Fanatisme Semu di Sidoarjo

Bagi masyarakat Indonesia, nama Sidoarjo tentu tidak asing. Penyebabnya apalagi kalau bukan banjir lumpur panas akibat pengeboran minyak dan gas alam yang dilakukan PT. Lapindo Brantas. Dimulai pada 2006 silam, banjir lumpur panas Lapindo masih berlangsung hingga kini. Sial bagi masyarakat yang terdampak, negara masih abai dengan nasib mereka karena sampai saat ini tak ada penyelesaian yang jelas terkait peristiwa itu.

Sidoarjo adalah sebuah kota yang terletak di sebelah selatan sekaligus salah satu penyangga utama aktivitas bisnis dan industri dari ibu kota provinsi Jawa Timur, Surabaya. Dulunya, Sidoarjo merupakan bagian dari kota Surabaya dengan nama Sidokare. Namun karena Sidokare memiliki konotasi yang kurang baik, akhirnya kota Sidokare diubah menjadi Sidoarjo.

Kini, Sidoarjo telah bertransformasi menjadi sebuah kota yang berkembang dengan beraneka potensi yang ada dimilikinya. Tak terkecuali di bidang olahraga khususnya cabang sepakbola. Hal ini dapat dilihat dengan dibangunnya Stadion Gelora Delta Sidoarjo.

Berkapasitas 35 ribu penonton, stadion ini selesai dibangun pada tahun 2000 dan diproyeksikan menjadi salah satu venue untuk ajang Pekan Olahraga Nasional (PON) XV yang diselenggarakan di Jawa Timur. Stadion ini kemudian didapuk sebagai markas oleh kesebelasan asal Sidoarjo, Delta Raya Sidoarjo (Deltras) FC.

Deltras merupakan klub kebanggaan warga Sidoarjo. Klub berjuluk The Lobster ini berdiri pada tahun 1989 dengan nama Gelora Dewata dan bermarkas di Bali. Namun cikal bakal Gelora Dewata sendiri adalah kesebelasan internal Persebaya, Putra Gelora, yang diopeni oleh pengusaha H.M. Mislan, ayah dari Vigit Waluyo. Kisah Deltras selengkapnya bisa kalian baca di sini.

Pada musim kompetisi 2001, Gelora Dewata pindah ke Sidoarjo dengan menggunakan nama Gelora Putra Delta (GPD) sebelum akhirnya berubah lagi menjadi Deltras. Nama terakhir inilah yang kemudian dipatenkan sebagai nama kesebelasan.

BACA JUGA:  Tangan-Tangan Kemenangan dalam Sepak Bola

Kepindahan ke Sidoarjo ternyata disambut baik oleh masyarakat yang kebanyakan gila sepakbola. Mereka berbondong-bondong datang ke Stadion Gelora Delta untuk menyaksikan The Lobster berlaga. Melihat sebuah klub yang berkandang di kota sendiri dan bermain di kasta teratas memang menggoda khalayak. Terlebih, tim asli Sidoarjo, Persida, tak menunjukkan eksistensi nyata di kancah sepakbola nasional. Wajar bila Deltras jadi pelampiasan masyarakat Sidoarjo akan sepakbola.

Sebelum kemunculan Deltras, masyarakat Sidoarjo lebih banyak menikmati pertandingan sepakbola di Surabaya dan mendukung Persebaya. Apalagi secara geografis, Surabaya dan Sidoarjo cuma berjarak sepelemparan batu. Ditambah lagi Green Force adalah tim tertua di provinsi seluas 47.922 kilometer persegi tersebut sekaligus klub dengan prestasi yang mentereng di level nasional.

Tak lama setelah kedatangan Deltras, tepatnya pada tanggal 16 Februari 2001, berdirilah kelompok suporter yang mengikrarkan dukungannya untuk The Lobster dan menamakan dirinya Deltamania. Masyarakat Sidoarjo yang awalnya pergi ke Surabaya untuk menikmati pertandingan sepakbola, sekarang memilih untuk memedati Stadion Gelora Delta dan mendukung Deltras.

Sayangnya, semenjak muncul pada 2001 silam, Deltras bak kesebelasan yoyo sebab kepayahan bersaing dengan nama-nama besar yang lebih dulu eksis. Perjalanan mereka diwarnai kisah turun naik divisi. Saat ini, The Lobster bahkan terjerembab di Liga 3 zona Jawa Timur.

Gara-gara hal itu pula, animo warga lokal yang dahulu tumpah ruah di Stadion Delta guna mendukung Deltras, sekarang makin menyusut. Banyak dari mereka mengalihkan perhatian kepada tim-tim lain di Jawa Timur, khususnya Arema FC dan Persebaya. Tak heran kalau masyarakat Sidoarjo dinilai punya fanatisme semu.

Sidoarjo sendiri tercatat sebagai basis terbesar kedua Bonek di Jawa Timur setelah Surabaya. Berdasarkan alasan tersebut, manajemen klub berlambang buaya dan ikan sura (hiu) itu berani mendirikan gerai resmi Persebaya di beberapa titik di kawasan Sidoarjo.

BACA JUGA:  Cavani Menghapus Geruh Nomor Punggung Tujuh

Stadion Gelora Delta kini jarang sekali memanggungkan aksi-aksi ciamik dari para penggawa Deltras. Arena megah tersebut lebih sering digunakan untuk menggelar kegiatan-kegiatan di luar sepakbola. Kalaupun ada laga sepakbola, maka yang bermain adalah kesebelasan-kesebelasan dengan status musafir semisal Bhayangkara FC, Madura United, sampai Persipura.

Kudu diakui bahwa saat ini, warna merah yang jadi identitas Deltras adalah kubu minoritas di kotanya sendiri. Ia kalah oleh warna hijau atau biru. Walau demikian, masih ada segelintir orang yang menaruh harapan bahwa suatu saat nanti, Deltras kembali bersaing di puncak piramida sepakbola Indonesia.

Mereka setia menunggu dan menggenggam janji seperti lirik dari chant yang biasa dinyanyikan Deltamania saat mendukung Deltras bertanding, “Kami akan terus bertahan, dengan janji dan kesetiaan. Sebuah harapan kami padamu, mari bangkit kebanggaanku.”

Komentar
Pemuja setan merah yang tengah mendalami taktik sepakbola. Sangat senang bila diajak berdiskusi sambil makan gorengan. Bisa dihubungi via twitter @liffahmi