Angin Segar dari The Lone Star State

Memuakkan rasanya ketika sepak bola menjadi identik dengan korupsi dan intrik di federasi-federasi, pemain-pemain yang kian serakah, sampai dengan kerusuhan-kerusuhan yang tak jarang merenggut nyawa. Bukannya menggeneralisasi, tetapi kenyataannya memang sepak bola sulit sekali dipisahkan dari ketiga hal negatif tersebut. Hal itulah yang kemudian menyebabkan banyak pencinta sepak bola yang kehilangan gempita dalam menyikapi olahraga kesayangan mereka.

Namun, tentu saja sepak bola tak melulu soal hal-hal buruk tersebut. Masih banyak sekali hal-hal menggembirakan yang berkaitan dengan sepak bola. Salah satu hal menggembirakan tersebut adalah keberadaan sebuah klub profesional dari Amerika Serikat yang menyumbangkan seluruh keuntungan bersihnya untuk amal. Klub tersebut bernama San Antonio Scorpions, juara bertahan North American Soccer League (NASL) dari San Antonio, Texas.

Agak aneh rasanya mendengar bahwa ada sebuah klub sepak bola profesional di San Antonio. Aktivitas olahraga di kota terbesar kedua negara bagian Texas ini memang sudah terlanjur identik dengan San Antonio Spurs, klub bola basket peraih lima gelar juara NBA. Meski begitu, untuk ukuran klub yang baru berdiri selama empat tahun, prestasi San Antonio Scorpions ini tergolong luar biasa. Selain berstatus sebagai juara bertahan, mereka juga menjadi salah satu kandidat terkuat pengisi slot tim ekspansi Major League Soccer (MLS).

Semua karena Morgan

Pada tahun 2005, seorang pengusaha bernama Gordon Hartman memutuskan untuk menjual semua perusahaannya dan mendirikan sebuah yayasan amal bernama Gordon Hartman Family Foundation. Yayasan ini bertujuan untuk membantu orang-orang, baik anak-anak maupun dewasa, yang memiliki kebutuhan khusus. Setahun kemudian, ketika sedang berlibur bersama keluarganya, Hartman menyaksikan sebuah peristiwa yang kemudian menjadi pendorong utamanya dalam mewujudkan apa yang kini dikenal sebagai Morgan’s Wonderland.

Morgan adalah nama putri Gordon Hartman. Ketika itu, Morgan yang lahir dengan kebutuhan fisik dan kognitif khusus masih berusia 12 tahun. Saat sedang bermain di kolam renang, Hartman menyaksikan Morgan berusaha untuk mendekati sekelompok anak seumurannya yang sedang bermain dengan bola. Namun, anak-anak itu justru seperti ketakutan karena mereka tak paham dengan cara Morgan berkomunikasi dengan mereka.

“(Peristiwa) itu terus melekat di benak saya,” tutur Hartman kepada The Guardian. “Kemudian, saya mulai berpikir keras: banyak sekali anak-anak dan orang dewasa yang kehilangan kesempatan karena, barangkali, tak semua orang tahu bagaimana cara berinteraksi dengan mereka, atau tak ada tempat untuk mereka di mana mereka bisa merasa nyaman.”

Akhirnya, Hartman bersama yayasannya memutuskan untuk menciptakan “world’s first ultra-accessible theme park”. Taman bermain ini dimaksudkan agar orang-orang berkebutuhan khusus bisa berinteraksi dengan sesamanya dan melakukan aktivitas yang sesuai dengan kebutuhan mereka. Pada tahun 2010, empat tahun setelah ide awal dicetuskan, Morgan’s Wonderland pun akhirnya dibuka untuk umum dengan beberapa fitur andalan seperti komidi putar yang bisa diakses dengan kursi roda, danau untuk memancing, dan sebuah ruangan di mana pengunjung bisa bermain dengan bayangan mereka sendiri.

BACA JUGA:  Nestapa Stadion Jenderal Hoegeng Pekalongan

Taman bermain ini memang tidak eksklusif untuk orang-orang berkebutuhan khusus saja. Malah, jumlah pengunjung berkebutuhan khusus yang datang ke sini hanya ±20% dari total pengunjung. Meski begitu, angka 20% adalah angka yang cukup signifikan ketika kita bicara soal pemasukan dan biaya operasional. Untuk menutup biaya tersebut, Hartman pun kemudian memutar otak. Ia ingin agar Morgan’s Wonderland bisa bertahan selamanya.

Sepak bola sebagai solusi

Seperti sudah disebutkan sebelumnya, kota San Antonio sudah terlanjur identik dengan Spurs. Akan tetapi, banyak yang tak tahu bahwa sepak bola sejatinya merupakan hasrat terpendam warga kota yang juga terkenal dengan benteng Alamo-nya ini. “Saya menemukan fakta bahwa ada gairah yang besar di kota ini, tetapi tak ada seorang pun yang pernah berpikir untuk membangun fasilitas yang layak. Saya berpikir: mengapa tidak saya buat saja satu lapangan sepak bola di sebelah taman ini, dan ratusan, bahkan ribuan orang akan datang untuk bermain sepak bola. Mereka akan menyewa lapangan tersebut dari kami, dan sebagian uangnya akan kami pergunakan untuk keberlangsungan Morgan’s Wonderland,” papar Hartman.

Akhirnya, komplek lapangan sepak bola itupun berhasil dibangun dan dibuka pada tahun yang sama. Pada awalnya, lapangan ini hanya digunakan untuk menghelat laga-laga amatir dan sesi latihan tim-tim amatir tersebut. Komplek sepak bola tersebut diberi nama South Texas Area Regional (Star) Soccer Complex. Dengan dikurangi biaya operasional, seluruh keuntungan bersih hasil sewa lapangan mengalir ke Morgan’s Wonderland.

Masih pada tahun yang sama, Hartman juga meluncurkan program lainnya yang ia beri nama Soccer for a Cause, sebuah kampanye untuk membawa sepak bola profesional ke San Antonio. Kampanye tersebut pun berhasil, karena pada tahun itu juga, NASL memberi jatah bagi kota San Antonio untuk berlaga mulai musim 2012. Selama satu musim penuh San Antonio Scorpions berlaga di Star Soccer Complex sebelum pindah ke Toyota Field   ̶ yang juga dimiliki oleh Soccer for a Cause   ̶ pada musim berikutnya. Sama seperti Star Soccer Complex, seluruh keuntungan bersih Scorpions juga dipergunakan untuk menjaga keberlangsungan Morgan’s Wonderland.

BACA JUGA:  Dekade 1990-an: Transisi pada Satu Era, Perkenalan dan Cinta untuk FC Internazionale Milano

NASL masih memperbolehkan keberadaan tim dengan kepemilikan pribadi, sehingga, semua tetek bengek keuangan klub menjadi tanggung jawab masing-masing pemilik klub. “Apa yang dilakukan Gordon (Hartman) dengan segala langkah yang ia tempuh, dengan masuk ke liga ini ̶ lalu membangun stadion ̶ dan melihat sebuah kesempatan bagi sepak bola untuk berbuat sesuatu, itu semua betul-betul visioner,” puji komisioner NASL, Bill Peterson.

“(Tim) ini adalah tim dengan pendapatan serta keuntungan yang bisa dengan mudah masuk ke kantongnya (Hartman –red) dan takkan ada orang yang berpandangan buruk, namun alih-alih begitu, ia justru menggunakannya untuk tujuan mulia,” pungkasnya.

Hartman secara tersirat mengakui bahwa kontribusi Star Soccer Complex, Toyota Field, dan Scorpions secara finansial memang tidak terlalu signifikan, akan tetapi, publisitas yang menjadi spill-over effect tiga entitas sepak bola tersebut lah yang berkontribusi secara signifikan bagi Morgan’s Wonderland. Itulah mengapa, Hartman sampai sekarang ini masih terus mengejar kans berlaga di MLS. Dengan berlaga di MLS, maka akan semakin ramai pula perputaran uang di sana. Apalagi, kapasitas Toyota Field yang kini berkapasitas 6.500 penonton masih bisa ditambah hingga mencapai 18.000 penonton.

Meski kelak harus menyesuaikan aturan model bisnis di MLS*, Hartman juga tak khawatir dengan perubahan model bisnis Scorpions, karena sejauh ini, kepekaan sosial yang ditimbulkan klub ini sudah bisa dibilang luar biasa. “Kamu mendapati situasi di mana ada aktivitas dalam jumlah yang luar biasa besar untuk membantu mereka yang berkebutuhan khusus. Hal ini memungkinkan karena orang-orang menjadi tahu soal Morgan’s Wonderland lewat Soccer for a Cause dan berbagai programnya. Bagi saya, itu adalah hal terpenting ̶ jauh lebih penting dibanding semua dolar yang bisa kami kumpulkan dari sini,” tutup Hartman.

*) Sistem kepemilikan MLS adalah closed-ownership di mana semua tim dan pemain pada hakikatnya adalah milik MLS. Setiap tim memiliki investor-operator yang berstatus sebagai pemilik saham klub. Jadi, ketika kelak Scorpions betul-betul masuk ke MLS, maka Gordon Hartman tak lagi berstatus sebagai pemilik, melainkan hanya pemegang saham.

Post-Scriptum:

Pada awal bulan ini, Morgan Hartman berulang tahun yang ke-21. Saya, secara pribadi, mengucapkan selamat ulang tahun untuk Morgan. Semoga apa yang ayahmu perjuangkan atas dasar cintanya kepadamu bisa membawa kebaikan bagi lebih banyak orang. Semoga kebahagiaan dan berkat Tuhan selalu menyertaimu, juga ayahmu.

 

Komentar
Punya fetish pada gelandang bertahan, penggemar calcio, dan (mencoba untuk jadi) storyteller yang baik. Juga menggemari musik, film, dan makanan enak.