Tak semua pesepakbola punya kemampuan seperti Cristiano Ronaldo atau Lionel Messi, dan tentu saja, tak semua dari mereka cukup beruntung untuk merasakan kebanggaan membela tim nasional. Lyle Taylor contohnya. Pemuda kelahiran Greenwich, Inggris, 25 tahun silam ini jelas tak berada di level yang sama dengan Harry Kane, Danny Welbeck, atau Daniel Sturridge untuk bisa mencuri hati Roy Hodgson dan membela tim nasional Inggris. Maka dari itu, ketika negara asal kakeknya memanggil, Taylor tak berpikir dua kali.
27 Maret 2015 silam, Montserrat, negara yang lebih dikenal akan letusan gunung berapinya, harus menghadapi Curacao dalam partai yang menentukan langkah mereka selanjutnya ke putaran final Piala Dunia 2018 di Rusia. Pada pertandingan dua leg yang akhirnya dimenangi Curacao tersebut, Taylor mencatatkan debutnya. Tak hanya itu, pemain yang juga berprofesi sebagai model dan bintang iklan ini pun berhasil mencetak gol pada laga pertama yang dimenangi Curacao 2-1. Sayang, hasil imbang 2-2 pada leg kedua memupus mimpi Montserrat untuk bisa berlaga di putaran final Piala Dunia.
Debut tersebut memang tak berakhir manis bagi Taylor, akan tetapi, bagi penyerang Partick Thistle yang dipinjam dari Scunthorpe United tersebut, laga itu adalah laga yang takkan ia lupakan sepanjang hidupnya. Siapa yang bisa melupakan perjalanan yang mengharuskan seseorang untuk menempuh 12 penerbangan, 2 perjalanan laut, 9.000 mil, dalam 11 hari? Untuk bisa sampai ke Monserrat dan kemudian kembali lagi ke Skotlandia, ada 14 perjalanan yang harus ditempuh pemain bertinggi 188 cm ini. Berikut detilnya, seperti yang dituliskan di Daily Mirror:
Perjalanan Ke-1: Glasgow ke London
Perjalanan Ke-2: London ke Barbados
Perjalanan Ke-3: Barbados ke St. Martin
Perjalanan Ke-4: St. Martin ke Antigua
Perjalanan Ke-5: Antigua ke Curacao
Perjalanan Ke-6: Curacao ke Antigua
Perjalanan Ke-7: Antigua ke St. Martin
Perjalanan Ke-8: St. Martin ke St. Kitts
Perjalanan Ke-9: St. Kitts ke Curacao
Perjalanan Ke-10: Curacao ke Antigua
Perjalanan Ke-11: Antigua ke Montserrat (kapal)
Perjalanan Ke-12: Montserrat ke Antigua (kapal)
Perjalanan Ke-13: Antigua ke London
Perjalanan Ke-14: London ke Glasgow
Dalam wawancara dengan Press Association Sport, Lyle Taylor menceritakan bagaimana ia bisa sampai membela timnas Montserrat. Taylor mengatakan bahwa ia paham betul bahwa ia bisa membela timnas Montserrat dan berulang kali ia bersama ayahnya berkelakar soal itu. Namun, hingga panggilan itu tiba, ia sama sekali tak pernah menyeriusi kemungkinan tersebut.
Kakek dan nenek Lyle Taylor dari pihak ayahnya adalah orang Montserrat asli, akan tetapi, pada tahun 1950-an, mereka beremigrasi dari pulau berpenduduk ± 5.000 orang tersebut ke Inggris. Di Inggris pulalah, ayahnya lahir, dan Lyle Taylor merupakan generasi ketiga pertama keluarga emigran tersebut yang kembali ke Montserrat. Bagi Taylor, kembali ke Montserrat adalah pengalaman nyaris spiritual yang tak ada duanya.
Di Montserrat, di mana sisa-sisa letusan gunung berapi 20 tahun silam masih menyisakan residunya yang memilukan, Taylor bahkan berhasil menemukan anggota keluarganya yang bahkan tak pernah ia ketahui keberadaannya.
“Seorang paman tiba-tiba saja datang dan mengetuk kamar hotelku. Namanya William dan ia datang begitu saja. Itu benar-benar pengalaman yang tak ada duanya. Aku tak tahu bahwa aku punya paman (yang ini), bahkan ayahku pun tak tahu kalau ia punya saudara tiri,” tutur Taylor. “Ia menceritakan tentang kakek dan nenekku dan aku hanya berdiri, tercengang,” tambahnya.
Perjalanan Taylor tak berhenti pada reuni keluarga saja. Di Plymouth, ibukota Montserrat, ia melakukan perjalanan menyusuri sisa-sisa letusan gunung berapi. “Mengerikan rasanya melihat sesuatu yang memiliki kekuatan luar biasa, di mana tak seorangpun memiliki kuasa atasnya, bisa begitu saja memuntahkan isinya tanpa peringatan. Orang-orang di sini (Montserrat) hidup berdampingan dengan ini semua dan aku tak tahu bagaimana mereka bisa melakukannya,” ungkap Taylor.
Demi membela sebuah tim nasional, yang merupakan muara dari seluruh aktivitas persepakbolaan, itulah jarak yang ditempuh oleh seorang Lyle Taylor. Perjalanan dari Highland ke Karibia jelas bukan perjalanan singkat bagi Taylor yang sebelum melakukan perjalanan ini menganggap perjalanan ke Carlisle saja sudah jauh. Hmm, kalau begini situasinya, menyerang pemain-pemain keturunan yang membela sebuah timnas rasanya agak kurang adil, bukan, Roberto Mancini?