N’Golo Kante, Bertarung dalam Sunyi

Globalisasi dan ekspansi bisnis adalah laju tak terhentikan di dunia modern saat ini. Dua hal itu juga memengaruhi bagaimana kinerja banyak hal dalam sepak bola dewasa ini.

Ada esensi yang hilang ketika kapitalisme menjadikan sepak bola sebagai ladang uang yang menggiurkan. Komersialisasi tiket, transfer pemain, hingga gaji pemain yang setinggi langit menjadikan kemewahan adalah nilai tawar menarik dari sepak bola saat ini.

Uang adalah segalanya, tapi uang tidak membeli sebuah nilai. Esensi dan estetika terjaga dengan murni karena ia tak terbeli oleh uang. Kita baiknya sepakat bahwa gelandang terbaik Liga Inggris saat ini, N’Golo Kante, ada di titik murni itu.

***

Dengan nilai banderol yang sama ketika Real Madrid memboyong Gareth Bale dengan mahar 100 juta euro, Anda bisa dapatkan 20 NGolo Kante untuk satu tim sepak bola Anda.

Di satu titik, paradoks ini menyedihkan, sekaligus lucu. Sepak bola modern memang bergerak dengan cara yang seperti ini. Pemain datang dengan harga dan gaji mahal, untuk mendatangkan keuntungan bagi klub dengan cara penjualan kostum dan kontrak sponsor bernilai maksi. Real Madrid melakukan itu dengan sempurna bertahun-tahun ini.

Kante, seorang Parisien dari orang tua keturunan Mali, datang ke Liga Inggris dengan catatan yang setiap orang selalu abaikan, namun sebenarnya, secara esensi, ia begitu bernilai.

Selama membela Stade Malhaerbe Caen di Ligue 1 musim 2014/2015, Kante tercatat sebagai salah satu gelandang dengan catatan tekel sukses terbanyak di seluruh liga top Eropa. Itu menandakan ia meraih catatan tekel sukses yang jauh lebih banyak dari Nemanja Matic bahkan Arturo Vidal.

Tekel adalah catatan penting karena kemudian satu buah tekel sukses menandakan kesuksesan sebuah tim merusak progresi serangan tim lawan dan berpeluang mengatur tempo atau berbalik menyerang dengan cepat. Tekel menjadi esensial, karena dalam sistem gegenpressing yang begitu populer dewasa ini, keutamaan menekan lawan dan secepat mungkin merebut bola adalah kewajiban paling pokok.

Dan di sinilah, nilai terbesar N’Golo Kante bagi sebuah tim. Ia merebut bola, melakukan intersep, dan menguasai lapangan tengah dengan cara yang luar biasa dominan.

BACA JUGA:  Match Of The Day: Program Acara Sepak Bola Terlama Di Dunia

Saya rela menukar penyerang terbaik saya dan menggantinya dengan penyerang kelas dua, asal lini tengah tim saya bercokol sesosok N’Golo Kante.

Dari data yang dilansir Squawka musim ini, catatan tekel sukses dan intersep Kante adalah yang terbaik di Liga Inggris. Ia mencatatkan 93 tekel sukses dan 120 kali intersep sukses.

Catatan irasional yang menandakan kewajaran kenapa Leicester City sangat layak berada di pucuk teratas klasemen Liga Inggris saat ini. Kante begitu dominan dan sangat paham apa yang harus dilakukannya di atas lapangan.

Sekitar Desember lalu, dalam wawancara dengan ESPN, Claudio Ranieri mengatakan bahwa Kante adalah sosok pemain yang berkeliaran di manapun untuk merebut bola secepat mungkin dari lawan dan membantu mempercepat proses transisi tim dari bertahan ke menyerang dengan efektif.

Ini nilai penting kenapa peran Kante begitu krusial bagi kesuksesan Leicester musim ini. Dalam sebuah laga melawan Chelsea yang berakhir dengan pemecatan Jose Mourinho itu, Kante menguasai telak lini tengah melawan barisan gelandang Chelsea yang dihuni dua pivot terbaik musim lalu, Nemanja Matic dan Cesc Fabregas.

Ia berlarian ke sana kemari menekan dan mengejar lawan. Tugasnya merebut bola dan mengalirkan secepat mungkin. Sederhana, tapi rumit. Dan ia melakukannya dengan sangat baik. Hampir tanpa cela. Begitu halus, tenang dan sunyi.

***

Sunyi, karena itu mencerminkan sosoknya yang relijius dan kalem. Ia enforcer sekaligus ball recover terbaik di Liga Inggris saat ini, namun jangan bayangkan sosoknya akan segarang Roy Keane atau menyeramkan seperti Patrick Vieira.

Alih-alih menyeramkan, Kante bertinggi badan hanya 169 sentimeter dan sosoknya sama sekali tidak intimidatif. Bandingkan dengan Vieira yang tinggi menjulang bak monster. Atau Roy Keane yang sorot mata bengisnya membuat setiap pemain enggan bertubrukan dengannya di lapangan.

Ketika peran gelandang petarung lekat dengan imej yang keras dan kasar, Kante muncul dengan cara bermain yang lugas dan kepribadian yang tenang. Ia bukan Gennaro Gattuso, tapi kalau urusan bertarung, Kante tentu boleh diadu.

BACA JUGA:  Apa Kabar, Di Matteo?

Menjadi gelandang bertahan bukan peran mudah karena ia menjadi perisai bagi lini belakang, terlebih, dalam formasi 4-4-2 ala Ranieri, peran gelandang tengah sangat krusial untuk menjaga kompaksi (kerapatan) pertahanan dan sistem pressing. Itulah kenapa tugas Kante adalah sesuatu yang sederhana, namun rumit. Sialnya, ia melakukan itu semua dengan sangat baik hingga saat ini.

Kalau Thomas Mueller adalah seorang penafsir ruang, N’Golo Kante boleh kita sepakati bersama sebagai penafsir bola. Layaknya seorang juru tafsir andal, ia tahu cara merebut dan menguasai bola dengan efektif dan efisien, karena ia tidak hanya pandai membaca gerak bola, tapi ia juga menafsirkannya dengan baik.

Ketika semua berfokus pada Jamie Vardy dan Riyad Mahrez, Kante datang memporak-porandakan lini tengah lawan dengan lugas dan tanpa basa-basi. Perhatikan heat map Kante tiap pekannya ketika Leicester bertanding, dan temukan dirinya berada di manapun di segala zona di lapangan.

Hingga akhirnya, panggilan itu datang. Prancis memanggilnya untuk membela Les Bleus di partai persahabatan melawan Belanda dan Rusia akhir bulan ini (Maret 2016). Bayangkan lini tengah Prancis yang berisi Kante, Blaise Matuidi dan Paul Pogba. Satu alasan penting kenapa tuan rumah Euro 2016 ini patut dimasukkan bursa juara nantinya.

***

Esensi terkadang mulai kabur nilainya di zaman seperti saat ini ketika uang menjadi prioritas dan keuntungan finansial dikejar sebuah klub tanpa memikirkan fondasi yang pas untuk tim. Anda bisa membangun rumah dengan tampilan semewah mungkin, namun pada akhirnya, esensi rumah adalah melindungi kita dari panas dan hujan, bukan untuk menonjolkan kekayaan dan kemakmuran.

Di titik ini Kante menjawab semua omong kosong sepak bola modern dan segala kapitalismenya. Ia datang dengan banderol sangat murah. Ia digaji dengan murah murah, tidak menyentuh angka ratusan ribu poundsterling per pekan.

Ia mesin bertenaga Ferrari di dalam mobil keluarga sederhana milik Leicester City. Hebatnya lagi, mobil keluarga yang sederhana itu melaju lebih kencang daripada tim-tim bermobil mahal dan mewah manapun di Liga Inggris saat ini.

Komentar
Penulis bisa dihubungi di akun @isidorusrio_ untuk berbincang perihal banyak hal, khususnya sepak bola.