Dua Kali Cedera Parah, Dia Tetap Boaz yang Kita Kenal di Tahun 2004

Dua Kali Cedera Parah, Dia Tetap Boaz yang Kita Kenal di Tahun 2004
Dua Kali Cedera Parah, Dia Tetap Boaz yang Kita Kenal di Tahun 2004

Gelaran Piala AFF 2004 menjadi momen yang masih terngiang di kepala banyak orang. Untuk ketiga kalinya secara beruntun, Indonesia kembali harus puas menduduki peringkat kedua di gelaran sepakbola paling prestisius se-Asia Tenggara tersebut.

Namun di samping itu, penampilan seorang pemuda yang belum sedetik-pun mencicipi liga kasta tertinggi di Indonesia membuat gelora semangat bergetar di kalangan masyarakat Indonesia.

Liukan dan aksi Boaz Solossa memang bukan hal yang biasa. Pemuda yang diangkut ke timnas langsung selepas gelaran PON 2004 ini memberi nafas tiada berakhir bagi pasukan Peter White. Tidak hanya bertumpu pada kecepatan – seperti banyak winger Indonesia – akselerasi Boaz juga diimbangi dengan body balance (keseimbangan tubuh) dan naluri penempatan posisi yang baik sehingga ia bisa menjadi pemecah kebuntuan tim.

Andaikan waktu itu bung Valen sudah rajin tampil di televisi, mungkin beliau bisa kehabisan kata-kata hiperbolik dan metapora untuk menggambarkan aksi Boaz mengiris jantung pertahanan lawan dengan gocekan 378 keahliannya. Sayang, turnamen tersebut tak berakhir manis ketika di laga paripurna Boaz justru mengalami cedera yang cukup parah berkat terjangan tekel pemain Singapura.

Kemudian menjelang gelaran Piala Asia 2007 di Jakarta, Boaz mengalami cedera, namun yang ini jauh lebih parah. Sampai-sampai, Boaz sendiri pun tidak yakin jika ia dapat kembali bermain seperti sedia kala.

Setelah ditekel lawan, saya melihat kondisi kaki. Saat itu saya langsung berpikir tak akan bisa lagi main sepakbola. Cedera yang saya alami terlihat mengerikan,” ucap Boaz mengenang tragedi cedera tahun 2007.

Alhasil ia pun harus absen membela timnas dan kembali pupus harapan masyarakat Indonesia untuk menyaksikan penampilan Boaz yang masih berusia emas. Tiga tahun berselang di gelaran Piala AFF 2010, secara mengejutkan Boaz tidak dipanggil oleh Alfred Riedl untuk bergabung dengan Firman Utina dan kawan-kawan.

Pemimpin dan Pejuang

Namun, ramalan Boaz terhadap masa depan untungnya tidak terwujud, Selepas rehabilitasi cedera yang memakan waktu hampir 10 bulan, Bochi – sapaan akrab Boaz – kembali menunjukkan mengapa ia adalah salah satu yang terbaik di sejarah sepakbola Indonesia.

BACA JUGA:  Mau Bermain Sepakbola yang Bagaimana, Luis Milla?

Karier Boaz di Persipura Jayapura dan timnas Indonesia berkembang ke arah yang lebih baik. Dan hal yang lebih penting lagi, Boaz berhasil bertransformasi menjadi pemain yang memberi pengaruh lebih besar baik di atas maupun di luar lapangan.

Jacksen F. Tiago menunjuk Boaz menjadi pemimpin Persipura Jayapura di tahun 2010 selepas kepergian sang kapten legendaris, Eduard Ivakdalam. Kemudian pada tahun 2011, Boaz kembali mengukir catatan manis ketika ia diangkat menjadi kapten timnas Indonesia.

Saya pikir hanya dia yang pantas. Selain berpengalaman, Boaz juga punya pembawaan yang tenang dan bisa jadi contoh bagi pemain muda di lapangan,” ujar Wolfgang Pical, asisten dari pelatih utama Alfred Riedl yang menariknya adalah pelatih yang memilih meninggalkan Boaz di turnamen AFF 2010.

Kerja keras Boaz untuk bangkit dari cedera terbayar lunas. Raihan empat gelar juara liga, tiga gelar pencetak gol terbanyak dan satu gelar pemain terbaik tentu bukan hal yang dapat dengan mudah diraih oleh orang yang menerima begitu banyak cobaan, cibiran dan cedera yang hampir merenggut kariernya.

Boaz kembali buas. Bagaikan singa, ia tahu kapan harus memangsa, dan kapan harus bertindak sebagai pemimpin bagi keluarga dan timnya.

 Persipura saat ini, Persipura selamanya

Hingga tahun 2018, Boaz Solossa masih setia berbaju merah hitam Persipura Jayapura. Meski sempat bergabung dengan tim lain dalam kompetisi non-liga –Pusamania Borneo–, toh Boaz adalah ikon terbesar yang mungkin pernah dimiliki oleh Persipura.

Boaz memang tak lagi se-liar dulu ketika ia rajin menyisir setiap inci lapangan untuk menekan pemain bertahan lawan. Tapi satu hal yang sama, Bochi adalah pemimpin yang enggan berpaling dan merelakan pasukannya diterkam musuh dengan mudah.

BACA JUGA:  Rendah Hati Seperti Guti

Mungkin zaman sudah berubah, dan kami tak bisa larang pemain pindah. Jadi sudah sulit sekali memang punya pemain seperti Boaz. Dia (Boaz) bermain dengan hati, bukan kejar uang semata. Kesetiaan seperti Boaz jadi barang yang mahal saat inI,” ucap Benhur Tomi Mano – Ketum Persipura – menyikapi Boaz yang memilih untuk bertahan di tengah eksodus pemain di awal musim 2018.

Rekan setim Boaz, Yustinus Pae juga mengamini pernyataan tersebut. “Sosok Boaz sangat penting bagi pemain-pemain muda, dia menjadi panutan. Itu yang menjadi kekuatan kami. Pemain muda sangat percaya diri, karena keberadaan Boaz dan sejumlah pemain senior lainnya.”

Boaz Solossa adalah satu dari segelintir pemain di Indonesia yang mampu memenuhi ekspektasi publik untuk menjadi pemain yang istimewa sejak ia bermain di level usia muda. Kemampuan Boaz di atas lapangan memang harus menjadi panutan bagi setiap pemain muda di Indonesia.

Apalagi dengan cetak biru sepakbola Indonesia yang kini memfokuskan permainan dengan sistem 4-3-3, Indonesia membutuhkan lebih banyak pemain penyerang sayap yang memiliki naluri selevel dengan Boaz Solossa, dan lebih utamanya memiliki mental, kesabaran dan kepemimpinan untuk dapat meraih sukses di level tertinggi.

Sanggupkah kita?

Catatan Statistik Boaz Solossa

  • Timnas: 47 penampilan, 14 gol
  • Persipura: 292 penampilan, 199 gol
  • Juara liga Indonesia: 5x (2005, 2009, 2011, 2013, 2016)
  • Pencetak gol terbanyak liga: 3x (2009, 2011, 2013)
  • Gelar pemain terbaik liga: 4x (2009, 2011, 2013, 2016)
  • Satu-satunya pemain Indonesia yang masuk ke daftar 50 pemain terbaik Asia 2017 versi Four Four Two
Komentar
Sarjana HI UGM yang entah bisa mewujudkan mimpi jadi diplomat atau tidak