Sepakbola ala De Zerbi untuk The Seagulls

Roberto De Zerbi
Pelatih baru Brighton, Roberto De Zerbi. (skysports.com)

2022 nasib Roberto De Zerbi bak rollercoaster. Suatu malam di Donetsk, Ukraina pada akhir Februari lalu, De Zerbi mendekam di hotel dan lari bolak-balik ke bunker bawah tanah untuk berlindung dari invasi militer Rusia di Ukraina. Ia mengalami malam paling mengerikan sepanjang hidup di saat kariernya sebagai pelatih Shakhtar Donetsk berjalan lancar sebagai penantang gelar.

Hingga pekan ke-18, Shakhtar dibawanya menduduki puncak klasemen, unggul dua poin dari Dynamo Kiev sebagai juara bertahan. De Zerbi selamat dan berhasil pulang ke Italia setelah mendengar dentuman dari luar hotel selama 24 jam. Enam bulan kemudian, setelah kompetisi terhenti di Ukraina, ia ditunjuk sebagai arsitek anyar Brighton & Hove Albion yang kini menduduki urutan ke-4 klasemen sementara Premier League setelah ditinggal Graham Potter.

Manajemen The Seagulls meyakini bahwa filosofi dan ide permainan De Zerbi di lapangan akan beresonansi dengan gaya main baru skuad peninggalan Graham Potter. Sebagai pelatih Italia, De Zerbi merupakan salah satu dari sedikit pelatih dengan karakter performance-based. De Zerbi tak menyukai judi, maka ia selalu ingin punya kontrol penuh atas permainan di lapangan hijau.

Sepakbola proaktif, possession ball, dan build up dari lini paling belakang akan dibawanya menuju liga paling bergengsi di dunia. Ia memang banyak terinspirasi dari Pep Guardiola. Tak hanya sebagai inspirator, Pep secara personal juga dekat dengannya. Sebelum mengiyakan tawaran Brighton, ia dikabarkan menghubungi pelatih Manchester City tersebut untuk berkonsultasi. Pep menyambut baik kehadirannya di Inggris.

Kebijakan rekrutmen berbasis data dari The Seagulls mengidentifikasi nama De Zerbi sebagai pelatih muda yang tepat menjadi suksesor Potter. Kemampuannya meningkatkan kapasitas individu pemain telah terbukti dengan hasil kerjanya di Sassuolo maupun Shakhtar. Atribut yang juga menjadi kekuatan Potter yang pandai melihat potensi terbaik anak asuhnya. Manuel Locatelli, Domenico Berardi, dan Giacomo Raspadori dibuatnya tampil menonjol sehingga masuk dalam skuad juara Italia di Euro 2020 lalu.

BACA JUGA:  AC Milan: Perpaduan Simfoni Bernada Sumbang dan Vokalis Tanpa Karisma

Di Shakhtar, ia punya gerbong pemain Brasil untuk menjalankan idenya seperti Tete, Marcos Antonio, Maycon, dan kawan-kawan. Gaya permainan yang terinspirasi dari tiki-taka ala Guardiola, menitikberatkan pada kemampuan terbaik individu alih-alih mengandalkan sepenuhnya kolektivitas tim. Ia ingin setiap pemain dalam skuad mendapatkan kemampuan terbaik agar mampu menjalankan sistemnya di lapangan.

Dengan catatan, selama individu itu tak terlampau egois hingga mengganggu permainan tim. Ia menginstruksikan secara detail hingga memperhatikan cara pemain dalam menerima bola. Pelatih kelahiran Brescia itu ingin pemainnya lebih sering menerima bola dengan telapak kaki memanfaatkan sol sepatu agar memegang kontrol penuh segera setelah bola itu datang ke pemain.

Per data The Athletic, musim pertamanya di Sassuolo pada 2017/2018, ia merombak gaya main I Neroverdi secara total dengan possession ball. Sassuolo musim itu diubahnya menjadi tim yang mengalami peningkatan dalam aspek permainan possession paling drastis, mengalahkan Brighton-nya Potter pada 2019/2020. Pelatih 43 tahun itu juga sangat menyukai sepakbola menyerang.

Ia bahkan mengaku 80 persen kinerjanya di sesi latihan dihabiskan untuk melatih fase menyerang dibandingkan 20 persen sisanya dialokasikan untuk latihan fase bertahan. Meski dalam sesi penyerangan ia selalu menekankan unsur positioning agar kedua transisi positif-negatif dapat berjalan seimbang. Saat musim 2020/2021 bersama Sassuolo, De Zerbi membawa timnya finish di urutan ke-8 dengan catatan gol yang cukup tinggi, namun juga dengan tingkat kebobolan yang juga besar.

Sassuolo tampil dominan di atas lapangan tapi rapuh saat bertahan dengan torehan 64 gol dan 56 kali kemasukan. Catatan itu kemudian membaik saat di Shaktar. Selama separuh musim timnya menjadi yang paling produktif sekaligus punya catatan defensif terbaik kedua di liga dengan 49 kali memasukkan dan hanya 10 kali kebobolan, hanya kalah dari Dynamo Kiev dengan 9 kali kemasukan gol.

BACA JUGA:  Sadio Mane: Malaikat dari Senegal

Selain Guardiola, De Zerbi juga amat menyukai gaya ofensifnya Marcelo Bielsa atau beberapa pelatih lain dengan pendekatan yang mirip seperti Maurizio Sarri saat melatih Napoli, Luciano Spalletti ketika masih di AS Roma, dan juru taktik pro aktif lainnya.

Ide permainan yang mirip dengan Potter, karakter pemberani, dan ambisi untuk bermain dominan akan menjadi ancaman sekaligus tantangan baru bagi kontestan Premier League dan De Zerbi itu sendiri. Toh, saat memutuskan hijrah ke Ukraina, alasan terkuatnya adalah rasa haus akan tantangan baru di luar Italia. Dengan budaya yang jauh berbeda dan karakter liga yang lebih kompetitif, Premier League bisa menjadi wadah yang tepat bagi dirinya.

Jauh sebelum Sassuolo dan Shaktar, De Zerbi memulai kariernya bersama klub Serie D, Darfo Boario pada 2013. Kariernya terus meningkat di Italia dengan melatih Foggia, Palermo, dan Benevento setelahnya. Sebagai pemain, ia merupakan eks akademi AC Milan dan menghabiskan 15 tahun kariernya di Italia. Menjelang gantung sepatu, De Zerbi sempat bermain untuk klub Romania, CFR Cluj dengan status pinjaman dari Napoli.

Gaya bermainnya yang nyaman dengan bola dan ofensif barangkali terinternalisasi dari peran utamanya dulu sebagai gelandang serang. Mindset dan cara berpikirnya yang berani mungkin tak jauh berbeda dengan Potter. Tapi, apakah De Zerbi mampu mempertahankan trayek positif The Seagulls musim ini?

Komentar