Melihat kompetisi Ligue 1 2014/15 yang sudah berjalan sampai dengan pekan ke-30, maka tak heran bila mata kita akan lebih tertuju pada persaingan tiga tim teratas di klasemen sementara, yang saat ini dihuni oleh Olympique Lyon, Paris Saint-Germain dan Olympique de Marseille. Ketiga tim tersebut silih berganti menjadi pemuncak klasemen sehingga membuat perburuan gelar juara liga di musim ini terasa begitu nikmat untuk disimak hingga akhir musim nanti. Akan tetapi, jauh di balik persaingan tiga tim tadi, ada satu pesona yang layak untuk tidak kita kesampingkan. Pesona itu bernama Lucas Barrios. Familiar dengan nama itu? Atau baru kali ini mendengar nama tersebut?
Lucas Barrios bukanlah nama baru di kancah persepakbolaan dunia. Pemain yang berposisi sebagai penyerang ini sudah memulai karir profesionalnya pada tahun 2003, kala bergabung dengan klub asal Argentina, Argentinos Juniors. Di klub yang merupakan klub terakhir yang diperkuat oleh Juan Roman Riquelme (salah satu legenda sepak bola Argentina) sebelum pensiun itu, pesona Barrios tidak begitu terlihat. Selama bermain di sana, total ia hanya mengecap penampilan di liga sebanyak 17 kali dan mencetak 5 gol.
Selepas dari Argentinos Juniors, Barrios kemudian melanglang buana di berbagai klub di Argentina dan Cili. Ia tercatat sempat memperkuat kesebelasan seperti Tigre, Temuco, Tiro Federal dan Cobreloa. Namun, di klub asal Cili lah nama Barrios pelan-pelan mulai muncul naik ke permukaan.
Saat memperkuat Temuco pada tahun 2005, Barrios mampu menggelontorkan 12 gol dari 28 penampilan di liga. Begitu pula saat membela klub Cili lainnya, Cobreloa. Di klub yang diperkuatnya dalam kurun waktu 2006-2007, jumlah golnya meningkat pesat dengan total 26 gol dari 39 penampilan di liga. Sontak raihan impresifnya tersebut mengundang minat klub-klub lain, salah satunya klub asal Cili lainnya, Colo-Colo. Namun, justru klub asal Meksiko lah, Atlas, yang beruntung mendapatkan servis pemain yang lahir di kota San Fernando, Argentina tersebut. Ia pun didatangkan dengan transfer sebesar € 1.9M di tahun 2007.
Karirnya di Atlas ternyata tidak seberuntung seperti sewaktu membela Temuco maupun Cobreloa. Di enam bulan pertama bersama klub barunya itu, ia hanya sanggup menceploskan sebiji gol dari 14 penampilan di liga. Sinarnya yang mendadak meredup itu tidak lantas membuatnya kehilangan peminat. Colo-Colo, yang memang sudah meminatinya sebelum ia memutuskan untuk hijrah ke Atlas, kembali datang menawarkan asa. Di awal tahun 2008, pria kelahiran 13 November 1984 ini setuju untuk bergabung ke Colo-Colo dengan status pinjaman selama enam bulan. Dan memang seperti berjodoh dengan klub-klub asal Cili, performa Barrios pun menukik naik kembali.
Pada Torneo Apertura 2008, Barrios sukses mengemas 19 gol. Torehan tersebut menahbiskannya sebagai pencetak gol terbanyak di liga sekaligus mengantarkan timnya ke posisi runner-up. Mengingat statusnya yang hanya pemain pinjaman dan masa waktu peminjamannya yang akan segera berakhir itu, pihak Colo-Colo segera bergegas untuk mempermanenkan statusnya. Barrios berhasil diikat dengan mahar sebesar € 1.5M dari klub yang hanya sempat disinggahinya selama enam bulan tersebut.
Kepercayaan yang diberikan oleh pihak klub ternyata tidak disia-siakan oleh pemain berpostur 187 cm ini. Di Torneo Clausura 2008, lagi-lagi Barrios meraih gelar pencetak gol terbanyak di liga dengan jumlah 18 gol. Prestasi tersebut masih ditambah dengan keberhasilan membawa Colo-Colo menjadi juara liga Torneo Clausura 2008. Klub-klub Eropa mulai mencium bakat pada pemain yang kini sudah berusia 30 tahun itu. Setelah menjalani masa bakti selama satu setengah tahun yang indah di Colo-Colo, Barrios berhasil diboyong oleh klub Bundesliga Jerman, Borussia Dortmund, pada Juli 2009.
Di Dortmund, penampilan Barrios semakin menuai pujian. Di musim pertamanya, ia mampu membuktikan kapasitasnya sebagai striker tajam nan mematikan di kotak penalti lawan dengan mendulang 19 gol di liga, menempatkannya di jajaran nomor tiga pada daftar pencetak gol terbanyak Bundesliga di bawah Edin Dzeko dan Stefan Kiessling. Secara keseluruhan, ia mengoleksi 23 gol dari 36 penampilan di semua ajang pada musim perdananya bersama tim asuhan Jurgen Klopp tersebut.
Penampilan gemilangnya bersama Dortmund di musim itu membuka pintu masuk ke tim nasional Paraguay. Mengingat persaingan di lini depan Argentina yang begitu kuat, serta ibunya yang memang orang Paraguay sehingga ia sah-sah saja untuk membela negara asal ibunya tersebut, ia pun resmi memilih Paraguay sebagai negara barunya di tahun 2010.
Pilihannya itu berbuah pemanggilan dirinya oleh pelatih Gerardo “Tata” Martino, yang notabene berkebangsaan Argentina, ke dalam skuat yang dipersiapkan untuk bertempur di Piala Dunia 2010 yang digelar di Afrika Selatan. Pada akhirnya, Barrios berkesempatan untuk tampil di piala dunia. Namun, langkahnya bersama negara barunya itu harus terhenti oleh Spanyol di babak 8 besar dan ia gagal mencetak satu gol pun di turnamen sepak bola paling bergengsi tersebut.
Performa yang kurang mengesankan di piala dunia untungnya tidak menular pada perjalanannya di musim 2010/11. Ia kembali berhasil mengumpulkan dua digit angka dalam perolehan golnya di liga, yakni sebanyak 16 gol, serta membantu Dortmund meraih gelar Bundesliga pertamanya setelah terakhir kali diraih di tahun 2002. Harga € 4.2M yang dikeluarkan oleh pihak klub untuk memboyong pemain yang mengenakan nomor punggung 18 selama bermain di Dortmund ini seakan tidak terbuang dengan percuma.
Barrios pun mendapat kesempatan kedua untuk menebus penampilan tak impresifnya bersama Paraguay di piala dunia yang lalu pada ajang Copa America 2011, yang kebetulan dihelat di tanah kelahirannya, Argentina. Kali ini ia mampu melenggangkan laju timnasnya hingga ke babak final. Sayangnya di partai puncak, Paraguay harus takluk dari sang juara Uruguay. Barrios hanya mengoleksi satu gol dan oleh-oleh cedera dari kejuaraan sepak bola antar negara di kawasan Amerika Selatan tersebut.
Cedera yang didapatkannya itu ternyata berimbas pada penampilannya di musim 2011/12. Selain faktor cedera yang membuatnya urung sering tampil, performa rekan setimnya, Robert Lewandowski, ikut menyeretnya keluar dari posisi pemain utama. Lewandowski mengemas 34 penampilan di liga dengan raihan 22 gol. Sangat jauh berbeda dengan Barrios yang hanya melakoni 18 penampilan dan 4 gol di liga. Meskipun kontribusinya menurun, Barrios masih sanggup menyumbang gelar Bundesliga dan DFB Pokal bagi tim yang telah diperkuatnya selama tiga musim tersebut.
Di akhir musim 2011/12, Barrios memutuskan untuk hijrah ke benua Asia, bermain di kompetisi Chinese Super League bersama Guangzhou Evergrande. Ia diangkut dengan biaya sebesar € 8.5M, transfer yang besar untuk sepak bola di sana, dan dikontrak hingga empat tahun ke depan. Namun, karir Barrios di Negeri Tirai Bambu tidaklah semulus seperti yang diperkirakan. Meskipun ikut serta dalam keberhasilan timnya meraih gelar liga dan gelar FA Cup, di mana pada partai final FA Cup ia turut mencetak gol, Barrios bukanlah pilihan utama dalam tim yang kala itu diarsiteki oleh pelatih senior asal Italia, Marcello Lippi.
Kegagalannya beradaptasi di negara tersebut menambah keinginan Barrios untuk secepatnya hengkang. Keinginannya itu pun segera terwujud. Pada tanggal 10 Agustus 2013, salah satu klub Russian Premier League, Spartak Moscow, resmi menciduknya kembali ke benua biru dengan biaya transfer sebesar € 7M. Selama memperkuat Guangzhou, Barrios mencetak 13 gol dari 32 pertandingan di seluruh kompetisi.
Kepindahannya ke Spartak ini sempat menimbulkan harapan baru bagi Barrios. Harapan untuk mengulangi performa gemilangnya bersama Dortmund, terutama di dua musim pertamanya pada saat itu. Namun apa daya, performanya tak kunjung memuaskan. Ia hanya sanggup mengukir 2 gol dari 16 penampilannya di liga selama memperkuat Spartak.
Di awal musim 2014/15, jawara liga perancis 2012, Montpellier HSC, meminjam jasa pemain bernama lengkap Lucas Ramon Barrios Caceres ini hingga setahun ke depan. Kebetulan semenjak ditinggal pergi Olivier Giroud ke Arsenal di tahun 2012, klub yang bermarkas di Stade de la Mosson ini belum berhasil lagi menemukan bomber setajam Giroud. Harapan besar disematkan kepada bomber yang dijuluki The Panther tersebut.
Akan tetapi, performa Barrios di Montpellier pun belum menunjukkan tanda-tanda perbaikan. Pada sepuluh pertandingan pertamanya di liga, belum ada gol maupun assist yang berhasil dipersembahkannya. Baru di pertandingan kesebelasnya, atau tepatnya di pekan ke-17, Barrios berhasil mengakhiri paceklik golnya. Ia mencetak satu gol dalam kemenangan tandang 4-0 timnya atas tuan rumah Stade Rennes. Tidak hanya gol, Barrios pun ikut menyumbang sebuah assist pada pertandingan tersebut.
Gol perdananya tadi melecut semangat Barrios untuk mencetak gol demi gol lagi. Sepekan berselang, Barrios kembali mencetak satu gol saat timnya bermain imbang 3-3 melawan RC Lens. Sehingga sampai paruh pertama liga, Barrios baru mengemas 2 gol dari 13 pertandingan yang ironisnya gol-gol tersebut baru hadir di akhir paruh pertama liga.
Memasuki paruh kedua liga dan juga tahun baru, naluri gol Barrios seperti terlahir kembali. Setelah sempat mandul lagi di dua pertandingan awal, Barrios menghentak dengan torehan hattrick-nya tatkala timnya menang dengan skor 3-2 saat melawat ke kandang FC Metz. Di pertandingan berikutnya, ia mencetak satu gol dan satu assist dalam kemenangan 4-0 timnya atas Nantes. Meski pada dua laga berikutnya ia kembali mengalami kegagalan dalam mencetak gol, namun ia masih bisa memberikan satu assist kala berhadapan dengan Lille.
Pemain yang mengenakan nomor punggung 10 di Montpellier ini kembali melesakkan gol, masing-masing satu gol saat melawan Nice dan menghadapi pemuncak klasemen sementara, Lyon. Dan yang paling teranyar adalah di pekan ke-29 ini saat timnya menjamu Stade de Reims. Barrios mencetak brace sekaligus mengantarkan timnya menang 3-1 dan berada di posisi ke-7 pada tabel klasemen sementara.
Bila dihitung sejak awal tahun hingga pekan ke-29 ini, total Barrios sudah mengumpulkan 8 gol dan 2 assist dari 8 pertandingan saja. Berbanding terbalik dari Barrios di paruh pertama yang hanya mampu mencetak 2 gol dan 1 assist dalam 13 pertandingan pertamanya. Tren positif ini menempatkan Barrios menjadi pemain Ligue 1 tersubur selama tahun 2015 dengan jumlah 8 gol, unggul atas penyerang lain seperti Alexandre Lacazette dan Zlatan Ibrahimovic yang masing-masing baru mengumpulkan 6 buah gol.
Lalu, apa yang menyebabkan penampilan Barrios berubah drastis di paruh kedua liga ini?
Faktor kepercayaan yang diberikan pelatih Rolland Courbis dan rekan-rekan setimnya bisa jadi melecut semangat Barrios untuk mengeluarkan performa terbaiknya yang sempat terkubur lama. Apalagi di awal musim, ia sempat menjalani masa-masa sulit di mana gol tak kunjung datang dari dirinya. Pemain yang sempat menjadi pujaan publik Signal Iduna Park ini juga mampu memanfaatkan momentum yang didapatkannya. Gol perdananya di musim ini kala melawan Rennes benar-benar dijadikannya sebagai awal kebangkitan dari seorang Lucas Barrios. Maka tak heran memasuki tahun 2015 ini gol demi gol begitu mudah mengalir dari pemain yang sudah mencicipi setidaknya tiga benua dalam karir sepak bola profesionalnya sejauh ini.
Lantas, apa performa positif Barrios ini bisa dipertahankan sampai akhir musim nanti?
Semua itu akan bergantung pada Barrios sendiri. Bila ia mampu menjaga konsistensinya dan tidak dihantui lagi oleh cedera seperti pada musim terakhirnya bersama Dortmund, maka peluang Barrios untuk angkat nama lagi sangatlah besar. Bukan hanya itu saja. Kesempatannya untuk membela tim nasional Paraguay pun akan terbuka lagi.
Selama ini, performa Barrios di tim nasional Paraguay tidaklah secemerlang bila ia bermain di klub. Hingga saat ini, Barrios baru mengumpulkan 23 penampilan dan mencetak 6 gol, di mana 5 dari 6 gol tersebut hanya berasal dari pertandingan uji coba.
Apalagi di bulan Juni nanti, akan digelar ajang Copa America 2015 yang diselenggarakan di Cili, di negara yang begitu bersahabat bagi karir sepakbolanya. Mengingat usia Barrios yang sudah menginjak kepala tiga, bisa dibilang ini merupakan kesempatan terakhir bagi dirinya untuk sekedar memperbaiki catatan kurang meyakinkannya selama memperkuat tim nasional Paraguay. Terlebih di perhelatan Copa America yang terakhir, ia hampir membawa negaranya ke tangga juara sebelum akhirnya harus kandas di partai final.
Namun, sebelum menuju ke arah sana, alangkah bijaknya bila ia mampu terlebih dahulu meyakinkan pelatih Paraguay saat ini, Ramon Diaz, agar mau memanggilnya kembali ke dalam skuat La Albirroja. Caranya? Tentu saja dengan mempertahankan performa positifnya sejauh ini dan membawa klubnya melangkah jauh hingga akhir musim nanti.