Cerita Tentang Kasper Schmeichel dan Sang Ayah

I had people camping behind my goal and hearing the whispers, ‘It’s Peter Schmeichel’s son’

Suatu kebenaran dalam hidup adalah bahwa kita tidak bisa memilih oleh siapa dan dari keluarga semacam apa kita dilahirkan. Sebagian dari kita yang kelahiran tahun 1980 mungkin berharap bahwa kita yang seharusnya jadi anak Ibu Ani, bukan Ibas. Tapi sebagian yang berpikir dari sisi lain, tidak ingin terbeban nama besar bapaknya, malah bersyukur tidak menjadi Ibas.

Nah, salah satu anak di dunia ini yang ketiban nama besar bapaknya adalah Kasper Schmeichel. Nama yang disandang sesudah kata “Kasper” itu sungguh besar. Nama “Schmeichel” identik dengan prestasi sesuai pencapaian pemilik nama itu, bapaknya Kasper yang bernama Peter. Peter Schmeichel.

Kasper Schmeichel lahir pada 5 November 1986. Sewaktu Kasper lahir, bapaknya mungkin belum apa-apa. Pada usia 23 tahun, Peter Schmeichel hanyalah seorang kiper di klub Hvidovre. Mungkin ini yang disebut sebagai rezeki anak. Faktanya, sesudah Kasper lahir, tidak lama kemudian Schmeichel Senior pindah ke klub besar Denmark bernama Brondby, meninggalkan Hvidovre dengan 78 penampilan plus 6 gol.

Kala Kasper berumur lima tahun, sang ayah diangkut ke Manchester United dan tumbuh menjadi legenda dengan puncak penampilan nan heroik pada final melawan Bayern Munchen. Peter Schmeichel ada di kotak penalti ketika Teddy Sheringham mencetak gol. Sebuah penampilan lelaki berusia 36 tahun yang akan selalu dikenang sepanjang masa oleh penggemar sepak bola dunia.

Sesudah itu, Schmeichel senior memang pindah ke Sporting CP di Portugal, serta menghabiskan periode singkat di Aston Villa dan mengakhiri karier dengan 29 pertandingan di Manchester City. Dan meski pamor Schmeichel senior perlahan memudar, nama “Schmeichel” itu kadung besar kebetulan dibawa oleh Kasper.

Pada tahun Peter masuk City, Kasper juga masuk ke akademi. Setelah melakoni nasib dipinjam-pinjamkan ke Darlington, Bury, dan Falkrik, Kasper melakoni debut sebagai pemain City pada pertandingan melawan West Ham, Agustus 2007.

Debut di usia 21 tahun, di tim kaya baru yang sedang merangkak naik, menyandang nama Schmeichel, tampaknya Kasper akan menjadi lebih mantap daripada bapaknya. Sepekan setelah debut, dia bahkan menepis tendangan penalti Robin van Persie.

BACA JUGA:  Mengoleksi Jersey Klub Indonesia Memberi Sensasi Tersendiri

Schmeichel junior ini juga berhasil clean sheet pada pertandingan melawan klub yang menjadikan bapaknya sebagai legenda. Tujuh kali jadi starter dan hanya kebobolan lima gol. Benar-benar memperlihatkan bahwa Kasper akan merintis jalan persis bapaknya, jadi kiper hebat.

Apa daya, si kecil Kasper rupanya masih kalah pamor dari legenda Swedia bernama Andreas Isaksson plus eks legenda Newcastle United bernama Shay Given. Lebih parah lagi, pada saat yang sama muncul nama Joe Hart.

Kombinasi pelik tersebut pada akhirnya melemparkan pria dengan nama besar “Schmeichel” ke klub bernama Notts County pada tahun 2009. Persis ketika Joe Hart merintis kepopuleran di Birmingham City, Kasper malah terbenam.

Tahun 2010, Kasper pindah ke klub kecil yang sempat punya nama besar, Leeds United. Penggemar bola yang sempat nonton Piala FA pasti pernah menyimak penampilannya ketika menahan imbang Arsenal di ronde ketiga Piala FA, di Emirates.

Setahun kemudian, Kasper bertemu lagi dengan pelatih yang memberinya debut di City, Sven-Goran Eriksson. Tahun 2011 inilah kali pertama Kasper berkostum Leicester City.

Jika bapaknya pindah ke tim besar yang menjadikan nama “Schmeichel” legenda pada usia 28 tahun, maka pada usia yang sama seorang Kasper baru saja kembali ke Premier League. Butuh nyaris tujuh tahun bagi seorang kiper dengan beban nama besar untuk kembali lagi ke pentas Liga Primer Inggris.

Sesungguhnya meski berlaga di kasta kedua, Kasper tidak jelek-jelek amat. Namanya beberapa kali dihubungkan dengan klub-klub besar Eropa. Namun nasib mungkin menuntun seorang Kasper Schmeichel untuk terlibat dalam sebuah kisah yang kemungkinan akan menjadi legenda Premier League hingga 50 tahun ke depan, bersama Leicester City.

Hingga pekan ke-29, Kasper sudah tampil sebanyak 29 kali. Sejauh ini, Kasper kebobolan 31 kali, dan sudah 10 kali clean sheet. Total jenderal hingga game week 29 berakhir, Schmeichel junior ini sudah membuat 77 penyelamatan, tiga lebih sedikit dibandingkan yang dibuatnya sepanjang musim 2014/2015 silam.

BACA JUGA:  Carney Chukuwuemeka: Berkembang di Chelsea atau Menjadi Loan Army?

Memang, kebobolan 31 kali itu jumlah yang tidak sedikit. Rekor paling sedikit di Premier League hingga pekan ke-29 adalah milik Hugo Lloris dengan 24 gol.

Pencapaian Kasper sendiri juga lebih buruk dari kombinasi Petr Cech-David Ospina, David De Gea-Sergio Romero, Marten Stekelenburg-Fraser Forster, hingga Gomes. Namun angka 31 itu setara Joe Hart dan setara Manchester City, sebuah tim yang punya kenangan baik dan buruk pada karier Kasper.

Ya, karena sesungguhnya Leicester City bukan sekadar Jamie Vardy dan Riyad Mahrez, namun juga karena kilap seorang Kasper Schmeichel di bawah mistar dengan lindungan Robert Huth dan Wes Morgan.

Jika nanti akhirnya Leicester City bisa menjaga laju untuk kemudian merengkuh gelar Premier League, maka Kasper bisa lepas dari beratnya beban menjadi anak Peter Schmeichel. Bapaknya meraih gelar bersama tim unggulan, sedangkan –jika berhasil– Kasper mendapatkan gelar bersama tim yang merupakan kandidat degradasi di awal musim.

Diperbandingkan melulu adalah salah satu beban hidup Kasper. Sudah terlalu banyak orang mencandai Kasper dengan keagungan Peter. Kata-kata semacam “kamu tidak akan sehebat bapakmu” adalah rutin diterima Kasper. Bagi Kasper, itu jelas mengganggu.

Maybe they think it gives them an intro. I have always let it slide, let it slide, let it slide but I have reached the point in my life where I am 29-years-old, I’m a father. I think, ‘No, I’m not going to let it slide anymore‘”

Kasper Schmeichel, seorang kiper dari tim hebat, seorang ayah, dan seorang penyandang nama besar Schmeichel di bawah mistar gawang kini bisa menepuk dada karena sedikit lagi dia akan dapat disejajarkan dengan bapaknya.

Sebuah beban yang tidak mudah ternyata berkaitan dengan sebuah perjalanan sebenar-benarnya merangkak dari bawah. Maka sekarang, selain menyebut De Gea atau Cech, segera perhatikan yang berdiri di bawah mistar The Foxes, akan ada nama legenda yang dipegang oleh seorang calon legenda. Namanya: Kasper Schmeichel.

 

Komentar
Pemiliki blog ariesadhar.com dan pengelola FPL Ngalor Ngidul yang terusir dari striker, terengah-engah kala jadi gelandang, ditipu berulang kali saat jadi bek, lantas nyaman berada di bawah mistar.