Arthur, Berdamailah dengan Diri Sendiri

Selama beberapa hari terakhir, kata PSS begitu menyesaki lini masa media sosial. Hal ini terjadi lantaran performa tim yang tidak memuaskan.

Sleman Fans merasa bahwa tim kesayangan mereka sedang sakit. Masalahnya, penyakit ini lahirnya dari internal tim, bukan eksternal.

Tak heran bila sejumlah nama dilambungkan sebagai penyebab amburadulnya penampilan PSS.

Mulai dari Dejan Antonic sang pelatih, Marco Gracia Paulo yang menjabat sebagai Direktur Utama PT. Putra Sleman Sembada (PSS), dan salah seorang pemain, Arthur Irawan.

Wajar kalau nama Dejan disebut-sebut sebagai biang keladi bobroknya tim. Kemampuan taktikalnya dinilai tak mumpuni.

Sementara Marco disorot karena kemampuan manajerialnya dan komunikasi publiknya yang buruk. Alih-alih membuat Sleman Fans tenang di fase seperti ini, ia malah rajin menyulut api.

Dari sekian nama, tentu Arthur yang paling menarik. Bagaimana bisa seorang pemain dianggap sebagai biang kerok dari berbagai masalah yang ada di tubuh PSS?

Umumnya, ketika seorang pemain tampil buruk, pelatih akan mencadangkannya. Hal itu diperlukan agar si pemain mengevaluasi diri dan tim tetap bisa kompetitif.

Akan tetapi, Arthur bak anti-tesis dari kondisi tersebut. Meski performanya tak pernah memuaskan, waktu bermain yang ia dapatkan selalu di atas 45 menit. Bahkan, ia senantiasa dipasang sebagai starter.

Pada sebuah video yang tersebar di media sosial Twitter, terlihat Sleman Fans melakukan diskusi via telepon dengan Marco seraya mempertanyakan mengapa Arthur selalu dimainkan.

Bukannya memberi jawaban jelas mengenai keputusan tersebut, Marco cuma menyebut bahwa Sleman Fans kudu melihat statistik Arthur.

Ucapan Marco pun bikin Sleman Fans di video tersebut berang. Bahkan ada yang bertanya secara lantang, “Arthur ini sebenarnya siapa?”

Berdasarkan pernyataan Marco yang meminta fans melihat statistik, sejumlah akun penyedia statistik lalu menggunggah statistik si pemain.

Akun twitter @statoskop_id merangkum komparasi antara Arthur dengan 3 pemain PSS lain di posisi fullback.

Dari data komparasi itu terlihat bahwa statistik Arthur tidak terlalu buruk dan paling unggul pada atribut umpan sukses per laga (14.3) dan tekel sukses per laga (2.7).

BACA JUGA:  Nepotisme Zinedine Zidane di Real Madrid

Namun apakah hal tersebut bisa dijadikan satu-satunya acuan dan memastikan bahwa penampilan Arthur luar biasa di atas lapangan? Tunggu dulu.

Data statistik yang diberikan oleh akun @statoskop_id bisa dikatakan masih jauh dari sempurna. Utamanya buat menentukan performa seorang pemain.

Ambil contoh dari dua atribut data paling tinggi yang dimiliki Arthur. Berdasarkan data itu, pemain bernomor punggung 8 tersebut memiliki jumlah umpan sukses yang menyentuh angka 14,3 per pertandingan.

Sayangnya, angka ini tidak menjelaskan umpan seperti apakah yang sukses dibuat si pemain. Apakah umpan progresif atau hanya umpan-umpan aman ke rekan terdekat atau bahkan backpass.

Padahal dari seluruh posisi outfield, pemain bertahan memiliki kecenderungan melepas umpan-umpan yang sifatnya aman.

Ada banyak variabel yang tidak menjelaskan peran Arthur secara detail di lapangan. Apakah ia sudah menjalankan tugasnya dengan paripurna atau cuma menjadi beban untuk tim.

Bola liar pun menggelinding. Isu mengenai alasan Arthur terus dimainkan Dejan bermunculan di media sosial.

Salah satu yang paling kencang adalah rumor abuse of power dari Arthur yang dinilai punya pengaruh kuat di tubuh PSS.

Mengutip akun yang biasa memberikan informasi-informasi nyeleneh tentang industri sepakbola di Indonesia, @footballnesia, konon ada gentleman agreement mengenai waktu bermain Arthur bersama PSS.

Arthur dikenal sebagai sosok yang memiliki privilese luar biasa sebab ia berasal dari keluarga kaya raya. Bisa dibilang ia mirip dengan Gerard Pique, bek Barcelona, yang dilahirkan dari keluarga Borjuis.

Kenyataan itu membuat Pique tak pernah mengalami kesulitan finansial. Tak heran bila ia manggut-manggut saja ketika manajemen Barcelona meminta para pemain untuk bersedia dipotong gajinya demi mengurangi beban klub beberapa waktu lalu.

BACA JUGA:  Persebaya dan Skuad Mudanya yang Menjanjikan

Akan tetapi, Pique bisa menjadi pesepakbola beken dan hebat seperti sekarang karena kerja keras serta bakatnya yang eksepsional. Lalu bagaimana dengan Arthur?

Rupa-rupanya, privilese itulah yang membuat Arthur sampai hari ini masih bisa berkarier di lapangan sepakbola.

Publik tentu masih ingat bagaimana Arthur ada di tim Espanyol B tanpa rekam jejak karier usia dini yang mentereng.

Sebagai penggemar sepakbola, wajar bila kita bertanya-tanya. Bagaimana ia bisa bergabung dengan tim asal Spanyol tersebut?

Kenyataan itu membuat khalayak kembali ke kata privilese yang dimiliknya selama ini. Ya, dugaan bahwa Arthur dapat berbaju Espanyol B via jalur khusus pun mengemuka.

Sejatinya, Sleman Fans ingin melihat Arthur berkaca pada privilese tersebut. Berkat hal itulah, seperti yang Sleman Fans yakini, dirinya bisa menjadi pilihan utama di starting eleven PSS asuhan Dejan, bukan karena kemampuannya yang eksepsional.

Sampai-sampai Dejan mengorbankan Bagus Nirwanto yang berposisi natural sebagai bek kanan dan menggesernya ke pos bek kiri.

Kalau kemampuan olah bolanya mumpuni, bukan hal sulit baginya untuk mengikuti jejak Pique.

Kadang, privilese memang mengaburkan realita tentang kemampuan seseorang. Si A bisa menjadi manajer di suatu kantor lantaran ayahnya adalah direktur di sana. Si B bisa menjadi pengusaha sukses karena sokongan dana keluarganya dan seterusnya.

Arthur wajib melihat lagi sebaik apa kemampuannya sebagai pesepakbola. Adalah kesalahan jika ia berupaya memenuhi ambisi menjadi pesepakbola dengan mengorbankan orang lain bahkan sebuah tim.

Bila layak, ia takkan dituding Sleman Fans sebagai pesepakbola yang buruk. Apalagi sudah cukup banyak orang yang menganalisis permainannya lewat video-video pertandingan PSS.

Arthur perlu berdamai dengan dirinya sendiri. Statistik yang ada tak boleh dilihat mentah-mentah sebagai pembenaran karena berkebalikan dengan performanya.

Ia harus belajar untuk melihat bahwa kepentingan tim, alih-alih kepentingan pribadi, ada di atas segalanya.

Komentar