Sejarah Trofi Piala Afrika

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), makna dari kata trofi adalah sebuah benda yang berbentuk cawan, piala, atau patung kecil yang diberikan atas keberhasilan atau kemenangan yang didapat individu atau kelompok dalam olahraga, perlombaan, atau semacamnya.

Wabilkhusus di cabang sepakbola, trofi yang didapat sebuah kesebelasan, baik klub maupun negara, biasanya berupa piala dengan bentuk, berat maupun komposisi bahan penyusun, semisal emas, perak atau kayu, yang berbeda-beda.

Dari sekian banyak trofi kompetisi sepakbola yang Anda ketahui, barangkali trofi Piala Dunia dan Piala Eropa jadi yang paling familier. Hal ini tentu tidak lepas dari prestise dan bentuknya yang khas, serta unik.

Seiring perkembangan, baik trofi Piala Dunia dan Piala Eropa pernah mengalami perubahan model. Ada dua model Piala Dunia, yaitu model Jules Rimet (1930-1970) dan model Piala Dunia FIFA (1974-sampai saat ini).

Berbeda dengan Piala Dunia, trofi Piala Eropa hingga saat ini masih menggunakan satu model. UEFA sendiri melakukan perubahan kecil. Bila dahulu Anda melihat alas berwarna hitam dan berbentuk persegi, maka Anda takkan menemukannya di trofi model yang baru.

Serupa dengan dua kompetisi tersebut, model trodi Piala Afrika juga memiliki kisah tersendiri.

Sejak digelar kali pertama pada tahun 1957, lebih tua dibanding Piala Eropa yang diselenggarakan pertama kali di tahun 1960, trofi Piala Afrika telah berganti rupa sebanyak tiga kali. Jumlah ini bahkan melebihi perubahan-perubahan yang ada pada trofi Piala Dunia, Piala Eropa, maupun Piala Amerika.

Lalu, seperti apa model dari ketiga trofi tersebut?

Trofi Abdelaziz Abdallah Salem

Dibuat dengan bahan perak, trofi yang sekilas mirip Piala Liga Primer Inggris ini dihadiahkan kepada para pemenang Piala Afrika mulai dari edisi pertama (1957) sampai edisi ke-11 (1978).

BACA JUGA:  Museum Hidup Bernama Stadion Sultan Agung

Nama trofi ini sendiri diambil dari bekas presiden Asosiasi Sepakbola Afrika (CAF) asal Mesir yang menjabat pada dari 1957 hingga 1958, tahun pertama berdirinya CAF.

Kapten tim nasional Ethiopia, Luciano Vassalo, menerima trofi sebagai juara Piala Afrika 1962

 

Mesir jadi negara pertama yang mengangkat trofi ini usai keluar sebagai kampiun di tahun 1957. Kubu The Pharaohs mengulangi pencapaian itu di tahun 1959 meski bukan dengan nama Mesir, namun Republik Kesatuan Arab.

Ghana menjadi negara yang berhak menyimpan trofi orisinal ini setelah menjadi kesebelasan pertama yang sanggup memenangi Piala Afrika sebanyak tiga kali, yakni tahun 1963, 1965, dan 1978.

Negara-negara lain yang sempat merengkuh trofi dengan model ini adalah Ethiopia, Kongo, Maroko, Sudan, dan Zaire (kini dikenal sebagai Republik Demokratik Kongo).

Trofi African Unity

Bentuk silinder dengan gambar Benua Afrika dan cincin Olimpiade (sebagai perlambang persatuan) di bagian depan merupakan ciri khas dari trofi African Unity yang diberikan kepada pemenang Piala Afrika dalam rentang tahun 1980 hingga 2000.

Trofi ini dihadiahkan oleh Dewan Olahraga Tertinggi Afrika kepada CAF jelang pagelaran Piala Afrika 1980 di Nigeria. Seperti model trofi Abdelaziz Abdallah Salem, trofi ini juga dibuat dengan bahan dasar perak.

Penggunaan trofi ini sendiri seolah memberi tuah tersendiri bagi Kamerun. Alasannya, tim berjuluk The Indomitable Lions itu sukses merebut gelar juara sebanyak tiga kali masing-masing di tahun 1984, 1988, dan 2000.

Negara-negara lain yang berhasil mengangkat tinggi-tinggi trofi mdel ini adalah Nigeria dan Mesir (dua kali), Afrika Selatan, Aljazair, Ghana, dan Pantai Gading masing-masing satu kali.

Kapten Afrika Selatan, Neil Tovey, mengangkat trofi African Unity setelah keluar sebagai juara Piala Afrika 1996 usai menggebuk Tunisia di babak final dengan skor 2-0

 

African Cup of Nations

tahun 2001 silam atau satu tahun setelah Piala Afrika 2000 dilangsungkan, pihak CAF memperkenalkan sebuah trofi anyar untuk ajang gaweannya ini. Tak seperti trofi-trofi sebelumnya, trofi kali ini berlapiskan emas.

BACA JUGA:  Giovinco yang Bersinar di Tanah Rantau

Bagian atas trofi ini menampilkan separuh bagian bumi yang berbentuk bulat, sementara badan trofi berbentuk layaknya tugu yang mengecil dan terdapat cincin di bagian tengahnya. Terakhir, alas piala ini berbentuk bulat berbahan dasar batu lazuli (semacam marmer).

Bek tim nasional Pantai Gading, Kolo Toure, menggenggam trofi African Cup of Nations seusai membawa negaranya jadi juara Piala Afrika 2015

 

Kamerun, yang secara permanen memiliki trofi African Unity setelah tiga kali juara menjadi negara pertama yang membawa pulang trofi model ini ke pangkuan Ibu Pertiwi. Samuel Eto’o cs., sukses menjadi raja Afrika selepas memenangi Piala Afrika 2002, edisi pertama di mana trofi ini digunakan.

Sementara itu, Tunisia, Zambia, Nigeria, dan Pantai Gading berhasil menggondol trofi ini masing-masing satu kali yakni tahun 2004, 2012, 2013, dan 2015.

Hingga kini, Mesir menjadi negara terbanyak mengoleksi trofi Piala Afrika dengan model ini usai merengkuh three-peat alias menjadi juara tiga kali beruntun pada 2006, 2008, dan 2010 yang lalu.

Dengan catatan tersebut, Kubu The Pharaohs pun memiliki kans untuk menyimpan secara permanen trofi ini bila suatu saat nanti pihak CAF meluncurkan trofi model terbaru untuk gelaran Piala Afrika.

Perubahan model hingga tiga kali menunjukkan bahwa CAF sangat peduli terhadap trofi yang amat dibanggakannya ini. Perubahan yang dilakukan merupakan sebuah proses di mana CAF melek terhadap perkembangan zaman.

Satu pertanyaan pun kini menyeruak, kapten kesebelasan mana yang akan mengangkat trofi ini di penghujung Piala Afrika 2017 nanti?

Komentar