Siang (7/4) yang boleh dibilang pagi bagi mahasiswa yang sedang skripsi itu, lalu tiba-tiba smartphone berdenting tanda ada brodcast. Bukan broadcast sebaran pin teman atau online shop melainkan kabar bahwa sore nanti ada pertandingan.
Karena tidak ada jadwal bimbingan dan terlalu banyak diisi di warung kopi, ini saatnya meluncur dengan bus ekonomi antarkota antarprovinsi. Meluncurlah saya dari terminal bus Purabaya yang dulunya bernama Bungurasih menuju kampung halaman. Menaiki bus dengan harga tiket tetap naik meski harga solar sudah turun, yah ini sungguh menguras kantong mahasiswa tingkat akhir.
Dan sore hari pun jatuh di kota kecil bernama Lamongan. Awan tampak mendung tapi dipastikan tidak hujan menyambut pertandingan Persela Lamongan melawan Perseru Serui. Meski hanya sebuah pertandingan persahabatan antusias Masyarakat Lamongan untuk datang ke Stadion Surajaya patut diapresiasi.
Sekitar 4000-an penonton hadir di Surajaya. Membeli tiket seharga sepuluh ribu rupiah, mereka melepaskan kerinduan akan adanya sebuah pertandingan sepak bola yang telah divakumkan oleh pihak yang diberi wenang. Pertandingan sore itu berakhir imbang 1-1. Pencetak golnya adalah Dendi Sulistyawan untuk Persela dan dari Perseru Serui dicetak oleh Paulus Isage.
Seusai pertandingan rumput hijau tidak lagi milik pemain. Ratusan penonton mulai memasuki lapangan. Mereka masuk melalui pagar yang sengaja dibuka, ada juga yang melompati pagar pembatas.
Ini pemandangan yang wajar seusai pertandingan persahabatan ataupun latihan di Surajaya. Karena di liga resmi ada penjagaan ketat dan sulit rasanya menembus barikade aparat.
Ada yang hanya ingin bersalaman dengan pemain dan banyak yang ingin berfoto dengan kamera handphone yang kian canggih. Dari pemain hingga pelatih semua dikerumuni. Sebuah kebanggaan bisa mengabadikan momen dengan berfoto bersama mereka yang berseragam biru muda.
Pemandangan menarik datang dari mata saya yang berada di tribun VIP. Pemain yang paling banyak dikerumuni oleh penonton adalah Choirul Huda. Putra daerah yang telah menjabat sebagai kapten Persela.
Tidak sungkan kiper nomor 1 Persela ini menerima ajakan foto bersama. Bahkan ketika semua pemain sudah berada di kamar ganti, Huda masih di lapangan karena banyaknya ajakan selfie. Tidak lain tidak bukan, Huda adalah kebanggaan Kota Soto.
Persela Lamongan boleh dibilang satu-satunya tim kabupaten yang setelah promosi tidak pernah terdegradasi. Dari 2004 sampai sekarang Laskar Joko Tingkir belum menginjak liga kasta kedua lagi.
Waktu 12 tahun bukanlah saat yang sebentar untuk tetap eksis di liga kasta tertinggi. Meski dengan prestasi tidak terlalu baik dan tidak juga buruk Persela mampu bertahan. Tahun 2012 boleh dibilang adalah tahun terbaik Persela. Pada musim itu Persela yang diasuh Miroslav Janu mampu menduduki peringkat 4 Indonesia Super League (ISL).
Musim 2011/2012 bisa dibilang adalah musim terindah tim berlambang bandeng lele ini. Dengan skuat yang solid di segala lini, Almarhum Miroslav Janu juga berperan besar dalam hal ini.
Dukungan suporter pada musim itu juga sepertinya sangat mendukung. Hadirnya penduduk baru di tribun utara Surajaya yang sering membuat Persela bermain lebih bersemangat. Gustavo Lopez dkk. pada musim itu tidak pernah kalah di kandang dan sulit dikalahkan ketika tandang.
Miroslav Janu saat itu tidak pernah duduk di bench ketika Laskar Joko Tingkir berlaga. Demikian juga para suporter Persela ketika tim kebanggaannya sedang bertanding. Mereka berdiri dan bernyanyi dengan lantang.
Pada musim yang indah itu hampir setiap laga kandang stadion selalu penuh. Laga kandang dan tandang selalu ramai diperbincangkan di seantero kota. Tajamnya Mario Costas dan permainan cantik Gustavo Lopez selalu dinanti. Tapi dilihat ke belakang kemonceran Persela bisa juga karena hadirnya Choirul Huda di bawah mistar.
Nostalgia musim 2011/2012 itulah yang membuat saya sore itu ingin mengunjungi mess Persela ba’da pertandingan lawan Perseru. Yang saya ingin ajak bicara tentu saja sang kapten, Choirul Huda. Bapak 2 anak lelaki bernama Raul Maulana dan Rafael Ramadhan ini adalah pelaku sejarahnya. Seusai mandi dan menyantap Soto Lamongan kita pun mulai bernostalgia.
Pembicaraan saya dimulai dengan pertandingan yang sangat fenomenal musim 2011/2012 itu. Laga tandang melawan Persisam Putra Samarinda (6/2). Persela waktu itu mampu mempermalukan Elang Borneo di kandangnya sendiri. Laskar Joko Tingkir waktu itu mampu unggul satu angka di Stadion Segiri.
Pencetak gol tidak lain adalah Gustavo Lopes, tapi yang masih ingat pertandingan itu pasti menunjuk Choirul Huda sebagai man of the match. Persela unggul cepat pada menit ke-7. Namun, pada menit-menit berikutnya seharusnya pertandingan itu adalah milik Persisam. Gempuran-gempuran Pesut Etam membabi buta. Tapi penampilan moncer kiper kelahiran 2 Juni 1980 membuat lini depan Persisam frustasi waktu itu.
“Pertandingan yang mengesankan. Tapi sesungguhnya saya hanya beruntung,” ujar pengagum Gianluigi Buffon menanggapi permainannya saat itu.
Lini serang Persisam yang berisi penggawa tersohor macam Ronald Fagundez, Yongki Ariwibowo, Jerry Boima Karpeh, dan Cristian “El Loco” Gonzales mati kutu. Huda tampil gemilang dengan melakukan tujuh penyelamatan fantastis.
Selain penyelamatannya, yang paling dikenang dari pertandingan itu adalah senyuman yang nyaris tertawa dari Huda. Setelah melakukan double save dari tendangan bebas Gonzales yang disambar Eka Ramdani, Huda tersenyum sumringah. Yang teringat pasti tertawa melihatnya. Huda Edan Tenan!
Mengenang itu suami dari Lidya Anggraeni ini pun menunjukkan siratan senyum di wajahnya.
“Saya meringis waktu itu selain karena pembawaan saya, ya biar melepas ketegangan saja. Waktu itu kita sedang underpressure banget loh,” Ujar Huda menanggapi. Jawaban yang cukup bijak. Melihat lini belakang yang sedang dibuat kocar kacir oleh Persisam, Huda berniat memotivasi lini belakang agar tetap solid.
Senyuman itu memang tak lekang oleh waktu. Masih menempel di ingatan. Demikian kejayaan Persela yang mampu menduduki peringkat atas liga. Menjelang Indonesia Soccer Competititon (ISC) yang akan bergulir sebentar lagi masyarakat Lamongan sangat menunggu atraksi Huda beserta senyumannya.
Boleh dibilang Choirul Huda adalah satu dari sedikit putra daerah yang tetap loyal membela tim kelahirannya. Layaknya Francesco Totti di Roma, Huda tetap setia bersama kostum biru muda khas Persela Lamongan.
Pria berzodiak gemini ini tidak memungkiri setiap musim selalu ada tawaran menggiurkan untuk hengkang. “Dekat dengan keluarga itu kekuatan saya, kalau berpindah tim belum tentu saya masih bisa mencapai performa puncak seperti ini,” jawab Huda yang juga masih dengan senyumannya yang khas itu.