“Siapa pemain idolamu di Persija Jakarta?”
Layaknya pendukung kesebelasan sepakbola lain, itu adalah pertanyaan yang amat sering didengar oleh oleh The Jak, kelompok suporter Persija. Kendati dihuni banyak pemain, jangan heran bila nama Bambang Pamungkas jadi yang paling sering disebut.
Pria yang lahir di Semarang pada 10 Juni 1980 ini memang bukan sosok sembarangan. Oleh banyak orang, dirinya dianggap lebih dari sekadar pesepakbola profesional dengan kemampuan ciamik. Di dalam maupun di luar lapangan, figur yang akrab disapa BP (mengacu pada inisial namanya) atau Bepe tersebut merupakan panutan.
Berawal di Sekolah Sepak Bola (SSB) Hobby Sepakbola Getas, Bambang mengejar cita-citanya untuk menjadi pesepakbola profesional. Berkat ketekunan yang ditunjang bakat luar biasa, hal itu terwujud saat Bambang dipinang Persija pada tahun 1999.
Tak main-main, musim debutnya di kompetisi sepakbola nasional berujung pada raihan gelar pencetak gol terbanyak Liga Indonesia musim 1999/2000 dengan gelontoran 24 gol.
Capaian itu pula yang kemudian menggoda sebuah klub Belanda, EHC Norad, untuk meminjam tenaganya di tahun 2000. Karier yang ia habiskan di sana memang singkat, kurang lebih empat bulan, tapi Bambang sanggup membuktikan kapasitasnya dengan menyumbang 4 gol dari 11 laga bareng EHC.
Sekembalinya ke Tanah Air, Bambang merumput lagi bareng Persija yang saat itu masih bermarkas di Stadion Lebak Bulus. Keputusannya untuk membela panji Macan Kemayoran tidak salah karena di Liga Indonesia musim 2001, Bambang sukses menyumbangkan titel juara bagi klub kebanggaan The Jak tersebut. Gelar prestisius pertama Persija dalam kurun 20 tahun usai penyatuan kompetisi Perserikatan dan Galatama.
Kemampuan Bambang sebagai predator di kotak penalti memang eksepsional. Kaki dan kepalanya begitu tajam dalam urusan mencetak gol. Tak perlu heran bila aksi-aksi memukaunya bersama Persija mengantar Bambang jadi andalan lini depan tim nasional Indonesia di sejumlah turnamen seperti SEA Games 1999 dan Piala Tiger (kini Piala AFF) 2002.
Performa apik yang Bambang perlihatkan selama berkarier di Indonesia, nyatanya menarik minat tim asal Malaysia, Selangor FA, buat memberdayakan jasanya. Tepat di tahun 2005, tim berjuluk Gergasi Merah tersebut resmi meminang Bambang bersama kompatriotnya Elie Aiboy.
Pilihan untuk merumput di Negeri Jiran rupanya tidak salah. Di sana, Bambang tampil ganas dengan mengantar Selangor jadi jawara Liga Primer Malaysia, Piala FA Malaysia, dan Piala Malaysia di musim 2005. Seolah belum cukup, dirinya pun menhabiskan diri sebagai pencetak gol terbanyak Liga Primer Malaysia 2005.
Sayangnya, prestasi gemilang itu gagal direplikasi Bambang pada musim 2006 saat Selangor berkompetisi di Liga Super Malaysia. Alih-alih membawa Gergasi Merah bersaing di papan atas, mereka justru terjerembab di dasar klasemen sehingga terdegradasi ke Liga Primer Malaysia.
Bambang pun memutuskan mudik setelah itu dan Persija kembali jadi rumah yang ia pilih. Selama beberapa musim mengenakan kostum Macan Kemayoran, sosok setinggi 170 sentimeter itu juga sempat hijrah ke Pelita Bandung Raya pada musim 2014.
Hanya semusim merumput di Bandung, Bambang akhirnya pulang lagi ke Persija jelang bergulirnya musim kompetisi 2015. Bersama klub ini pula akhirnya Bambang memutuskan untuk menyudahi kariernya sebagai pesepakbola profesional di musim 2019.
Semalam (17/12), dalam laga kontra Persebaya Surabaya, Bambang memainkan laga terakhirnya di hadapan The Jak yang memadati Stadion Gelora Bung Karno. Nahasnya, Bambang tak dapat membantu Macan Kemayoran lepas dari kekalahan 1-2.
Ada rasa haru yang melingkupi Stadion Gelora Bung Karno selepas wasit meniup peluit panjang. Semua pihak sadar bahwa salah seorang legenda Persija dan sepakbola Indonesia, bersiap untuk mengakhiri ceritanya di atas lapangan hijau. Saya yang hadir di stadion pun bisa melihat sendiri raut wajah beberapa The Jak yang kerap mengusap air mata di pipi. Sebuah bukti bahwa mereka sedih karena kehilangan Bambang.
Ya, Bambang resmi mengumumkan bahwa ini adalah musim terakhirnya bermain sebagai pesepakbola profesional. Persija yang jadi tempatnya memulai cerita dipilihnya pula sebagai tempat untuk mengakhiri cerita gemilangnya.
Memori indah yang selalu ditorehkan Bambang bersama Macan Kemayoran pasti dirindukan The Jak pada masa yang akan datang. Namun satu hal yang patut disadari bahwa dirinya telah membuat standar tinggi di tubuh Persija. Baik sebagai pemain, kapten, maupun rekan setim. Seorang panutan yang kiprahnya patut diikuti.
Di usia yang tak muda lagi, pemain yang identik dengan nomor punggung 20 itu tetap memperlihatkan kapasitasnya sebagai pemain hebat. Performanya masih konsisten. Pun dengan akurasi tembakan serta sundulannya yang melegenda. Khusus sundulan, publik bahkan menyematkan nama ‘Sundulan Bepe’ sebagai sesuatu yang mengagumkan.
Guna menghormati sang legenda yang memilih pensiun, The Jak menyanyikan chant khusus untuk pemilik 86 penampilan dan 39 gol bagi timnas Indonesia tersebut. Cerawat dinyalakan, begitu juga dengan spanduk-spanduk berukuran besar yang diisi ucapan terima kasih.
Selama dua dekade terakhir, Bambang adalah The Last Man Standing yang membela panji Macan Kemayoran tatkala jadi kampiun Liga Indonesia 2001 dan Liga 1 2018. Catatan ini bakal awet di buku sejarah Persija dan juga sepakbola Indonesia. Pengabdian yang tak ternilai harganya.
Di akhir perpisahannya, Bambang menyampaikan pesan yang membuat saya kagum akan falsafah yang dirinya yakini. Diawali dengan pekikan “The Jak” yang membahana seantero stadion, ia pun berkata:
“Orang bijak berkata, laki-laki sejati tidak menangis, tapi hatinya berdarah. Begitupun saya yang berdiri di sini sekarang. Saya tidak akan banyak berbicara, tetapi hati saya berdarah karena harus berpisah dengan kalian. Terima kasih pada kalian semua pendukung Persija. Pada kalian The Jak yang selalu mendukung saya. Di sini, saya pernah merasakan menjadi pemain terbaik. Saya pernah menjadi top skor Persija. Saya merasakan juara. Tempat ini juga yang membuat saya depresi dan bahkan dianggap sebagai pengkhianat. Namun dalam kondisi apapun, The Jak selalu berada di belakang saya. Akhir perjalanan pesepakbola bukan tentang seberapa jauh ia berlari. Namun, tentang kesan dan makna yang mampu ia tinggalkan.”
“Izinkan saya menjadi laki-laki sejati, tidak banyak bicara, cukup hati saya yang berdarah.” -Bambang Pamungkas (@bepe20), Gelora Bung Karno, 2019. #LagaPamungkas#bepe20#PersijaDay pic.twitter.com/RHA2EjLpkW
— Indosiar (@Indosiar) December 17, 2019
Perkataan Bambang adalah bukti kecintaannya yang besar bagi Persija. Wajar bila khalayak menyebut Persija adalah rumah spesial untuk sang legenda. Persija tetap menjadi tempat kembali yang paling hangat bagi dirinya.
Ia adalah Bambang Pamungkas. Dengan lebih dari 200 gol yang sukses dilesakkan dan berbagai memori manis yang ditinggalkan. Bambang adalah legenda sejati. Terima kasih, Bepe.
Congratulations on a wonderful career @bepe20 👏👏👏
Indonesia’s most-capped player Bambang Pamungkas retires 🇮🇩 @PSSI and 🐯 @Persija_Jkt legend pic.twitter.com/nOA9NrV6P8
— FIFA World Cup (@FIFAWorldCup) December 18, 2019