Pelajaran Bagi Suporter Indonesia di Tengah Pandemi Corona

Sepakbola Indonesia terpaksa dihentikan saat kompetisi baru dimulai. Euforia Bobotoh yang juga suporter setia Persib setelah Maung Bandung berhasil menyapu bersih tiga laga pertama dan memuncaki klasemen harus buru-buru diselesaikan. Napas sepakbola tidak patut diperpanjang, seiring pendeknya napas manusia-manusia yang terinfeksi virus Corona.

Kemanusiaan di atas segalanya. Pertandingan sepakbola dan perayaan kemenangan tidak lebih penting daripada menjaga nyawa manusia. Bekerja di rumah, belajar di rumah, dan beribadah di rumah adalah beberapa langkah pencegahan agar pandemi Corona tidak semakin merajalela.

Umat sepakbola kudu besar hati ketika ‘ibadah’ di stadion tak dapat ditunaikan. Namun percayalah bahwa sepakbola masih bisa kita rayakan tatkala pandemi ini usai. Sementara nyawa manusia yang telanjur melayang, mustahil kita bisa satukan lagi dengan raga.

Suporter dan Aksi Kemanusiaan

Kini tak pilihan lain selain memberi jeda untuk sepakbola dan melawan Corona bersama-sama. Kita, penggemar sepakbola, bukan tenaga medis yang dapat berdiri di garda terdepan untuk memerangi virus tersebut. Namun, kita bisa berdiri dan berkontribusi di belakang mereka. Beberapa kelompok suporter sepakbola di Indonesia telah memberi contoh nyata. Mereka bahu-membahu melawan Corona dengan melakukan berbagai aksi sosial.

Suporter Persija, The Jak, bekerja sama dengan Aksi Cepat Tanggap (ACT) menggalang dana bertajuk “Jakmania Jaga Jakarta” untuk membantu tenaga medis, pengadaan hygiene kit untuk masyarakat umum yang membutuhhkan, hingga sterilisasi fasilitas umum.

Di Jawa Timur, Bonek yang merupakan suporter Persebaya, lewat Bonek Disaster Response Team (BDRT) turun ke jalan dan melakukan penyemprotan disinfektan di sejumlah titik kota Surabaya. Sementara fans Persela, LA Mania, melakukan penggalangan dana untuk pembelian sembako dan masker bagi masyarakat yang membutuhkan di wilayah Lamongan.

BACA JUGA:  Memakan Lawan Bersama Makan Konate

Hal tak berbeda jauh dilakukan pula oleh pendukung PSM dari ordo Red Gank. Bersama-sama mereka melakukan sterilisasi beberapa tempat ibadah dan fasilitas umum yang tersebar di kota Makassar. Tidak mau ketinggalan, fans PSIS yaitu Panser Biru juga mengumpulkan donasi sembako untuk dibagikan kepada masyarakat di kawasan Semarang dan sekitarnya.

Dua kelompok suporter dari Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Brajamusti (PSIM) dan Brigata Curva Sud (BCS) juga menunjukkan kepeduliannya terhadap sesama. Brajamusti lewat Laskar Brajamusti Rantau menyumbang dana sebesar 50 juta rupiah untuk pembelian Alat Perlindungan Diri (APD) bagi tenaga medis. Sedangkan BCS yang merupakan fans PS Sleman menyalurkan bantuan APD ke sejumlah Puskesmas di wilayah DIY.

Kemanusiaan Tidak Sekadar Menggalang Bantuan

Saya pribadi angkat topi untuk kawan-kawan suporter yang telah ambil bagian dalam memerangi pandemi Corona. Di tengah rasa hampa tanpa pertandingan sepakbola, mereka sanggup menunjukkan sisi kemanusiaannya yang megagumkan terhadap sesama. Tentu, saya berharap kebaikan yang mereka lakukan berlanjut terus di kemudian hari serta menular kepada kelompok-kelompok suporter lainnya.

Akan tetapi, saya juga ingin memberi sedikit catatan kepada seluruh kelompok suporter yang ada di Indonesia. Mereka tidak boleh lupa bahwa kemanusiaan bukan sekadar menggalang bantuan untuk manusia yang ditimpa kesusahan dan membutuhkan uluran tangan.

Kemanusiaan juga tentang menghargai hak hidup dari manusia-manusia lainnya. Dan nyawa manusia yang harus dipertahankan bukan hanya dari mereka yang terancam atau terpapar Corona, tapi juga hidup manusia yang ingin merayakan sepakbola dengan segenap hatinya.

Sudah bukan rahasia lagi jika kelompok suporter seringkali bersinggungan dengan aksi kekerasan ketika merayakan sepakbola. Berdasarkan data yang dihimpun dari Save Our Soccer (SOS), sepanjang tahun 1994 hingga tahun 2018 terhitung ada 76 suporter sepakbola yang meregang nyawa. Jumlah korban jiwa terbanyak disebabkan karena aksi pengeroyokan.

BACA JUGA:  Meyakini Kebangkitan PSIM

Sekarang, di saat Indonesia terkena pandemi Corona dan sepakbola terpaksa diliburkan, suporter dipaksa untuk belajar lagi tentang arti kemanusiaan. Mereka menggalang bantuan sekaligus membersihkan nama yang terlampau sering dilabeli jubah negatif oleh media. Aksi mulia mereka kali ini jadi salah satu momen pembuktian bahwa suporter juga manusia yang mampu memanusiakan manusia lainnya.

Saya berharap suporter sepakbola di Indonesia benar-benar belajar arti kemanusiaan dari aksi yang mereka lakukan belakangan ini. Harapan saya, aksi mereka melawan pandemi Corona bisa menjadi momentum agar mereka lebih memaknai kemanusiaan lebih dalam lagi.

Jika selama ini klub kebanggaan senantiasa ditempatkan di atas segalanya, semoga kini mereka dapat lebih memahami kalau faktanya, rasa kemanusiaan jauh lebih berarti dari fanatisme. Kemanusiaan bahkan lebih penting daripada klub sepakbola yang selama ini dipuja sampai rela menyakiti manusia lainnya.

Dengan demikian, ketika pandemi Corona tamat dan sepakbola bisa kembali dirayakan, tidak ada lagi aksi kekerasan yang menghilangkan nyawa manusia. Tak boleh ada Rangga Cipta Nugraha, Banu Rusman, Haringga Sirla atau Rico Andrean lain yang namanya harus diabadikan di batu nisan dan kini hanya bisa kita kenang lewat tulisan.

Ya, semoga kita, para suporter sepakbola, di tengah pandemi ini sudah benar-benar belajar memaknai kemanusiaan.

Komentar
Saya adalah mahasiswa Ilmu Komunikasi yang sangat tertarik dengan sepakbola nasional, khususnya Persib Bandung. Walau demikian, bagi saya mendukung kesebelasan lokal tetaplah kewajiban. Saya aktif di Twitter @ririrahayu_