjalanan Ararat bak dongeng saat mereka selama satu musim liga tak pernah kalah dari tim Moskow yang selama ini merajai liga Soviet. Spartak Moskow, CSKA Moskow, Dynamo Moskow, hingga Torpedo Moskow tak satupun yang bisa menahan laju Ararat. Begitu pula dengan Dynamo Kiev dan Dinamo Tbilisi. Singkatnya Ararat tampil superior dan meraih gelar juara sejati Soviet Top League.
Sementara di Piala Soviet, pertarungan ketat Ararat dengan Dynamo Kiev mewarnai final yang digelar di stadion kebanggaan publik Soviet, stadion Luzhniki. Dynamo Kiev yang diperkuat oleh salah satu legenda terbesar Ukraina, Oleg Blokhin, mampu menekan Ararat. Penalti Viktor Kolotov membawa unggul Dynamo Kiev.
Saat pertandingan nampaknya akan berakhir dengan kemenangan wakil Ukraina, muncullah aksi ajaib dari Levon Ischtosan. Winger Ararat ini berhasil mencetak gol di menit 89. Pertandingan pun dilanjutkan babak perpanjangan waktu. Di saat inilah Ararat mendominasi permainan. Dengan dukungan penuh suporter yang tak henti-hentinya menyanyikan “Hayer, Hayer, Hayer” (bermakna orang Armenia), pemain Ararat bermain kesetanan. Hasilnya, Levon Ischtovan mencetak gol kemenangan di menit 113.
Stadion pun gegap gempita oleh antusiasme 15 ribu pendukung Ararat yang datang langsung dari Yerevan. Pengorbanan mereka yang harus menempuh jarak 3500 km dari Yerevan ke Moskow terbayar lunas. Mereka semua bersuka cita. Levon Ischtovan dinobatkan sebagai man of the match pada salah satu final paling dramatis dalam sejarah Piala Soviet.
Pesta kemenangan pun berlanjut di Yerevan. Penduduk Yerevan tumpah ruah ke jalanan. Mereka menyanyikan lagu-lagu tradisional Armenia. Patung Stalin yang berada di kota itu dicoret dengan angka 8, nomor punggung pahlawan mereka, Levon Ischtovan.
Musim berikutnya, Ararat gagal mempertahankan gelar juara dan harus mengakui keunggulan Dynamo Kiev yang saat itu ditangani oleh Valeriy Lobanovskyi. Ararat sempat kembali meraih gelar Soviet Cup pada tahun 1975 di bawah arahan Viktor Maslov. Mereka juga berhasil mencapai perempat final European Cup, yang kini kita kenal dengan Liga Champions. Langkah mereka terhenti setelah kalah agregat 1-2 dari Bayern Munchen (0-2 di Munich dan 1-0 di Yerevan).
Di akhir musim, Viktor Maslov mengundurkan diri dari dunia sepak bola. Dua tahun kemudian, dirinya meninggalkan dunia untuk selamanya. Setelah itu, Ararat tak pernah berhasil kembali menjadi juara, meskipun partisipasinya di Liga maupun Piala Soviet selalu mendapatkan perhatian.
Masa Kemunduran Ararat Yerevan
Setelah Armenia merdeka, mereka menggelar kompetisi sendiri, yakni Armenian Premier League dan Armenian Cup. Ararat sempat menjuarai Armenian Premier League pada tahun 1993 dan lima kali menjadi juara Armenian Cup di tahun 1993, 1994, 1995, 1997, dan 2008. Sayang di tahun 2009 mereka terdegradasi.
Di era setelah Uni Soviet bubar ini Ararat tak pernah benar-benar bisa menjadi klub top seperti di dekade 1970-an. Mereka lebih banyak berada di bawah bayang-bayang saudara muda mereka, Pyunik Yerevan, yang dimiliki oleh Ruben Hayrapetyan, pria keturunan Amerika-Armenia yang memiliki banyak uang.
Ararat adalah potret dinamika sepak bola sekaligus politik global yang kemudian gagal menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman. Ararat sempat mengalami sepak bola yang masih bergantung pada kepentingan politik. Era komunisme di Uni Soviet saat masih eksis menyebabkan adanya sentralitas kekuasaan dan patronase dalam politik. Keduanya berpengaruh terhadap sepak bola Uni Soviet kala itu. Dan Ararat bisa memperoleh puncak prestasi pada masa itu.
Kini, kapitalisme dan globalisasi telah berimplikasi pula pada sepak bola. Olahraga paling populer di muka bumi ini telah memasuki era industri. Situasi ini sedikit banyak telah merubah wajah sepak bola. Pada masa ini kekuatan uang tak bisa terbantahkan meskipun bukan satu-satunya faktor meraih kesuksesan.
Tetapi, dalam kasus Ararat, mereka justru tenggelam pada era industri ini. Mereka sulit mengimbangi performa Pyunik Yerevan yang baru berdiri pada tahun 1992. Klub kaya raya untuk ukuran Armenia ini telah mengoleksi 13 gelar juara Armenian Premier League, 5 Armenian Cup, dan 8 Armenian Super Cup.
Saking sulitnya Ararat untuk kembali pada kejayaan masa lalu, sampai ada ungkapan lelucon yang mengejek Ararat “kemungkinan Tuhan akan membinasakan umat manusia jauh lebih besar dibanding kemungkinan Ararat kembali ke masa kejayaannya.”
Bagaimanapun, nama Ararat Yerevan akan tetap tercatat sebagai salah satu klub penting dalam sejarah sepak bola dunia. Mereka memang tak sering menjadi juara, tetapi ketika mereka melakukannya, mereka merengkuh dua gelar sekaligus.
Ararat kini dimiliki oleh pebisnis dari berdarah Swiss, Vartan Sirmakes dan Hrach Kaprielian. Mereka sudah kembali di Liga Primer Armenia dan musim lalu berada di peringkat 4 liga. Ararat Yerevan sedang berusaha untuk menapaki kembali kejayaan mereka. Kalaupun tak pernah kembali jadi raja, setidaknya Ararat Yerevan terus eksis. Terlalu menyedihkan jika klub dengan sejarah besar seperti Ararat Yerevan terpuruk dan bahkan menghilang. Selalu ada tempat untuk romantisme dalam sepak bola.
Artikel mengenai Ararat Yerevan pernah dimuat dalam Fandomagz edisi perdana. Tulisan ini dihadirkan kembali kepada pembaca dengan perubahan seperlunya mengikuti perkembangan yang ada karena sejarah tak berhenti begitu saja.