Sepak Bola dalam Hidup Rivers Cuomo

Sekilas, tak nampak sama sekali wujud seorang rock star dalam penampilannya. Menilik wajah, perawakan, serta pakaian yang dikenakannya, akan lebih masuk akal jika kita menyangka bahwa Rivers Cuomo adalah seorang pekerja kantoran yang lebih banyak berkutat dengan angka dan komputer. Seorang nerd. Namun, seperti yang sudah sering terjadi, penampilan bukanlah segalanya. Tak jarang, ia menipu karena kita seringkali hanya melihat apa yang ingin kita lihat.

Rivers Cuomo adalah seorang rock star; barangkali salah satu musisi rock terbesar Amerika Serikat dalam dua dasawarsa terakhir. Hal ini bukan rahasia lagi. Bersama Weezer, band yang dibentuknya pada tahun 1992, ia bertanggungjawab atas beberapa album dan lagu rock terbaik yang dikenal generasi ini. “Buddy Holly”, “Holiday In the Sun”, ‘Hash Pipe”, dan “Beverly Hills” adalah contoh dari lagu-lagu hits milik Weezer yang berhasil mendunia.

Di balik karier gemilangnya sebagai musisi, ada satu sisi kehidupan pribadi yang tak jarang ia tunjukkan lewat karya-karyanya: sepak bola. Sebagai seorang New Yorker berdarah Italia, Cuomo dibesarkan dalam kultur sepak bola yang kental. Ayahnya, Frank Cuomo, adalah orang yang mengenalkan sepak bola (dan musik) kepadanya.

Sepak bola profesional bahkan sempat menjadi mimpi Cuomo kecil sampai akhirnya diketahui bahwa ada kelainan di kakinya yang mengingatkan kita pada Garrincha. Kaki kiri Cuomo lebih pendek 44mm dibanding kaki kanannya. Hal ini sempat membuat Cuomo kecil mengalami frustrasi, hingga akhirnya gitar dan musik heavy metal memberi arah baru bagi hidupnya.

Dalam wawancara bersama The Guardian, Cuomo menyatakan bahwa sepak bola adalah caranya meromantisasi hubungan dengan ayahnya yang secara praktis berakhir ketika ia berusia empat tahun. Kedua orang tuanya bercerai pada tahun 1974 dan sepak bola adalah hal paling diingat Cuomo dari ayahnya. Selain itu, romantisme akan New York Cosmos – di mana ia sempat menyaksikan satu pertandingan bersama ayahnya pada usianya yang ketujuh – juga menjadi salah satu pemicu kecintaannya terhadap sepak bola.

BACA JUGA:  Feminisme Sepak Bola

Karier bermusik akhirnya memaksa Cuomo untuk hijrah dari East Coast ke West Coast. Kepindahannya ke California kemudian menumbuhkan kecintaan Cuomo pada klub Los Angeles Galaxy, meski ia masih menyimpan sedikit rasa pada sebuah klub di East Coast, New England Revolution. Di Los Angeles, Cuomo sempat menjadi pemegang tiket musiman Galaxy, meski akhirnya kesibukan memaksanya untuk absen dari stadion. Tak hanya itu, ia juga menjalin pertemanan dengan salah satu legenda sepak bola Amerika, Alexi Lalas, yang juga merupakan seorang musisi rock sekaligus general manager LA Galaxy.

Selain kecintaannya kepada Galaxy, Cuomo juga dikenal sebagai suporter tim nasional (timnas) Amerika Serikat yang setia. Sejak tahun 1998, ia selalu mengikuti perjalanan timnas Amerika Serikat di Piala Dunia. Pada gelaran Piala Dunia 2002, ia membuat tur Piala Dunia bersama Weezer mengelilingi kota-kota tuan rumah di Jepang dan Korea Selatan.

Sebagai seorang musisi, Cuomo sudah menulis setidaknya dua lagu untuk timnas Amerika Serikat. Pada tahun 2006, usai tersingkirnya timnas Amerika Serikat pada fase penyisihan grup, ia menciptakan lagu berjudul “My Day Is Coming” (sebelumnya berjudul “Our Time Will Come”). Awalnya, ia diminta oleh Federasi Sepak Bola Amerika Serikat (USSF) untuk menciptakan anthem untuk timnas Amerika Serikat. Namun, sampai akhirnya timnas Amerika Serikat tersingkir, ia belum sempat menciptakan lagu yang diminta. Lagu “My Day Is Coming” ini adalah bentuk penyesalan dan kekesalannya atas kejadian tersebut.

Pada lagu “My Day Is Coming”, ia menyebut nama-nama pemain timnas yang ikut berangkat ke Jerman. Berikut ini adalah nama-nama pemain tersebut: Landon Donovan, DaMarcus Beasley, Freddy Adu, Clint Dempsey, Oguchi Onyewu, Bobby Convey, Eddie Johnson, Steve Cherundolo, Brian Ching, Carlos Bocanegra, Jimmy Conrad, dan Pat Noonan.

BACA JUGA:  Usia yang Sebatas Angka bagi Buffon

Kemudian, pada tahun 2010, Cuomo juga menciptakan satu lagu lagi yang ia beri judul “Represent”. Belajar dari pengalaman sebelumnya, kali ini ia betul-betul menyiapkan lagu tersebut sejak jauh-jauh hari. Tak seperti “My Day Is Coming” yang ia rekam secara solo, lagu “Represent” ini ia bawakan bersama Weezer. Setelah proses rekaman selama kurang lebih satu minggu, pada 11 Juni 2010, lagu ini dirilis secara gratis (selama tujuh hari) di iTunes.

Kemampuan bermusik Cuomo memang tak perlu diragukan lagi. Namun, tak banyak yang menyangka kalau ia masih cukup piawai memainkan Si Kulit Bulat. Kalau tak percaya, silakan tonton video di bawah ini:

Pada video di atas juga terdapat footage sebuah laga amal bertajuk Mia Hamm and Nomar Garciaparra Celebrity Soccer Challenge yang bertujuan untuk menggalang dana untuk rumah sakit anak-anak di Los Angeles lewat Mia Hamm Foundation. Tak sekadar turut serta, Cuomo bahkan sempat mencetak satu gol, setelah menerima asis dari Julie Foudy, eks gelandang timnas wanita Amerika Serikat. Selain Julie Foudy, tim tersebut juga diisi oleh Alexi Lalas, Landon Donovan, dan Tony Hawk. Seusai laga, kepada ESPN Cuomo mengatakan bahwa (laga) itu adalah mimpi yang menjadi kenyataan baginya.

Well, begitulah kira-kira sedikit kisah sepak bola dalam hidup Rivers Cuomo. Bersama Branden Steineckert (Real Salt Lake) dan Lars Frederiksen (San Jose Earthquakes) dari Rancid serta George Schwindt (Columbus Crew) dari Flogging Molly, ia menjadi beberapa rock star Amerika Serikat yang terang-terangan mengaku sebagai penggemar sepak bola.

Hmm, kalau di sini siapa saja ya? Bagi yang tahu, silakan isi kolom komentar di bawah ini.

BONUS VIDEO:

Komentar
Punya fetish pada gelandang bertahan, penggemar calcio, dan (mencoba untuk jadi) storyteller yang baik. Juga menggemari musik, film, dan makanan enak.