Dunia Bayang-Bayang Dani Pedrosa

Di saat kancah MotoGP musim 2003 hingga 2005 diwarnai kedigdayaan Valentino Rossi sebagai juara dunia, melejitlah sesosok pebalap muda di kelas yang lebih rendah dengan prestasi yang tak kalah gemilang, Daniel “Dani” Pedrosa Ramal.

Figur kelahiran Sabadell tersebut sukses menorehkan tinta emas dalam karier balapnya usai merengkuh gelar juara dunia kelas 125cc (sekarang Moto3) di tahun 2003 dan titel kampiun dunia kelas 250cc (kini Moto2) pada tahun 2004 serta 2005. Hebatnya, Pedrosa menggapai hal tersebut dengan motor Honda yang di kelas 125cc atau 250cc, lebih inferior ketimbang Aprilia pada zaman itu.

Tak ayal, prospek cerah Pedrosa membuat petinggi Honda Racing Corporation (HRC) sebagai induk divisi balap pabrikan kondang asal Jepang tersebut, mendapuknya sebagai gacoan baru mereka di kelas utama Motogp per musim balap 2006.

Apalagi tim pabrikan Honda memiliki keterikatan tinggi dengan negara asal Pedrosa, Spanyol, akibat disponsori oleh perusahaan minyak dan gas ternama dari Negeri Matador, Repsol. Alhasil, Pedrosa yang ketika itu berumur 21 tahun menjadi tandem baru pebalap asal Amerika Serikat (AS), Nicky Hayden.

Luar biasanya, Pedrosa langsung memberi impresi positif tatkala menjalani debut di MotoGP. Pada balapan perdana di Sirkuit Jerez, Spanyol, ia berhasil finis di tempat kedua usai berduel sengit dengan pembalap Ducati berkebangsaan Italia, Loris Capirossi dan Hayden.

Berselang tiga seri kemudian, Pedrosa kembali mengejutkan publik lantaran sukses menggamit kemenangan perdananya di Motogp. Bertempat di Sirkuit Shanghai, Cina, pemuda setinggi 158 sentimeter ini berhasil mengalahkan Hayden dan Colin Edwards (Yamaha) guna finis terdepan.

Setelah itu, kilau Pedrosa sebagai ‘wonderkid’ MotoGP terasa semakin brilian karena selalu finis di empat besar dalam delapan seri berikutnya (termasuk memenangi Motogp Inggris di Sirkuit Donington Park). Secara tak terduga, namanya pun melesat sebagai kandidat juara dunia di tahun 2006!

BACA JUGA:  Muchlis Hadi Ning Syaifullah: Mulai Unjuk Kualitas Sebagai Penyerang Masa Depan Indonesia

Pilihan Honda untuk mempromosikan Pedrosa (dan siap mendapuknya sebagai ujung tombak) seakan tak salah pada momen itu. Namun sial, di fase-fase penentuan, Pedrosa justru gagal tampil apik sehingga kerap finis di luar enam besar. Alhasil, gelar dunia di musim tersebut jatuh kepada rekan setimnya, Hayden, yang sekaligus memutus dominasi Rossi.

Performa super yang Pedrosa perlihatkan di tahun 2006 membuat HRC mengambil keputusan besar sebelum mengarungi musim balap 2007. Guna mengikuti regulasi anyar dari Federation Internationale de Motorcyclisme (FIM) yang mewajibkan untuk seluruh tim menggunakan motor 800cc (mensubstitusi motor 990cc yang dipakai pada musim sebelumnya), Honda merancang kuda besi yang lebih sesuai dengan postur mini Pedrosa, RC212V.

Sayangnya, perjudian Honda justru berakhir pahit karena motor ini memiliki banyak sekali permasalahan. Pengembangan yang mereka lakukan tak sebaik yang diperbuat oleh Ducati, Suzuki dan Yamaha.

Kendati tampil konsisten dalam rentang 2007 sampai 2011 (era di mana motor 800cc digunakan), Pedrosa tak kunjung mampu beroleh gelar dunia. Ia selalu kalah dari pebalap lain seperti Rossi, Casey Stoner, dan Jorge Lorenzo sehingga namanya kerap diasosiasikan dengan bayang-bayang para kampiun dunia.

Di tahun 2012, FIM kembali memberlakukan aturan baru terkait motor yang bisa diturunkan. Sebagai pengganti motor 800cc, mereka menetapkan bahwa sejak musim tersebut, motor-motor yang ditunggangi para pebalap memiliki kapasitas mesin sebesar 1000cc.

Situasi itu membuat Honda merancang tunggangan baru yang diberi nama RC213V. Walau berpenampilan oke di sepanjang musim balap 2012, nyatanya Pedrosa masih gagal meraih titel dunia akibat kalah lagi dari Lorenzo yang menunjukkan aksi-aksi gemilang di atas motor Yamaha. Padahal, jumlah kemenangannya saat itu lebih banyak ketimbang kompatriotya tersebut.

BACA JUGA:  The Curious Case of Xherdan Shaqiri

Ironis, musim-musim balap berikutnya justru berlangsung makin tak mengenakkan bagi Pedrosa. Entah karena jengah dengan performanya yang ‘cuma bagus saja’ alias tak superior laiknya Lorenzo atau Rossi, Honda mendatangkan sosok Marc Marquez sebagai jagoan anyar per musim balap 2013.

Hebatnya, Marquez yang tujuh tahun lebih muda daripada Pedrosa, sanggup membuktikan kapabilitasnya secara paripurna. Tak tanggung-tanggung, gelar dunia berhasil disabet Marquez pada musim perdananya mentas di MotoGP.

Pencapaian apik itu sendiri dilanjutkan Marquez pada musim 2014, 2016, dan 2017. Prestasi tersebut jelas jomplang dengan apa yang telah diperbuat Pedrosa dalam kurun dua belas musim memperkuat tim pabrikan Honda di MotoGP.

Kini, di musim ketiga belasnya bertempur di MotoGP dan masih membela tim yang sama, pertanyaan mengenai kemampuan Pedrosa untuk mencaplok titel dunia akan muncul sekali lagi.

Kapan penantiannya tersebut berakhir?

Sebuah misteri yang kudu dijawab Pedrosa dengan cara luar biasa mengingat Marquez, Rossi, Lorenzo, Andrea Dovizioso, dan Maverick Vinales juga bakal mati-matian berjuang untuk menambah koleksi gelarnya atau mendapatkan titel perdananya di tahun 2018.

Beban Pedrosa sendiri terasa semakin besar karena Honda masih menimbang rencana ekstensi kontrak untuknya. Padahal, Marquez sudah memperpanjang masa baktinya bersama Honda sampai tahun 2020 mendatang.

Sanggupkah Pedrosa keluar dari bayang-bayang para rival?

Komentar