Liga Inggris menjalani musim yang unik. Kita tahu bagaimana kisah sukses Leicester City, tim yang setahun lalu berjuang lolos dari kejaran degradasi, saat ini justru menjadi pimpinan klasemen sementara Liga Inggris. Namun, cerita tak hanya sampai di situ.
Ada nama West Ham United yang juga menampilkan performa bagus. Memang, saat ini mereka hanya bercokol di urutan ke-6klasemen sementara. Selisih dua angka dari Manchester United dan tiga angka dari Manchester City. Namun, kemungkinan menjejakan kaki di Liga Champions musim depan masih terbuka lebar.
Berbicara tentang West Ham, tak lengkap jika tak membicarakan Dimitri Payet. Selain Slaven Bilic, Payet adalah alasan lain di balik moncernya penampilan klub asal London ini.
Kedatangannya memang serba pas. Tepat ketika Slaven Bilic datang dan ketika musim Liga Inggris mempersilakan para pemain dari klub-klub kuda hitam untuk unjuk gigi.
Musim ini adalah musim perdana Payet mengenakan seragam West Ham United. Yang berarti juga menjadi musim pertama merumput di Liga Inggris.
Sebagai pemain baru dan berada di lingkungan bermain baru pula, tentu dibutuhkan mental dan skill mumpuni untuk sekadar mentas. Dan nyatanya, Payet mampu beradaptasi dengan baik di kerasnya Liga Inggris. Bahkan melebihi ekspektasi.
Nama Payet bersama The Hammers jelas tak sepopuler Mesut Ozil dengan Arsenal. Ozil adalah juara dunia dan namanya sudah dikenal luas lebih dahulu daripada Payet. Rasanya terlalu jauh membandingkan keduanya.
Bermain bersama The Hammers yang notabene klub asal Kota London, mau tak mau membuat Payet bersaing secara langsung dengan Mesut Ozil, gelandang Arsenal, klub asal London lainnya. Dan secara statistik, ia kalah jauh dari sang gelandang Jerman. Dengan 8 asis, koleksinya masih terpaut 10 dari milik Ozil.
Namun, statistik tak bisa digunakan sepenuhnya untuk menilai kontribusi pemain. Para fans The Hammers bahkan berani menyebut bahwa Payet lebih baik daripada Zinedine Zidane. Dan seperti halnya Zidane, permainan Payet tak bisa dinilai dari statistik.
Bukti teranyar adalah bahwa ia sanggup meraih gelar London Player Of The Year, sebuah penghargaan bagi pemain yang berasal dari klub asal London. Ingat, London. Yang mana itu berarti ia bersaing dengan nama-nama macam Harry Kane, Willian Borges, dan the one and only, Mesut Ozil. Hal ini membuktikan bahwa statistik yang baik, tak menjamin datangnya penghargaan pribadi, layaknya Zidane dan Payet.
Menyenangkannya seorang Payet adalah sifatnya yang rendah hati. Disebut melebihi sang senior dari Prancis, ia menolak. Ia justru menunjuk Ronaldinho sebagai panutan sekaligus idolanya dalam bermain si kulit bulat. Bahkan ketika ia terpilih sebagai transfer terbaik di Liga Inggris, ia justru menunjuk N’golo Kante yang seharusnya mendapatkannya. Tentu ini berbeda jauh dengan sosok Zlatan Ibrahimovic atau Cristiano Ronaldo.
Jika dilihat dengan saksama, permainannya memang tak mirip sama sekali dengan Ronaldinho. Namun, yang pasti ia juga sanggup membawa West Ham, dari klub medioker menjadi pembunuh tim-tim besar.
Dan mungkin jika striker West Ham memiliki striker dengan kapasitas sekelas Harry Kane atau Alexis Sanchez, sumbangsih asis dari Payet juga akan melonjak. Patut dicatat bahwa Payet adalah chances creator terbanyak di Eropa dengan 221.
Kegemilangannya di klub, pada akhirnya dan sudah seharusnya membawanya ke timnas Prancis. Pekan lalu ia bermain bersama timnas untuk menghadapi Belanda (26/3) dan Rusia (30/3). Dan anehnya, ini adalah pemanggilan pertamanya dalam satu tahun terakhir. Hebatnya lagi, ia mengenalkan diri sebagai salah satu raja freekick saat ini, dengan melesakkan golnya ke gawang Rusia, dua menit setelah masuk lapangan. Golnya ini juga menjadi hadiah ulang tahunnya.
Publik Prancis mungkin saat ini paling bersyukur akan moncernya karier pemain berusia 29 tahun ini. Usianya memang tak lagi muda. Namun, ia berada di puncak performa.
Ia datang tepat ketika Prancis membutuhkan sosok gelandang kreatif seperti dirinya. Ia menjadi pengganti yang pas ketika Franck Ribery dan Samir Nasri pensiun dari timnas serta Matthieu Valbuena sedang tak fokus akibat terkena kasus skandal video sex yang melibatkan dirinya dan Karim Benzema.
Apalagi dengan status Perancis sebagai tuan rumah gelaran Piala Eropa, yang sudah pasti tak mau hanya numpang lewat. Publik tentu ingin Les Bleus menjadi salah satu kandidat juara yang diperhitungkan kontestan lain.
Usia puncaknya saat ini juga bisa menjadikannya pemimpin tim. Setidaknya di lini serang Prancis. Karena pemain-pemain muda macam Paul Pogba, Antony Martial dan Antoine Griezmann, tentu memerlukan sosok panutan. Karena itu tak berlebihan jika membuatnya pantas disebut sebagai the right man in the right time.