Gelaran Piala Dunia 2022 semakin dekat, babak kualifikasi dari masing-masing konfederasi pun sudah dilaksanakan sejak jauh-jauh hari.
Dari kawasan Asia, nama Arab Saudi, Australia, Jepang, dan Korea Selatan kembali difavoritkan buat mentas di kejuaraan sepakbola antarnegara paling megah tersebut. Namun ada satu negara lain yang sepak terjangnya tak boleh dipandang sebelah mata yaitu Cina.
Selama beberapa tahun terakhir, penggemar sepakbola dunia melihat dengan mata kepalanya sendiri lesatan pamor kompetisi sepakbola profesional di Negeri Tirai Bambu.
Ditopang oleh membaiknya perekonomian negara dengan jumlah penduduk terbanyak di planet Bumi itu, para kontestan Liga Super Cina tak kesulitan merekrut bintang-bintang sepakbola dunia, baik sosok-sosok veteran maupun mereka yang masih berusia matang.
Nama-nama seperti Ricardo Carvalho, John Obi Mikel, Alexandre Pato, Ramires, dan Carlos Tevez pernah mencicipi persaingan ketat di Negeri Tirai Bambu. Sementara figur-figur layaknya Eder Citadin, Stephan El Shaarawy, Marouane Fellaini, Marek Hamsik, Hulk, Oscar, dan Graziano Pelle, masih jadi andalan sejumlah kontestan Liga Super Cina.
Lewat perekrutan pemain asing di kompetisi level teratasnya pula, federasi sepakbola Cina (CFA) mencicipi metode naturalisasi. Namun dari sekian banyak pemain yang sudah dinaturalisasi, baru tiga orang yang dapat memperkuat tim nasional Cina.
Mereka adalah Aloisio, Elkeson, dan Nico Yennaris. Dua nama pertama berasal dari Brasil dan tak memiliki garis keturunan Cina dari keluarganya. Sedangkan Yennaris yang lahir di Inggris mewarisi darah Cina dari ibundanya.
Bagi saya sendiri, dari ketiga pemain naturalisasi tersebut, nama Elkeson adalah yang paling spesial. Barangkali masyarakat Negeri Tirai Bambu takkan pernah lupa dengan tanggal 24 Desember 2012 sebab pada hari itulah, sang pemain datang ke Cina usai resmi direkrut oleh Guangzhou Evergrande sebagai amunisi anyar. Hari itu sendiri merupakan awal dari sejarah yang dibukukan pria berumur 31 tahun tersebut di sana.
Menimba ilmu di tim junior Vitoria, Elkeson memperlihatkan bahwa ia memiliki kemampuan apik sebagai pesepakbola muda. Salah satu kesebelasan beken di Negeri Samba, Botafogo, lantas merekrutnya. Keputusan yang dibuat O Glorioso memang tepat karena sang pemain berkembang jadi andalan klub dalam mengarungi kompetisi.
Penampilan bagusnya dengan seragam Botafogo bahkan menarik atensi pelatih tim nasional Brasil periode 2010-2012, Mano Menezes.
Sang pelatih memasukkannya ke dalam skuad yang bertanding melawan timnas Argentina dalam ajang Superclasico de las Americas pada tahun 2011. Nahas, ia tak mendapatkan kesempatan bermain sebab lini serang kubu Selecao sudah dipenuhi pemain berkelas macam Neymar, Oscar, dan Ronaldinho.
Kejadian itu seolah mematikan mimpi Elkeson mengenakan baju kuning khas Brasil di level internasional. Di usianya yang baru menginjak 22 tahun, ia lalu menyeberangi Samudra Pasifik guna mencari tantangan baru di Cina. Misinya hanya satu, karier sepakbola profesional yang ditekuninya sedari belia tetap berlanjut.
Hijrah ke negara yang beribukota Beijing tersebut mengubah peruntungan Elkeson. Kemampuan eksepsionalnya dalam mengolah bola melambungkannya ke angkasa. Banyak prestasi yang sanggup ia petik selama berkostum Evergrande. Mulai dari gelar Liga Super Cina 2013, 2014, dan 2015, sampai trofi Liga Champions AFC 2013 dan 2015.
Catatan kolektif itu dipercantik Elkeson dengan sejumlah torehan individu. Misalnya saja masuk ke dalam tim impian Liga Champions AFC 2013 dan 2014, Pemain Terbaik CFA 2014, Sepatu Emas Liga Super Cina dua kali (2013 dan 2014), plus anggota tim impian Liga Super Cina 2013 dan 2014.
“Elkeson adalah seorang pemain muda yang kuat, serius, dan profesional. Dia akan memastikan dirinya ada di level tertinggi dan memiliki karier yang sukses. Tak cuma di sini, bahkan mungkin di Eropa”, puji Marcello Lippi, eks pelatih Evergrande yang punya peran krusial membawanya ke Cina, seperti dikutip dari mondofutbol.
Usai memanen gelar bareng Evergrande, Elkeson dipinang klub rival, Shanghai SIPG, dengan mahar senilai 18,5 juta Euro. Di sana, ia bermain dengan sosok-sosok fantastis semisal Hulk, Oscar, dan salah satu pemain terbaik Cina, Wu Lei.
Hebatnya, Elkeson berhasil mengantar The Red Eagles meraup gelar Liga Super Cina musim 2018 sekaligus mematahkan dominasi mantan klubnya serta memenangkan Piala FA Super Cina 2019.
Pasca-sukses bersama SIPG, Elkeson lalu ‘mudik’ ke Evergrande pada tengah musim 2019. Nilai transfernya sendiri menembus angka 10 juta Euro kala itu. Kepulangannya ke Guangzhou rupanya mendatangkan tuah sebab The Southern Tigers sukses mencaplok gelar Liga Super Cina 2019.
Hingga sekarang, ia juga tercatat sebagai pencetak gol terbanyak sepanjang masa di Liga Super Cina dengan koleksi 111 gol (jumlah ini berpotensi terus meningkat sebab kariernya masih amat panjang).
Selain gelar kesekian yang diraihnya, nama Elkeson juga resmi berubah menjadi Ai Kesen (dalam ejaan Mandarin) saat mengenakan baju Evergrande di periode kedua. Hal ini disebabkan proses naturalisasinya yang berlangsung lancar dan membuatnya sah sebagai warga negara Cina.
Keputusan CFA menaturalisasi Elkeson didasari oleh rekomendasi Lippi yang juga sempat menjabat sebagai pelatih timnas Negeri Tirai Bambu. Tatkala ia resmi dipanggil masuk ke dalam skuad negara barunya, Elkeson mengungkapkan perasaan bahagianya lewat sebuah unggahan di situs Weibo.
“Hari ini aku ingin menyampaikan kepada seluruh dunia. Secara resmi aku telah memulai sebuah perjalanan baru di dalam hidupku. Sekarang aku adalah orang Cina dan aku ingin mengembalikan semua cinta dan kepedulian yang kalian miliki untukku selama bertahun-tahun.”
Berulangkali Elkeson mengaku bahwa dirinya merasa bahagia dan nyaman di Negeri Tirai Bambu. Ia benar-benar merasa seperti di rumah dan ketika tawaran naturalisasi itu datang, sulit baginya untuk menampik. Elkeson merasa bahwa itu merupakan pilihan yang mesti ia tempuh.
Sejauh ini, ia sudah empat kali memakai baju timnas dan mencetak tiga gol. Gol-gol itu dibukukannya dalam laga kontra melawan Maladewa (dwigol) dan Guam. Meski lawan-lawannya itu hanya tim lemah, tetapi Elkeson layak tersenyum karena apa yang diimpikannya telah terwujud.
Di Brasil, Elkeson memang beroleh atensi. Namun sebagai pesepakbola profesional dengan kemampuan mantap, itu tak cukup baginya.
Mujur, roda nasib membawanya ke sebuah negara yang mau memberinya cinta dan apresiasi lebih. Dengan berbagai kisah gemilang yang sudah diukirnya, wajar apabila namanya kini (dan selamanya) mewangi di penjuru Negeri Tirai Bambu.