Ketika pekan lalu kami berkunjung ke stadion Tridadi, Sleman, sedang ada kegiatan pelatihan baris berbaris untuk pelajar se-Kabupaten Sleman sebagai persiapan upacara bendera 17 Agustus 2015 mendatang. Ada ratusan siswa siswi yang memadati area stadion, juga lengkap dengan instruktur dari dinas pendidikan, kepolisian, maupun militer. Tak lupa ada petugas kesehatan yang bersiaga jika sewaktu-waktu ada peserta yang mengeluh kesakitan akibat terlalu capai latihan di bawah sinar terik matahari.
Stadion yang sempat dijadikan homebase bagi Perserikatan Sepak Bola Sleman[i] (PSS) tersebut kini sering digunakan untuk agenda non-sepak bola. Walaupun kegiatan sepak bola tetap jadi denyut nadi utama stadion yang dibangun di era kepemimpinan bupati Arifin Ilyas tersebut.
Bagian dari sejarah gemilang PSS
Usai renovasinya diresmikan diresmikan pada tanggal 5 Februari 1995 oleh Sri Sultan Hamengku Buwono X, yang ketika itu menjabat sebagai Ketua Umum KONI DIY, stadion Tridadi lantas menjadi tempat PSS berlaga. Sejak menghuni stadion Tridadi bisa dikatakan bahwa prestasi klub meningkat pesat.
Pada masa itu PSS masih berkompetisi di Divisi II. Dengan target promosi ke Divisi I pada musim 1995/1996. Sayangnya Laskar Sembada – julukan PSS – terhenti di semifinal setelah kalah adu penalti dari Persewangi Banyuwangi. Klub Jawa Timur tersebut memastikan diri lolos ke Divisi I besama Persikota Tangerang.
Tapi, peluang belum tertutup. Ada cara untuk bisa promosi yakni dengan menempuh babak playoff. Memiliki stadion baru yang cukup representatif, maka stadion Tridadi ditunjuk sebagai lokasi babak playoff yang mempertemukan empat tim, PSS, Persiss Sorong, Persipal Palu, dan Aceh Putra. Dengan format setengah kompetisi dan berlangsung pada tanggal 4-9 Juli 1996, PSS akhirnya memperoleh satu tiket ke Divisi I usai mengalahkan Aceh Putra di pertandingan terakhir.
Namun, di bawah pelatih Suwarno, PSS tak langsung bisa lolos ke Divisi Utama. Baru di era kepelatihan Bambang Nurdjoko dan Herwin Sjahruddin PSS mampu lolos ke Divisi Utama.
Mulai berkiprah di Divisi Utama tahun 2000, PSS cukup cepat melejit. Dengan perpaduan pemain lokal potensial yang dikombinasikan dengan pemain luar daerah dan pemain asing, PSS mengejutkan publik sepak bola Indonesia. Pada musim 2003 dan 2004 bahkan PSS masuk empat besar Liga Indonesia. Catatan yang cukup impresif.
Di sela-sela keikutsertaannya di Liga Indonesia ini PSS tidak hanya menggunakan stadion Tridadi. Tetapi, juga sempat menggunakan stadion Mandala Krida, Yogyakarta sebagai tempat untuk menjamu pada lawannya.
Sempat dilupakan
Stadion Tridadi yang diklaim mampu menampung 12.000 penonton itu dikemudian hari dirasa sudah tak memenuhi kebutuhan. Suporter PSS yang terus bertambah dan regulasi yang semakin ketat membuat pemerintah daerah (pemda) Sleman dan manajemen PSS merasa klub butuh stadion yang lebih besar dan modern.
Mulai tahun 2004 dibangunlah stadion yang lebih besar dan modern di kawasan Maguwoharjo. Stadion ini disebut mampu menampung hingga 35.000 pasang mata dengan kualitas rumput dan fasilitas yang lebih baik dibanding Tridadi. Stadion ini akhirnya rampung dan mulai digunakan pada tahun 2007 setelah sempat mengalami renovasi akibat gempa 27 Mei 2006.
Sejak berkandang di stadion Maguwoharjo, Old Tridadi sempat dilupakan. Perawatan stadion pun menjadi seadanya yang mengakibatkan beberapa bagian stadion tampak sekali tak dirawat. Jika kini kita berkunjung ke stadion yang dekat dengan kompleks pemerintahan Kabupaten Sleman ini akan mendapati rumput yang tumbuh subur di tribun, baik bagian dalam maupun luar.
Perlu ada pemeliharaan lebih serius
Walaupun demikian Tridadi tak kehilangan pengaruhnya bagi publik sepak bola Sleman. Stadion ini masih kerap menggelar pertandingan, terutama kompetisi internal Sleman. PSS sendiri masih sering menggelar latihan di sini juga seleksi pemain serta latih tanding dengan tim lokal.
Secara fungsi, stadion yang masih memajang papan “Sekretariat Panitia Kompetisi PSSI Divisi Utama Liga Bank Mandiri 2000/2001” ini masih sangat penting keberadaannya. Banyak kegiatan sepak bola dan non-sepak bola yang berlangsung di tempat ini. Sehingga perlu ada perhatian serius dari pemda maupun pengelola untuk melakukan pemeliharaan lebih serius dan menyeluruh. Kondisi lapangan yang cukup bagus perlu didukung fasilitas lain yag baik agar stadion ini tak dipandang sebelah mata.
Karena sejatinya Tridadi menyimpan kenangan yang begitu indah bagi publik Sleman, terutama pencinta sepak bola dan penggemar setia PSS. Di tempat inilah Super Elang Jawa merintis jalan mulai dari liga amatir hingga profesional. Di sinilah kenangan akan kejayaan itu tersimpan dalam kesunyian.
——–
[i] Nama PSS berubah menjadi Persatuan Sepak Bola Sleman karena nama Perserikatan sudah tidak diperbolehkan dalam segmen bisnis modern dalam penerimaan sponsorship. Perserikatan tetap dipakai dalam sejarah pendirian.
NB: Pengelolaan Stadion Tridadi kini sudah menjadi satu dengan UPT Maguwoharjo. Semoga perawatan stadion menjadi lebih baik.