Tertatihnya Langkah Sang Raksasa Donbass

Setidaknya dalam satu dasawarsa terakhir, Shakhtar Donetsk merupakan klub paling dominan di Ukraina. Pada ajang Piala Ukraina, Shakhtar mampu meraih tiga gelar juara berturut-turut pada tahun 2011, 2012, dan 2013, setelah sebelumnya, mereka mampu memenangi trofi tersebut pada 2004 dan 2008. Sementara itu, pada kompetisi liga domestik, Shakhtar lebih ganas lagi. Dalam 10 musim terakhir, Shakhtar berhasil meraih 7 gelar juara, di mana pada musim 2009-2014 mereka memenanginya secara beruntun, sedangkan sisanya direbut oleh Dynamo Kiev sebanyak 3 kali pada tahun 2007, 2009, dan 2015.

Atas digdayanya Shakhtar di liga domestik, mereka pun menjadi lambang perwakilan Ukraina yang berlaga di kancah antarklub Eropa. Pada tahun 2009, Shakhtar menjadi klub Ukraina pertama (setelah Uni Soviet bubar) yang mampu merengkuh trofi kejuaraan Eropa. Seperti halnya pendukung Liverpool, pendukung Shakhtar pun memiliki malam yang spesial di Istanbul apabila mengenang kejadian final Piala UEFA tersebut. Bedanya, jika Liverpool bermain di stadion Ataturk yang terletak di sisi Eropa Istanbul, Shakhtar memenanginya di sisi Asia Istanbul, tepatnya di stadion Sukru Saracoglu.

Konsisten tampil di Liga Champions, mereka terkadang menampilkan sedikit kejutan, seperti kala mengalahkan Arsenal dan Chelsea serta menahan imbang Manchester United, Juventus, Dortmund dan FC Bayern. Untuk dua nama terakhir, ada sedikit cerita unik. Pada tahun 2013, Shakhtar berhasil menahan imbang Dormund di leg pertama walaupun kalah di leg kedua. Pada akhir musim, Shakhtar menjual Henrikh Mkhitaryan ke Dortmund. Cerita sama berulang pada tahun 2015 di mana Shakhtar berhasil menahan imbang FC Bayern di leg pertama, kalah di leg kedua, dan mereka pun melego Douglas Costa kepada The Bavarians.

Sayangnya, prospek Shakhtar untuk musim depan mulai diragukan. Tim ini tidak salah kelola, tidak memiliki masalah finansial, serta memiliki pelatih dan skuat yang sangat mapan untuk ukuran liga Ukraina. Alasan peranglah yang menjadi kendala tim ini untuk tetap menjadi yang terbaik di Ukraina. Sejak Februari 2014, perang berkecamuk di propinsi Donbass, Luhansk, dan Crimea.

BACA JUGA:  Menengok Kembali Kedigdayaan Liga Uni Soviet

Dari tiga propinsi tersebut, hanya Crimea-lah yang sudah memiliki kepastian. Propinsi yang tak pernah sepi konflik itu sendiri akan segera menjadi bagian dari Rusia setelah sebelumnya dianeksasi dan melalui proses referendum. Namun, hal yang sama tidak terjadi di Donbass, di mana beberapa warga pro-Ukraina masih melakukan perlawanan, walaupun sudah banyak pula yang dievakuasi.

Pada awal musim 2014/15, enam pemain asing Shakhtar menyatakan enggan untuk kembali ke Ukraina. Nama-nama tersebut adalah Douglas Costa, Fred, Dentinho, Alex Teixeira, Ismaily dan Facundo Ferreyra. Enam pemain tersebut mengaku takut atas terjadinya perang yang semakin memanas kemudian diperkuat oleh ditembaknya pesawat MH17 di sekitar perbatasan Ukraina dan Rusia. Beruntung bagi Ferreyra, transfernya ke Newcastle United bisa disetujui sehingga penyerang Argentina ini tidak perlu kembali. Nahas bagi lima pemain lain, mereka harus kembali dan menaati kontrak yang disepakati.

Dengan alasan keamanan, Shakhtar pun berpindah ke kota Lviv yang berjarak sekitar 1.200 km. Untuk menempuh perjalanan tersebut, waktu yang dibutuhkan adalah sekitar satu hari dengan menggunakan kereta. Dari ujung timur Ukraina, Shakhtar pun harus pindah ke ujung barat.

Lviv sendiri sudah memiliki klub sepak bola, yakni Karpaty Lviv, akan tetapi, kelas Karpaty dan Shakhtar tentu tak bisa dibandingkan. Di Lviv, Shakhtar tidak berbagi lapangan dengan Karpaty, karena mereka telah menyewa stadion modern, Arena Lviv, yang merupakan salah satu stadion tempat Euro 2012 dihelat. Sementara itu, Karpaty bermain di stadion Ukraina.

Satu musim telah berlalu, dan terbukti, Shakhtar tidak seganas musim-musim sebelumnya. Musim lalu, Shakhtar (kembali) berada di bawah bayang-bayang Dynamo Kiev, baik pada ajang liga maupun piala Ukraina. Bermain di kota yang asing dan tanpa suporter jelas menjadi sebuah pukulan telak, belum lagi soal ketidakpastian masa depan klub ini, apakah akan kembali atau bertahan di Lviv.

BACA JUGA:  Half-Space Sebagai Ruang Strategis Dalam Sepak Bola (Bagian 5)

2

Di dunia maya pun kemudian muncul logo Shakhtar yang dikorup dengan warna biru-hijau dan gambar pohon yang melambangkan kota Lviv. Selain itu, pemilik Shakhtar, Rinat Akhmetov juga diketahui memiliki hubungan akrab dengan kedua negara baik Rusia maupun Ukraina. Akhmetov disinyalir memberikan bantuan kepada kelompok pro-Rusia di Donbass sekaligus kepada Ukraina untuk para korban perang. Tentu saja, langkah politik Akhmetov akan memengaruhi langkah Shakhtar berikutnya.

Sang pelatih, Mircea Lucescu pun tidak ketinggalan digosipkan untuk pindah berkali-kali. Namun, pada akhir musim lalu ia menegaskan bahwa ia hanya akan pergi dari Shakhtar apabila tim ini kembali ke Donbass Arena. Lucescu menambahkan pula bahwa fokus mereka adalah regenerasi dan memperkuat basis pemain Ukraina di Shakhtar.

Dengan pindahnya Douglas Costa ke FC Bayern, Luiz Adriano ke Milan, serta diputusnya kontrak Ilsinho, sepertinya Shakhtar tidak akan ke mana-mana untuk sementara. Adanya indikasi untuk memperbanyak dan memperkuat pemain lokal serta melepas para legiun asing menandakan adanya kegamangan di tubuh Shakhtar yang melakukan strategi bisnis tidak seperti biasa. Untuk sementara waktu, tampaknya kekuatan sepak bola Ukraina akan kembali bergulir ke ibukota, di mana Dynamo Kiev siap menjadi aktornya.

 

Komentar