Tak Ada Lagi Waktu untuk Menunggu, Argentina!

Dongeng sepakbola akan selalu menyelipkan nama Argentina. Entah itu tentang kisah manisnya atau beribu cerita kontroversialnya.

Argentina memang punya daya pikat tersendiri. Sedari era Luis Monti, lalu berlanjut ke zaman Mario Kempes, momen keemasan Diego Maradona, sampai kini ke periode Lionel Messi.

Tak heran bila La Albiceleste kerap dijadikan idola oleh banyak bocah yang memimpikan masa depannya dari lapangan hijau.

Inggris boleh saja mengaku bahwa mereka adalah rumah untuk sepakbola. Brasil juga dipersilakan andai bernapsu membaptis diri sebagai surga bagi sepakbola.

Cina pun bisa sesumbar dengan catatan sejarah bahwa kegiatan menendang bola pertama hadir di tanah mereka. Namun satu yang pasti, Argentina adalah tempat di mana pemburu kesenangan itu bersatu padu atas nama sepakbola.

Argentina dan sepakbola laksana tanah persekutuan. Di sanalah Tuhan menurunkan aktor-aktor lapangan hijau kelas wahid yang kemampuannya mustahil direplikasi.

Pada musim panas kali ini, La Albiceleste bertarung pada ajang Copa America 2021 dan sudah menjejak semifinal.

Mereka akan beradu strategi melawan Kolombia (7/7) demi memperebutkan tiket mentas di laga final menghadapi Brasil.

Dibanding Kolombia, Argentina lebih difavoritkan lolos ke partai puncak guna berduel dengan sang rival bebuyutan, Brasil.

Awalnya, Argentina seakan digelontori oleh rentetan kesialan jelang bergulirnya Copa America 2021.

Status tuan rumah mereka dicabut oleh induk organisasi sepakbola Amerika Selatan (CONMEBOL) sebab kasus penyebaran virus Covid-19 yang meningkat.

Turnamen lantas dipindahkan ke Brasil (notabene juga mengalami peningkatan kasus Covid-19).

Bermain di negara tetangga sekaligus rival utama tak meluruhkan semangat Messi dan kolega.

Mereka tampil cukup baik di babak penyisihan grup sehingga mengantongi tiket lolos ke fase gugur.

Ada banyak alasan bagi mereka untuk tampil sebaik-baiknya di Copa America 2021. Baik terkait sejarah, emosional, sampai hasrat juara.

BACA JUGA:  Apotheosis Johan Cruyff

Saatnya Memutus Dahaga Gelar

Pertama, faktor hasrat. Hasrat adalah hak semua negara yang berlaga, bahkan tiap pemain yang membela atas nama negaranya masing-masing.

Argentina sangat berambisi memenangkan trofi mayor pertama sejak 1993. Apalagi keberhasilan mereka menembus final sejumlah kejuaraan setelah itu acap tak berbuah piala.

Selain itu, ada hasrat besar dari Messi yang ingin menyudahi kesialannya saat mengenakan baju tim nasional.

Berulangkali menembus final, berulangkali ia menemui kegagalan memeluk trofi. Copa America 2021 jadi target mutlak untuknya.

Ambisi Messi tidak berhubungan dengan ledekan publik yang menyebutnya sakti di Barcelona, tetapi memble bareng Argentina.

Yang pasti, Argentina dan Messi memang ada dalam koridor yang sama yakni punya hasrat menggelegak buat meraih trofi prestisius sekaligus membuktikan diri belum habis.

Kedua, faktor sejarah. Copa Amerika adalah ajang antarnegara yang bersifat regional tertua di dunia lantaran dimulai pada 1916.

Empat puluh tahun sebelum Asia hadir dengan Piala Asia pada 1956, Afrika dengan Piala Afrika pada 1967, Eropa dengan Piala Eropa pada 1960 dan Oseania pada 1973 dengan Piala OFC-nya.

Lini masa sejarah panjang Copa America pun sejatinya ‘milik’ Argentina yang memiliki benang merah dengan urusan ekonomi, budaya, militer dan juga politik.

Tidak ada tautannya dengan olahraga lantaran saat itu, Argentina tengah merayakan 100 tahun kemerdekaannya.

Penasehat Presiden Victorino de la Plaza memiliki usulan untuk Festival 9 de Julio, agar sang presiden konservatif itu memasukkan sepakbola lantaran olahraga itu bisa dijadikan magnet bagi atensi masyarakat.

Mereka mengundang kolega seperti Brasil, Cile, dan Uruguay, guna melaksanakan kompetisi di kota Buenos Aires sejak 2 Juli 1916.

Dikutip dari Mengapa Sebelas Lawan Sebelas? karya Luciano Wernicke, enam tahun sebelum itu, sudah ada kompetisi segitiga antarnegara yang mempertemukan Argentina, Uruguay, dan Cile untuk merayakan seabad Revolusi Mei 1810.

BACA JUGA:  Ego Messi, Sumber Keterpurukan Barcelona

Lalu mengapa kompetisi Copa America pertama dicatat sejarah pada 1916? Jawabannya adalah pada saat itu, lahir pula CONMEBOL, tepat di tanggal Juli 1916.

Tanggal tersebut bertepatan dengan perayaan seabad kemerdekaan Argentina. Semisal La Albiceleste nanti merengkuh gelar juara, mereka boleh sesumbar bahwa trofi Copa America pulang ke rumah sejatinya.

Persembahan untuk Diego Maradona

Jika ditanya sepakbola dan kemenangan sebuah negara untuk siapa, maka jawaban yang tepat adalah untuk masyarakat.

Siapapun itu, si pejabat tinggi negara, bahkan hingga buruh yang nasibnya digantung oleh pihak-pihak pemilik alat. Kemenangan sebuah negara adalah pesta.

Agaknya untuk Argentina kali ini sedikit berbeda. Alasannya apalagi kalau bukan Maradona.

Dirinya abadi bagi orang-orang Argentina. Bagi saya sendiri, di mana sepakbola masih ada yang memainkan, maka di situlah Maradona masih menyimpan eksistensinya.

Memenangkan Copa America 2021 tentu sentimentil bagi Messi dan kolega. Jika Maradona telah mengembalikan tangannya kepada Tuhan, kemenangan Argentina nanti bisa melengkapi apa yang tak pernah dimiliki oleh El Pibe de Oro.

Messi bukanlah tukang sihir yang punya segudang mantra. Bukan pula malaikat yang memiliki keistimewaan tiap kali berlaga. Pun ia tak punya mandat dari manusia manapun untuk mempersembahkan sesuatu bagi mendiang.

Akan tetapi, selalu ada keterikatan di antara Maradona, Messi dan Argentina. Maka memenangi Copa America 2021 tak ubahnya misi yang wajib dituntaskan.

Sudah saatnya trofi Copa America pulang ke tempat kelahirannya sebab tak ada lagi waktu untuk menunggu.

Komentar
Penggemar sepakbola Asia Tenggara. Selain memimpikan Indonesia melawan Thailand di partai puncak Piala Dunia, juga bercita-cita mengarsipkan sepakbola Asia Tenggara. Dapat disapa di akun twitter @gustiaditiaa