Garuda Select: Solusi atau Tautologi Primavera dan SAD?

Setelah Bagus Kahfi dan Brylian Aldama, menyusul satu lagi alumnus Garuda Select yang merantau di Benua Biru yaitu Septian David Maulana. Eks kapten Indonesia U-19 tersebut menyusul Brylian dengan melanjutkan karir di tim asal Kroasia, HNK Rijeka.

Tentu ada perasaan bangga menyaksikan eks anggota Garuda Select yang mendapat kesempatan berkiprah di Eropa alih-alih kembali ke Indonesia dan membela klub-klub lokal.

Pada tahun 2019 silam, federasi sepakbola Indonesia (PSSI) bekerja sama dengan Supersoccer (Group Djarum) dengan mengirim 24 pemain U-17 guna mengikuti pelatihan profesional sepakbola di Inggris selama enam bulan.

Para pemain tersebut bakal mendapat pelatihan dengan standar Eropa, baik di dalam dan di luar lapangan. Dennis Wise ditunjuk sebagai direktur program ini sementara Des Walker menjadi pelatih. Pencarian pemain dilakukan keduanya lewat program Elite Pro Academy U-16.

Bicara tentang program pembinaan pemain muda seperti ini, PSSI sebenarnya sudah punya proyek sejenis sejak tahun 1993. Mulai dari PSSI Primavera di Italia, lalu berlanjut ke SAD (Sociedad Anonima Deportiva) di Uruguay, dan sekarang di Inggris dalam wujud Garuda Select.

PSSI telah mengerahkan banyak upaya guna membangun sepakbola nasional. Gelontoran dana sudah dikuras demi membentuk sepakbola dalam negeri menjadi olahraga yang profesional dan berprestasi. Tolok ukurnya adalah prestasi tim nasional Indonesia.

Lantas sebuah tanda tanya pun mencuat. Dari program PSSI Primavera sampai SAD Uruguay, adakah yang mampu mendongkrak prestasi skuad Garuda?

PSSI Primavera

Program PSSI Primavera dilakukan dengan mengirim timnas U-19 mengikuti kompetisi junior di liga Primavera Italia. Program ini berlangsung dua gelombang yaitu Primavera I pada musim 1993/1994 dan Primavera II pada musim 1995/1996.

BACA JUGA:  Mengapa Fans Liverpool Enggan Mengheningkan Cipta untuk Ratu Elizabeth II?

Nama-nama tenar yang memperkuat tim Garuda Muda saat itu adalah Kurniawan Dwi Yulianto, Bima Sakti, Kurnia Sandy, Anang Ma’ruf, dan Yeyen Tumena.

Program ini dilaksanakan PSSI sebagai persiapan jelang bergulirnya Piala Asia U-19 1994 dan kualifikasi Olimpiade Atlanta 1996. Sayangnya, hasil yang dituai Indonesia tetap nihil.

Timnas yang diperkuat alumnus PSSI Primavera tidak mampu lolos dari fase grup Piala Asia U-19 1994 dan gagal dalam babak kualifikasi Olimpiade Atlanta 1996 lantaran ditekuk Korea Selatan.

SAD Uruguay

Program SAD berlangsung dari tahun 2008 sampai 2012. Setiap tahun PSSI mengirim talenta lokal untuk mengarungi kompetisi liga amatir di salah satu negara top Amerika Selatan, Uruguay.

Buah manis yang dapat dipetik dari program tersebut adalah Indonesia U-19 berhasil menjadi kampiun pada perhelatan Piala AFF U-19 tahun 2013 yang dimainkan di Indonesia.

Mantan anggota SAD yang memperkuat armada tempur Garuda Muda saat itu adalah Hansamu Yama, Maldini Pali, Mahdi Fahri Albaar, dan Dinan Javier.

Kendati demikian, hal tersebut tidak bisa dijadikan patokan bahwa program SAD berhasil. Dengan skuad yang hampir sama, Hansamu dan kawan-kawan gagal total pada perhelatan Piala Asia U-19 2014 lantaran finis sebagai juru kunci di babak penyisihan grup tanpa meraih sebiji poin pun. Sungguh miris.

Ilham Romadhona yang merupakan alumni PSSI Primavera 1993/1994 mengatakan bahwa program-program mengekspor pemain seperti ini perlu dievaluasi kembali.

Dilansir dari Indosport, Ilham mengatakan bahwa untuk membangun ekosistem yang kompetitif harusnya pemain disebar ke beberapa tim, bukan dijadikan satu seperti Primavera, SAD dan Garuda Select. Percuma bermain di luar negeri jika satu tim isinya orang Indonesia semua.

BACA JUGA:  Jangan Khawatir, Liverpool!

Membuka Jalan

Program-program seperti Garuda Select atau semacamnya dapat membuka peluang pemain untuk berkarir di luar. Harapannya agar pemain dapat meningkatkan kualitas mereka guna menjadi pionir timnas yang berkelas di masa depan.

Akan tetapi, merantau di negeri orang untuk bermain sepakbola belumlah cukup. Belajar dari alumni Primavera sampai jebolan SAD, kita pun bisa mendapati bahwa prestasi Indonesia masih jauh dari kata memuaskan.

Alumni Primavera dan SAD yang sempat mencicipi karir di Eropa seperti Bima Sakti, Kurniawan Dwi Yulianto, Alvin Tuasalamony, dan Manahati Lestusen, nyatanya juga mesti pulang ke tanah air. Baik karena kesulitan beradaptasi dengan kultur yang berbeda maupun ketidakmampuan bersaing dengan pemain-pemain muda asli Benua Biru.

Saat kembali ke Indonesia, mereka sanggup melejit sebagai tulang punggung klub yang diperkuatnya. Namun seperti ikan besar yang ada di dalam kolam kecil, hal itu belum cukup untuk mengangkat prestasi skuad Garuda di kancah internasional.

Harapan kepada tim Garuda Select jelas ada. Terlebih mereka menempuh pendidikannya secara langsung di Eropa. Namun kembali lagi, kapabilitas mereka sebagai pemain dan prestasi timnas Indonesia di masa yang akan datang selalu jadi acuan utama keberhasilan proyek ini.

Apakah program mengekspor pemain ke luar negeri adalah cara terbaik mengasah kemampuan para pemain muda Indonesia agar dapat membentuk timnas yang tangguh atau semua ini tak ubahnya tautologi kegagalan di masa lalu?

Komentar
Penggemar Barcelona yang paling sabar. Alumni perikanan tapi bercita-cita jadi wartawan. Bisa disapa di akun twitter @Alishaqiakbar.