Mario Kempes Menempatkan Sepak Bola Argentina Pada Peta Dunia

Setelah tanggal 25 Juni 1978, sepak bola Argentina tidak akan pernah lagi sama di mata dunia. Mereka tidak lagi dipandang sebelah mata. Adalah Mario Alberto Kempes yang mengubahnya. Memenangkan Piala Dunia pertama kalinya sepanjang sejarah dengan mengalahkan total football Belanda yang minus Johan Cruyff.

Lahir di kota Bell Ville propinsi Cordoba, Kempes kecil sudah dekat dengan sepak bola. Ayahnya adalah pemain sepak bola amatir sekaligus jadi guru pertamanya. “Hari-hari di Argentina adalah bermain sepak bola dan bersekolah. Bagi setiap anak, mimpi terbesar mereka adalah  bermain sepak bola. Tidak semua jalanan diaspal, sehingga begitu kami pulang sekolah, kami akan berkumpul dan bermain di jalanan,” ujar Kempes.

Menginjak usia 14 tahun Kempes bergabung dengan tim cadangan Talleres. Bermain bagus, media massa mulai membicarakan bakatnya. Pemandu bakat pun penasaran dan datang memantau.

Tahun 1973 Kempes bergabung dari klub lokal dan segera diproyeksikan untuk Club Atletico Rosario Central. Mencetak 85 gol dalam 107 pertandingan, Kempes muda segera mendapatkan julukan El Toro; Sang Matador.

Kempes baru dikenal luas ketika resmi hijrah ke Spanyol pada musim panas 1976. Meski Rosario Central melepas Kempes ke Valencia atas ancamannya, “Saya akan pensiun jika mereka tidak membiarkan saya pergi,” dan Kempes menjelaskan alasannya, “Saya tidak datang ke Spanyol untuk uang, tapi atas nama saya sebagai pesepak bola (profesional).”

Kempes membantu Valencia mengalahkan Real Madrid di final Copa del Rey 1979, menjuarai Piala Winners satu kali, dan Piala Super UEFA satu musim berikutnya. Menjadi top skor pada dua musim berturut-turut dan dianugerahi gelar Pemain Terbaik Argentina serta Pemain Terbaik Amerika Selatan.

BACA JUGA:  Thiago Silva Menantang Usia

Membuat calon legenda dikeluarkan dari tim

Ketika Argentina menjadi tuan rumah Piala Dunia 1978, Kempes baru saja membuktikan dirinya sebagai striker menakutkan setelah secara berturut-turut mempertahankan gelar top skor di La Liga. Menjadi satu-satunya pemain dari klub asing, Kempes dipercaya mengenakan nomor punggung 10.

Di sisi lain, kehadirannya membuat seorang anak muda berusia 18 tahun harus keluar dari tim karena keterbatasan kuota pemain. Media dan suporter mengkritik Cesar Luis Menotti, sang pelatih. Bagi Menotti, anak tersebut masih terlalu “hijau”, dan dia lebih memilih Kempes karena kemampuan dan pengalamannya.

“Dia kuat, dia punya skill, ia menciptakan ruang, dan tembakannya keras. Dia pemain yang bisa menciptakan perbedaan.” Delapan tahun kemudian, anak yang “disingkirkan” Kempes ini akan menjadi legenda berikutnya.

Ya. Anak muda itu bernama Diego Armando Maradona.

Sejatinya Piala Dunia 1978 benar-benar tidak layak diselenggarakan oleh Argentina. Berada di tengah-tengah ketidakstabilan politik dan ekonomi, negeri ini sedang dikuasai oleh rezim Jendral Jorge Rafael Videla.

Ketika banyak suara-suara yang hendak memboikot Piala Dunia ini (salah satunya Johan Cruyff karena alasan politik), maka Videla berjanji bahwa tidak akan ada pertumpahan darah selama kompetisi. Janji yang lebih terkesan sebagai ancaman. Dan memang benar, boikot gagal.

Kondisi tersebut kontras dengan apa yang terjadi dalam lapangan. Lebih dari 1,5 juta manusia menonton langsung ke stadion sepanjang turnamen.

Argentina melaju ke final dengan berbagai kontroversi sepanjang turnamen. Mereka mengalahkan Prancis dan Hungaria pada dua pertandingan pertama. Dengan Kempes sebagai pencetak dua golnya di setiap pertandingan—setelah menuruti permintaan Menotti mencukur kumisnya untuk buang sial. Sayang, mereka hanya bermain imbang melawan Brasil.

BACA JUGA:  Copa America Centenario: Lionel Messi dan Urgensi Gelar bagi Argentina

Di pertandingan terakhir grup, secara matematis, Argentina harus menang dengan selisih empat gol agar lolos ke final. Aneh bin ajaib, mereka menang 6-0 dengan sangat mudah. Dugaan konspirasi mengemuka, dugaan yang muncul adalah Videla menyuap Peru agar memberi jalan Argentina melenggang ke final untuk bertemu dengan Belanda.

Dengan bantuan intimidasi sebanyak 70 ribu lebih penonton langsung Estadio Monumental, Buenos Aires, Belanda tidak bisa bicara banyak. Tidak diperkuat Cruyff, Belanda menyerah 1-3 berkat dua gol dan satu asis Kempes. Argentina mencetak sejarah. Kontroversi sementara dilupakan.

“Menjuarai Piala Dunia dibutuhkan oleh rakyat Argentina yang sudah lama menderita—hal ini membawa kebahagiaan dalam kehidupan mereka,” ujar El Matador.  Dan karenanya, Maradona menyebut Kempes, “…orang yang menempatkan sepak bola Argentina pada peta (dunia).”

 

Komentar
Lahir di Jogja tapi besar dan belajar cinta sepak bola dari Pelita Solo dan Persijatim Solo FC. Tukang modifikasi dan renovasi kalimat di Indie Book Corner (IBC). Masih bermimpi jadi atlet kayang pertama yang berlaga di UFC World Champion. Biasa nggambleh di @dafidab