Sudah Waktunya Hijrah, Sardar Azmoun!

Bicara tentang pesepakbola hebat dari Iran pada masa lalu, maka fans pasti mengingat figur Ali Daei, Mehdi Mahdavikia, dan Javad Nekounam. Sementara di masa sekarang, nama Sardar Azmoun pasti sulit diabaikan begitu saja.

Bersama sosok seperti Alireza Jahanbakhsh, Ali Karimi, dan Milad Mohammadi, Azmoun memanggul harapan publik Iran yang haus akan prestasi dari tim nasionalnya. Jika merunut sejarah, trofi mayor terakhir yang digapai Team Melli adalah Piala Asia 1976. Artinya, mereka sudah mengalami paceklik gelar selama 44 tahun!

Iran bak raksasa yang tak kunjung bangun dari tidurnya. Hegemoni mereka dilahap habis oleh para rival seperti Arab Saudi, Australia, Irak, Jepang, dan Qatar yang bergantian menjadi raja di Benua Kuning dalam kurun tiga dasawarsa pamungkas.

Azmoun mulai membela tim nasional Iran pada level senior tatkala usianya baru menginjak 19 tahun. Berbekal talenta hebat, ia menyegel satu tempat di sektor depan. Sumbangsih paling mencolok dari pemain yang bisa berperan sebagai penyerang tengah maupun second striker ini adalah 11 golnya dari 14 laga babak kualifikasi Piala Dunia 2018 silam.

Lewat torehan tersebut, ia berhasil mengantar Team Melli lolos ke putaran final Piala Dunia 2018 di Rusia. Namun sial, Iran gagal lolos dari penyisihan grup lantaran kalah bersaing dari sepasang raksasa sepakbola Eropa, Portugal dan Spanyol. Gara-gara hasil minor itu, skuad Iran beroleh cacian dari seantero negeri.

Cacian dari publik Iran bikin ibunda Azmoun tak kuat. Kondisi kesehatannya memburuk dan membuat sang putra memutuskan buat pensiun dini seraya menemani ibunya agar lekas pulih.

“Situasi tersebut memaksaku untuk membuat pilihan. Maka aku membulatkan tekad untuk pensiun dari timnas guna fokus menemani ibu”, terang Azmoun seperti dikutip dari BBC.

Namun keputusan Azmoun untuk pensiun dari timnas hanya berlangsung sebentar karena di akhir tahun 2018 ia sepakat kembali mengenakan kostum Iran usai dibujuk oleh sejumlah rekan setim, Carlos Queiroz (pelatih Iran pada saat itu) dan pihak federasi. Ia pun berjasa atas kelolosan Team Melli ke Piala Asia 2019 meski kiprah mereka selesai di semifinal.

Lahir pada 1 Januari 1995 di Gonbad-e Kavus, Azmoun sudah menunjukkan ketertarikannya terhadap sepakbola kala masih bocah. Ayahnya, Khalil, yang merupakan mantan atlet voli profesional Iran, lantas mengirim sang putra ke tim junior Oghab Gonbad.

Mulai dari situ, Azmoun beroleh kesempatan untuk meningkatkan kemampuannya agar berkembang sebagai pesepakbola profesional. Dari Oghab, ia lantas pindah ke Shamoushak Gorgan, Etka Gorgan, dan akhirnya bergabung dengan tim muda salah satu klub papan atas di Iran, Sepahan.

BACA JUGA:  Ego Messi, Sumber Keterpurukan Barcelona

Akan tetapi, sosok setinggi 186 sentimeter ini tak mencicipi debut profesionalnya sebagai pesepakbola di negerinya sendiri. Akibat dari performa eloknya semasa belia, kesebelasan asal Rusia, Rubin Kazan, kepincut untuk meminangnya. Pada tahun 2013, Azmoun pun resmi bergabung dengan klub yang memenangkan Liga Primer Rusia dua kali itu.

Meski kesempatannya untuk merumput tak begitu banyak, tapi setiap kali diturunkan, lelaki yang disebut-sebut sebagai Lionel Messi-nya Iran ini selalu mampu memamerkan kapasitasnya. Investasi yang dilakukan Rubin pun tak sia-sia.

Namun demi beroleh jam terbang lebih tinggi, Azmoun sempat dipinjamkan ke FC Rostov pada pertengahan musim 2014/2015. Ciamiknya, ia sukses membantu Rostov lepas dari jerat degradasi pasca-menang dari FC Tosno di babak playoff.

Masa peminjamannya di Rostov berlanjut hingga musim selanjutnya. Apiknya lagi, di musim 2015/2016 Rostov tak lagi berkubang di papan bawah. Mereka justru tampil gagah dan bersaing dengan CSKA Moskow memperebutkan titel Liga Primer Rusia hingga pekan terakhir.

Ada satu syarat yang bisa mengantar mereka jadi jawara saat itu yakni memenangkan laga terakhirnya sementara CSKA kehilangan poin di pertandingan lain. Sayang, hal itu tak terwujud karena kedua tim sama-sama memetik angka penuh. Alhasil, Rostov kudu puas duduk di peringkat kedua dan sekadar menggenggam tiket ke Liga Champions musim berikutnya.

Jelang musim 2016/2017, Rubin dan Rostov berebut hak kepemilikan Azmoun setelah klub yang disebut kedua menyetujui klausul penebusan yang tertera dalam kontraknya. Tetapi kubu yang disebut terlebih dahulu menampik klausul itu dan menyatakan bahwa Azmoun adalah penggawa mereka secara sah.

Kasus ini berlarut-larut dan membuat kedua belah pihak melanjutkan perseteruannya ke induk organisasi sepakbola dunia, FIFA, dan badan arbitrase olahraga profesional (CAS). Beruntung bagi Rostov, CAS berpihak kepada mereka dan memastikan status Azmoun sebagai salah seorang penggawanya.

Karier pemilik 50 penampilan dan 32 gol bareng tim nasional Iran tersebut memang mengilap bersama Rostov. Namanya makin dikenal publik lantaran sanggup menciptakan gol pada ajang Liga Champions.

Setelah memperkuat Rostov, Azmoun balik kucing ke Rubin selama semusim sampai akhirnya dipinang salah satu jagoan di Liga Primer Rusia, Zenit St. Petersburg. Ia didaratkan ke Stadion Gazprom Arena pada 1 Februari 2019 dan menerima kontrak selama 3,5 musim.

Ciamiknya, di musim perdananya berkostum Zenit, Azmoun sanggup mengantar kesebelasan dengan seragam berwarna biru muda itu jadi kampiun Liga Primer Rusia. Namun di ajang Piala Rusia dan Liga Europa, Zenit tak dapat berbicara lebih banyak.

BACA JUGA:  Perlukah Mengambil Lisensi Kepelatihan untuk Menulis Sepak Bola?

Sementara di musim 2019/2020, ia berpeluang merengkuh titel Liga Primer Rusia keduanya. Hingga pekan ke-23, Zenit yang dilatih Sergei Semak masih kokoh di puncak klasemen dengan koleksi 53 poin. Mereka unggul jauh dari Lokomotiv Moskow yang bertengger di peringkat dua usai mengepulkan 44 angka. Kendati rontok lebih awal di Liga Champions, tapi Zenit sudah menjejak semifinal Piala Rusia dan berpeluang melaju ke partai puncak.

Lebih jauh, seperti yang dilansir dari Transfermarkt, kini ia memegang rekor sebagai pemain asal Iran dengan koleksi gol terbanyak di Liga Champions yakni empat buah (masing-masing dua gol bersama Rostov dan Zenit). Jumlah itu melampaui capaian Daei maupun Mahdavikia di masa lalu.

Berkat prestasi yang diraihnya, sejumlah klub besar Eropa menaruh atensi terhadap kemampuan Azmoun dan ingin memboyongnya dari Zenit. Dirilis Mundo Deportivo, Atletico Madrid merupakan salah satu klub yang ngebet menginginkan jasanya.

Selain itu, Arsenal juga serius untuk mendapatkan tanda tangannya seperti yang dikabarkan oleh Teamtalk. Arsitek The Gunners, Mikel Arteta konon akan memanfaatkan koneksinya dengan legenda Zenit yang juga rekan setimnya saat masih aktif bermain dahulu di Arsenal, Andriy Arshavin.

Terlebih, kubu Meriam London dikabarkan sibuk mencari pengganti Pierre-Emerick Aubameyang yang siap angkat kaki dari Stadion Emirates karena masa depannya belum jelas. Meski profilnya berbeda, bisa saja Azmoun menjadi jawaban yang dibutuhkan Arsenal jika Aubameyang benar-benar hijrah.

Menariknya, ada klub Liga Primer Inggris lain yang siap berjibaku di bursa transfer memperebutkan jasa Azmoun yaitu Leicester City dan Wolverhampton Wanderers.

Akan tetapi, klub manapun yang berniat untuk merekrut Azmoun kudu siap menggelontorkan uang yang tidak sedikit. Pasalnya, ia dinilai sebagai figur yang penting oleh klub dan kemungkinan tak masuk daftar jual. Kemudian, perjanjian kerjanya bersama Zenit juga baru berakhir pada 2022 mendatang. Oleh Transfermarkt, Azmoun ditempatkan sebagai pesepakbola Asia dengan nilai pasar tertinggi ketiga (14,5 juta Euro), di bawah Son Heung-min (64 juta Euro), dan Shoya Nakajima (16 juta Euro).

Di usianya yang sudah menginjak 25 tahun, Azmoun pantas untuk menimbang kans hijrah dari Rusia dan menerima pinangan klub-klub lain di Benua Biru, utamanya yang lebih mapan. Siapa tahu, kariernya akan semakin meroket dan dapat menahbiskan diri sebagai pesepakbola Iran terbaik yang pernah merumput di Eropa.

Bagaimana Azmoun, berkenan pindah?

Komentar
Penggemar Manchester United dan Bayern Munchen yang hobinya menulis dan membaca ini bisa ditemui di akun Twitter @mtorieqa.