Siapa yang Layak Gantikan Klopp?

Kabar itu datang begitu cepat. Pada hari Rabu (15/4), juara Bundesliga 2012, Borussia Dortmund mengumumkan penghentian kerjasama dengan pelatih Juergen Klopp pada akhir musim nanti. Publik tak menyangka sosok pelatih kharismatik ini memilih untuk mengakhiri hubungan dengan klub yang dibawanya meraih dua gelar kampiun Bundesliga.

Selama tujuh tahun terakhir, Klopp adalah Dortmund dan Dortmund adalah Klopp. Keduanya sulit dipisahkan seperti halnya bumbu kacang dengan nasi pecel. Tak hanya itu, meski prestasi Dortmund tengah terpuruk di papan tengah klasemen Bundesliga, manajemen klub kuning-hitam berulang kali menyatakan kepercayaannnya pada Klopp.

Namun, setiap pertemuan harus diikuti perpisahan, dan Klopp mencoba melakukannya dengan cara yang baik. Dalam konferensi pers pengunduran dirinya, pelatih berusia 47 tahun ini menyebut bahwa ia mengumumkan mundur karena ia ingin Dortmund bisa cepat merencanakan musim depan. Salah satunya adalah dengan mencari pelatih baru.

Klub sebesar Dortmund tentu tak ingin sembarangan mencari pelatih. Terlebih, publik berharap tim lembah Ruhr ini dapat kembali bersaing tak hanya di papan atas Bundesliga namun juga di Liga Champions. Berikut beberapa pelatih yang diberitakan masuk radar manajemen Dortmund:

1. Lucien Favre

Nama Lucien Favre sudah akrab di telinga penggemar Bundesliga. Media lokal, Allgemeinen Zeitung memberitakan bahwa Favre adalah prioritas utama Dortmund. Ia adalah sosok pelatih yang mengangkat Borussia Moenchengladbach dari kandidat degradasi menjadi penantang zona Liga Champions.

Favre dikenal sebagai penggila detail dan mampu mengeluarkan potensi terbaik pemain-pemainnya. Dengan anggaran gaji hanya sepertiga Dortmund, Favre mampu membawa Gladbach bersaing di zona Liga Champions. Gelandang timnas Jerman, Marco Reus adalah contoh bagaimana Favre mampu memaksimalkan potensi pemainnya. Di tangan Favre, Reus menjelma menjadi pemain kelas dunia sebelum memutuskan pindah ke Dortmund pada tahun 2012.

Favre juga sudah tak asing lagi soal membangun tim pasca kepergian pemain kuncinya. Dortmund dalam lima tahun terakhir selalu kehilangan satu pemain kunci tiap tahunnya. Tak asingnya Favre menghadapi kondisi ini jelas menjadi nilai tambah jika Dortmund ingin konsisten di papan atas.

Kekurangan pelatih asal Swiss ini adalah sikapnya di bursa transfer. Penulis majalah 11 Freunde, Christoph Biermann menyebut Favre sebagai seorang “drama queen”. Konon, sikap ragu-ragunya dalam perekrutan pemain sering membuat kesal direktur olahraga Gladbach, Max Eberl.

Membandingkan posisi Gladbach dan Dortmund, rasanya sulit membayangkan Favre bakal berlabuh ke Signal Iduna Park musim depan. Jika mampu membawa Gladbach tetap bercokol di zona Liga Champions, Favre akan merasakan kompetisi tertinggi Eropa ini untuk pertama kalinya. Sulit membayangkan seorang pelatih melepas peluang berlaga di Liga Champions.

BACA JUGA:  Andai Hariono Menjadi Seorang Pelatih

2. Markus Weinzierl

Pelatih Augsburg, Markus Weinzierl memang tak punya CV sementereng Favre ataupun Klopp, namun bukan berarti ia pelatih amatiran. Para hipster Bundesliga sangat mengagumi hasil kerja Weinzierl. Bagaimana tidak, Augsburg yang memiliki salah satu anggaran gaji terkecil di Bundesliga berhasil dibawanya meroket ke zona Liga Europa.

Weinzierl datang ke Augsburg saat klub ini memasuki musim keduanya di Bundesliga (sepanjang sejarah). Enam bulan pertama dilaluinya dengan terseok-seok di papan bawah, namun setelahnya, perlahan-lahan ia mengangkat derajat klub Bavaria ini.

Gaya bermain Augsburg yang agresif dan mengandalkan gegenpressing tentu membuat Weinzierl dengan mudah menjadi kandidat pelatih Dortmund. Ia tak akan kesulitan menerapkan filosofi kesukannnya karena pemain Dortmund sudah fasih memainkannya bertahun-tahun. Inilah barangkali mengapa direktur olahraga Dortmund, Michael Zorc, seperti diwartakan Bild, dikabarkan sempat mendekatinya.

Hanya saja, apakah musim depan adalah saat yang tepat bagi Weinzierl menukangi Dortmund? Well, di antara daftar pelatih Bundesliga, mantan pemain muda FC Bayern ini termasuk paling minim pengalaman. Alih-alih bermain di kompetisi Eropa, Augsburg adalah klub terbesar yang pernah ditangani Weinzierl. Sebelum datang ke SGL Arena pada 2012 pengalaman tertinggi Weinzierl hanya melatih di Divisi Tiga!

Weinzierl memang telah terbukti bisa mengubah kesebelasan kecil menjadi penantang zona Liga Europa, namun itu saja tidak cukup. Dibutuhkan pengalaman untuk menyiasati padatnya jadwal bertanding serta mengatur ego pemain bergaji tinggi. Selain itu, pelatih berusia 40 tahun ini juga baru saja memperpanjang kontraknya di Augsburg hingga 2019.

3. Thomas Tuchel

Di atas kertas, mantan pelatih Mainz, Thomas Tuchel adalah sosok ideal penerus Klopp. Selain sedang menjalani cuti usai mundur dari Mainz musim lalu, Tuchel dianggap sebagai juru taktik terbaik Jerman saat ini. Klub dengan sumberdaya minim seperti Mainz berhasil dibawanya masuk zona Liga Europa. Ditambah lagi, kesamaan latar belakang yang sama-sama memulai karir pelatih dari Mainz membuat Tuchel menjadi perbincangan hangat di berbagai media.

Kelebihan Tuchel adalah kemampuannya mengadaptasi taktiknya di tengah pertandingan. Menyukai sepak bola menyerang ala gegenpressing, Tuchel bisa dengan cepat mengubah timnya bertahan ke dalam. Saat pertama kali meroketkan Mainz di papan atas pada 2010/2011, sejumlah media Jerman menjulukinya sebagai tactical chameleon atau bunglon taktik. Kemampuan adaptasi taktik inilah yang dibutuhkan Dortmund. Klub yang berdiri pada 1909 ini sering dianggap tak memiliki rencana kedua jika permainan pressing mereka tak membuahkan hasil.

BACA JUGA:  Tembok Tebal di Lini Belakang Chelsea

Seperti sejumlah pelatih papan atas Bundesliga lainnya, Tuchel juga terbukti mampu mengorbitkan pemain muda. Pemain sayap Andre Schuerrle, gelandang Johannes Geis hingga penjaga gawang Loris Karius adalah tiga dari sederet pemain yang diorbitkan pelatih berusia 41 tahun ini. Kebetulan, sejumlah pengamat sepak bola Jerman sempat menyebut rencana musim depan Dortmund untuk kembali mengoptimalkan pemain muda.

Tak terikat kontrak, lihai menyusun taktik, serta jago memoles pemain muda membuat Tuchel menjadi favorit kuat pengganti Klopp. Terlebih lagi, dua hari sebelumnya, mantan pelatih junior Stuttgart ini menolak tawaran Hamburger SV sekaligus menampik rumor yang berkembang sejak lama. Hal inilah yang barangkali memicu media-media besar menjagokan Tuchel. Situs berita Bild bahkan menyebut pelatih kelahiran Krumbach ini telah menyepakati kontrak bernilai 20 juta euro hingga 2019.

Namun, sudah ketentuan Tuhan bahwa tak ada yang sempurna di dunia ini. Situs berita Ruhrnachrichten menyebut kepribadian Tuchel menjadikannya bukan sosok terbaik bagi Dortmund.

Bertolak belakang dengan Klopp yang dikenal kooperatif dengan manajemen klub, Tuchel cenderung kokoh pada pendiriannya. Bahkan, mantan kipernya di Mainz, Heinz Mueller menyebutnya sebagai “diktator”. Padahal, kesuksesan Dortmund menjadi raksasa Bundesliga tak lepas dari kerjasama apik antara Klopp, Zorc serta sang CEO, Hans Joachim Watzke.

Tuchel juga dianggap tak punya kharisma sekuat Klopp. Bagi para fans, Borussia Dortmund sudah menjelma menjadi sekte dengan Klopp sebagai guru spiritualnya. Bagi para pemain, Klopp tak hanya sekadar pelatih, namun ia juga sosok ayah yang tak segan pasang badan saat anak asuhnya dihujam kritik. Sulit bagi Tuchel memenangkan hati fans dan pemain jika hanya mengandalkan kecerdasan taktikal dan sikap ala diktator tersebut.

Patut untuk ditunggu siapa sosok pelatih yang akan dipilih manajemen Dortmund. Watzke sudah menyebut bahwa pelatih yang akan datang haruslah orang yang bisa berbahasa Jerman. Siapa pun itu, pekerjaan berat menanti di depan mata. Klopp sempat menyebut Dortmund sebagai “proyek sepak bola paling menarik di Eropa.”. Pelatih baru harus bisa menuntaskan proyek tersebut ketika meneruskan estafet kepelatihan dari Klopp.

Tantangan besar menanti musim depan. Siapa pun yang menjadi penerus Klopp harus bisa mengembalikan kebesaran Dortmund tak hanya di Bundesliga namun juga di antar-klub Eropa. Klub dengan tradisi dan atmosfer stadion yang demikian tersohor, tentu tak layak hanya menghuni papan tengah Bundesliga.

 

Komentar
Fans bola layar 14", karena fans layar kaca sudah terlalu mainstream.