Aku seperti anak kecil yang lain, suka bermain sepakbola dan futsal pada waktu duduk di bangku sekolah dasar. Salah satu jersi sepakbola yang pertama kali kumiliki adalah baju tempur Persija. Harus kuakui bahwa seragam itu tidak orisinal. Orang tuaku membelinya di lapak pedagang kaki lima dengan harga cuma puluhan ribu Rupiah.
Sebagai bocah, tentu aku belum mengenal strata dalam dunia jersi. Namun satu yang pasti, setiap kali aku mengenakan baju Macan Kemayoran itu, ada rasa bangga yang dalam. Rasa yang kemudian menumbuhkan cinta untuk Persija.
Ketika mengikuti perlombaan futsal antarsekolah, aku memilih baju itu sebagai seragam tandingku (saat berlaga kami menggunakan rompi sewarna). Nama Ismed Sofyan dan nomor punggung 14 yang tertera di punggung seolah memberiku kekuatan lebih saat tunggang langgang di atas lapangan.
Kebersamaan dengan jersi itu menimbulkan banyak hal di kepalaku. Satu yang paling terasa adalah pertanyaan klasik yang pasti dialami siapa saja yang menggemari sepakbola terutama kubu Macan Kemayoran, “Kapan aku bisa menyaksikan pertandingan Persija yang diperkuat Ismed secara langsung?”.
Hari demi hari berlalu, keinginan untuk melihat Persija berlaga secara langsung terus mekar di dada. Namun jauhnya jarak tempuh antara kota tempat tinggalku, Madiun, dengan Jakarta membuat segalanya seperti mimpi belaka. Paling banter, bersama pamanku, laga yang kutonton langsung di stadion adalah pertandingan yang dilakoni Madiun Putra atau PSM Madiun.
Sampai akhirnya, sebuah hal tak terduga diutarakan pamanku. Kami akan pergi ke stadion sekali lagi, tapi kali ini untuk menyaksikan Persela bertanding. Setidaknya, bukan laga Madiun Putra atau PSM terus yang jadi pilihan. Begitu isi kepalaku. Pada momen tersebut, Laskar Joko Tingkir memang mengungsi ke Madiun karena kandang mereka, Stadion Surajaya, sedang dibenahi.
Lebih girang lagi bahwa lawan yang mesti dihadapi Persela saat itu adalah Persija. Maka tanpa pikir panjang, kuiyakan ajakan paman. Tak lupa, aku bakal membawa baju Persija dengan nama dan nomor punggung Ismed tersebut.
Perasaan riang yang menggelayuti bikin aku semangat dalam melakukan aktivitas. Hariku rasanya indah sekali, tugas Bahasa Inggris serta Matematika yang diberikan guruku dan biasanya sulit, tiba-tiba jadi mudah saja untuk dikerjakan.
Pertandingan Persela melawan Persija berlangsung sore hari sehingga aku dan paman bisa berangkat dua jam sebelum pertandingan dimulai. Kebetulan, paman sudah memiliki tiket pertandingan. Sepulang sekolah, aku langsung diajaknya berangkat. Di balik seragam yang masih kukenakan, ada baju Persija yang terpasang.
Sepanjang perjalanan menuju Stadion Wilis, ada banyak hal yang meletup di kepala. Mulai dari bagaimana atmosfer laga di stadion nanti, siapa yang masuk starting eleven Persija, siapa pencetak gol di laga tersebut hingga siapa yang memenangkan pertandingan?
Kantor pamanku terletak di dekat stadion, maka beliau memarkir motor yang kami gunakan di sana. Aku lantas melepas seragam sekolah yang kupakai. Ya, aku masuk ke stadion dengan seragam Ismed itu. Ah, senang sekali rasanya. Perasaan itu makin membuncah begitu aku duduk di tribun stadion dan melihat penggawa Macan Kemayoran melakukan pemanasan. Akhirnya, impianku terwujud.
Layaknya suporter sepakbola lainnya, aku juga tak berhenti berteriak saat menyaksikan penggawa Persija mendapatkan peluang mencetak gol. Saat mereka gagal mengeksekusi peluang emas, rasanya menyebalkan sekali. Namun di momen mereka berhasil menggetarkan jala Persela, rasanya tribun Stadion Wilis bergetar.
Sayangnya, harapan untuk melihat Macan Kemayoran meraih kemenangan di Madiun tertunda. Sepasang gol yang dibukukan Pedro Javier dan Robertinho Pugliara bisa disamakan oleh Irsyad Aras dan Gustavo Lopez. Walau begitu, aku tak terlalu kecewa sebab yang terpenting, aku dapat menyaksikan laga Persija secara langsung.
Laga pada 15 Februari 2012 itu takkan pernah hilang dari ingatan. Momen tersebut bakal abadi sebagai penguat rasa cintaku untuk Persija. Merekalah yang membuatku menaruh hati pada sepakbola Indonesia dan berani menahbiskan diri sebagai The Jak, pendukung setia Macan Kemayoran.
Seiring bertambahnya usia, koleksiku tentang Persija pun bertambah banyak. Jika dahulu cuma memiliki sepotong baju tiruan dengan nama dan nomor punggung Ismed, sekarang aku sudah punya beberapa pernak-pernik lain semisal syal, topi, dan tentu saja jersi dengan kualitas lebih baik.
Sajete!