Vietnam dalam satu dekade terakhir menjelma menjadi salah satu raksasa sepakbola di Asia Tenggara. Padahal Negeri “Paman Ho” itu terbilang telat menseriusi sepakbola dibandingkan dengan para rivalnya di ASEAN. Ketika Indonesia mendapat gelar “Macan Asia” pada periode 1950-1960, saat itu Vietnam tengah dilanda peperangan hingga tahun 1970.
Vietnam baru mulai membenahi sepakbolanya pada tahun 1990-an dan memasuki tahun 2000-an mereka perlahan mulai meruntuhkan hegemoni Big Four Asia Tenggara seperti Thailand, Malaysia, Indonesia, dan Singapura.
Sejarah
Meski Vietnam hingga tahun 1970-an dilanda perang yang tak kunjung usai, olahraga sepakbola sebetulnya sudah ada terlebih dahulu di sana dibandingkan negara-negara lain di ASEAN. Menurut Cho Young-han dalam Football in Asia: History, Culture and Business, sepakbola Vietnam pertama kali dikenalkan oleh para tentara Prancis yang saat itu tengah menjajah pada tahun 1896.
Namun, karena adanya perang dan dianggap sebagai olahraga kaum marjinal, sepakbola Vietnam tidak seberkembang negara lain waktu itu. Baru pada medio 1915-1920 mulai muncul klub-klub dan kompetisi amatir yang di masih diisi campuran antara penduduk lokal dan para penjajah.
Singkat cerita, karena perang terus berkecamuk, pada medio 1950-an sepakbola Vietnam justru terpecah menjadi dua yakni, Vietnam Utara dan Selatan. Dan baru menyatu lagi pada tahun 1976.
A Brief Primer on Vietnam's Football History. https://t.co/Dld6fGIsDO pic.twitter.com/ukcXGvCeMv
— Urbanist Hanoi (@UrbanistHanoi) April 28, 2018
Baru tahun 1989, pemerintah Negeri “Naga Biru” menaruh perhatian khusus pada sepakbola. Namun saat itu pemerintah di sana melarang keterlibatan asing pada sepakbola, baik itu pemain, staf maupun pelatih.
Walhasil kompetisi yang dibuat dari tahun 1989-2000 cenderung berjalan di tempat. Liganya dipenuhi skandal dan timnasnya pun saat itu menjadi bulan-bulanan Big Four Asia Tenggara.
Sadar akan hal tersebut, pemerintah mulai membolehkan keterlibatan asing pada sepakbola pada tahun 2000. Dan puncaknya terjadi pada tahun 2007 di mana VFF (Vietnam Football Federation) menggandeng Arsenal dan JMG Academy dari Prancis untuk membuat semacam pusat pelatihan bagi talenta terbaik dan membantu mereformasi sepakbola Vietnam
Dilansir dari Esquire, datangnya pihak asing ternyata membantu Vietnam menemukan karakter bermain sesuai dengan karakter warga Vietnam yang terkenal gesit, ulet, kuat dan penuh determinasi. Selain itu, faktor sejarah sepakbola yang bermula dari kalangan marjinal dan militer tentu juga punya andil besar pada gaya main para pemain bola Vietnam hingga saat ini.
Kondisi terkini sepakbola Vietnam
Sejak tahun 2007, sepakbola Negeri “Naga Biru” tumbuh sangat pesat baik itu liga maupun timnasnya. Pada level timnas, tim berjuluk Golden Star Warriors berubah menjadi tim menakutkan di level ASEAN. Mereka sudah merengkuh dua gelar Piala AFF 2008 dan 2018. Selain itu mereka juga dua kali lolos perempat final Piala Asia pada tahun 2007 dan 2019.
Saat ini anak asuh Park Hang-seo juga bercokol di peringkat 96 FIFA. Di mana itu merupakan peringkat tertinggi di ASEAN.
Pembinaan usia muda mereka pun juga berhasil. Terbukti di timnas U-23 mereka berhasil meraih back to back emas pada ajang Sea Games tahun 2019 dan 2021. Dan pada tahun 2017 tim Prajurit Bintang Emas berhasil lolos ke Piala Dunia U-20 di Korea Selatan. Setahun berselang, timnas U-23 mereka berhasil mencapai babak final Piala Asia U-23 untuk pertama kalinya sepanjang sejarah.
https://twitter.com/UKinVietnam/status/1204410703903260674?s=20&t=SeawOZF7Y8UFxHN4WxUvWg
Di level liga, Negeri “Naga Biru” juga terus berbenah dan berdasarkan perangkingan dari AFC, V. League atau Liga Vietnam menjadi liga terbaik kedua ASEAN di bawah Thailand dan peringkat 16 di Asia. Selain itu para kontestan liga juga aktif bekerja sama dengan klub-klub Eropa seperti Inter Milan dan Borussia Dortmund.
Permainan khas Vietnam
Para pemain Negeri “Naga Biru” memang tidak dikaruniai dengan fisik yang tinggi. Akan tetapi mereka menggunakan kecepatan, keuletan, dan determinasi tinggi sebagai senjata yang mematikan saat bermain.
Bisa dibilang permainan terbaik Vietnam adalah ketika mulai ditukangi Park Hang-seo mulai 2017 silam. Selain mengandalkan karakter main pakem seperti di atas, pelatih asal Korea Selatan itu mampu memberikan warna baru bagi permainan Vietnam.
Golden Star Warriors berubah menjadi tim yang sangat kaya taktik, adaptif dan punya sistem permainan yang jelas. Para pemain Vietnam juga tampak lebih skillfull dan punya pemahaman taktik yang jauh berkembang.
https://twitter.com/afcasiancup/status/1488723979179339777?s=20&t=SeawOZF7Y8UFxHN4WxUvWg
Park Hang-seo jika selama menukangi Nguyen Anh Duc dkk, tidak terpaku pada satu skema bermain dan cenderung adaptif terhadap siapa lawan yang ia hadapi. Ia terkadang memakai 4-3-3, 5-3-2, 5-4-1, dan juga 3-4-3.
Jika menghadapi lawan yang punya kesulitan cukup tinggi seperti Jepang, mereka cenderung bermain bertahan dengan skema 5-3-2 atau 5-4-1 dan mengandalkan counter attack. Berbeda saat menghadapi dengan level setara atau di bawah mereka, Park Hang-seo cenderung bermain pressing tinggi, transisi cepat dan penguasaan bola dengan skema 3-4-3 atau 4-3-3.
Satu hal lain yang sangat menonjol dari Vietnam era Park Hang-seo adalah tim ini punya pertahanan yang kokoh sehingga sangat sulit dijebol gawangnya. Kekalahan terbesar Vietnam dari laga resmi terjadi pada tahun 2015 silam saat kalah 3-0 dari Thailand. Dan sejak itu, Golden Star Warriors tidak pernah kalah dengan selisih lebih dari dua gol.
(Sumber: Historia, esquiresg.com)