Sorak sorai yang lama tak terdengar itu ternyata masih sudi mampir di Tardini. Setelah nyaris setahun penuh berkawan akrab dengan ketidakpastian, di mana wajah-wajah muram dan cemas menjadi pemandangan lumrah, akhir pekan lalu, kandang klub Parma itu kembali bergemuruh. Sebuah gol indah dari remaja 18 tahun bernama Jose Mauri bersarang telak di pojok kanan gawang tim tamu, Juventus, yang dikawal kiper veteran, Marco Storari.
“Aku menerima 1.000 sms. Bagaimana caranya aku bisa membalas semuanya satu per satu? Ini adalah hari terindah dalam hidupku,” tutur Jose Mauri kepada Sky Sport Italia seusai laga. “Aku ingin berterima kasih kepada Tuhan dan nenekku yang melihat dari atas sana,” lanjutnya.
Dalam kesempatan yang sama, Mauri juga menjelaskan bahwa ia sulit percaya bahwa ia berhasil mencetak gol ke gawang Juventus. “Aku sempat tak mengerti apa yang terjadi. Setelah Massimo Gobbi mencengkeram leherku, aku berseru, ‘apa yang telah kulakukan?!’ Sulit dipercaya rasanya. Aku yakin gol tersebut akan jadi gol bersejarah karena tak mudah mencetak gol melawan Juventus,” tambah Mauri.
Gol pada menit ke-59 itu menjadi satu-satunya gol yang tercipta pada laga antara pemuncak dan juru kunci klasemen tersebut. Parma yang sudah dinyatakan bangkrut dan masuk administrasi pun meraih poin ketujuhnya dalam tiga pertandingan terakhir. Kemenangan atas Juventus tersebut juga menunjukkan bahwa ada tren positif yang ditunjukkan oleh Gialloblu sejak mereka masuk administrasi. Adanya kepastian finansial ̶ setidaknya hingga akhir musim ̶ membuat para penggawa klub bisa bernafas lebih lega.
Kondisi finansial Parma sejak musim panas 2014 lalu memang tak keruan. Namun, di bawah langit mendung yang belum benar-benar beranjak itu, muncul setitik sinar dalam diri Jose Mauri. Gelandang tengah mungil ini menjelma menjadi serdadu terbaik lini tengah Parma. Dengan gaya bermain yang disebut-sebut mirip dengan Arturo Vidal, pemain kelahiran Realico, Argentina, ini sudah mampu memikat klub-klub besar Eropa walau belum genap setahun bermain di level tertinggi.
Jose Mauri sebenarnya bukan nama baru bagi para pemandu bakat klub-klub besar tersebut. Pada tahun 2011, Mauri yang baru berusia 15 tahun sudah dipantau secara intensif oleh tim pemandu bakat Manchester United. Namun, alih-alih mengikuti jejak Pierluigi Gollini yang direkrut dari Fiorentina, Mauri bergeming. Meski regulasi menyatakan bahwa klub asing bebas saja untuk mencuri pemain di bawah umur seperti yang dilakukan Manchester United lakukan pada Gollini, Davide Petrucci, Kiko Macheda, dan Giuseppe Rossi, Mauri memilih untuk menolak pinangan Setan Merah.
Seperti Lionel Messi, Mauri datang ke Eropa pada usia 13 tahun. Enam tahun berselang, lewat konsistensi, profesionalisme, kerja keras, dan kemampuan beradaptasi yang ia tunjukkan di tim junior, ia akhirnya berhasil menembus tim senior serta menjadi pemain reguler di sana. Sampai sejauh ini, sudah 25 kali Mauri tampil untuk tim senior Parma, dengan hanya tiga di antaranya sebagai pemain pengganti. Ini menunjukkan bahwa keputusannya untuk bertahan di Parma sudah tepat, karena apabila ia waktu itu memilih hengkang ke Manchester United, bisa jadi namanya akan tenggelam.
Sebagai seorang gelandang tengah, Mauri terhitung fasih memainkan tiga peran yang berbeda. Meski memiliki kemampuan ball winning mumpuni, Mauri telah menunjukkan bahwa ia juga mampu bermain sebagai pembagi bola maupun sebagai carilleros atau shuttler (semacam gelandang box-to-box yang bermain di sisi luar formasi berlian). Sejauh ini, mobilitas serta kemampuan bertahan dan menyerang Mauri yang sama baiknya mengindikasikan bahwa dalam beberapa tahun ke depan ̶ ketika ia sudah harus memiliki peran utama yang spesifik ̶ ia akan menjadi gelandang box-to-box handal.
Meski begitu, bukan berarti tak ada cela sama sekali dalam permainan eks gelandang tim nasional (timnas) Italia U-17 ini. Dalam beberapa kesempatan, ia masih sering kurang tenang ketika menguasai bola. Dalam laman datanya di situs WhoScored, tertulis bahwa ada dua kelemahan menonjol yang dimiliki oleh Mauri, yakni aerial duels dan passing. Untuk perkara aerial duels, memakluminya akan terasa lebih mudah mengingat postur Mauri terhitung kecil untuk ukuran Eropa, tetapi tidak demikian dengan passing. Inilah kelemahan yang harus benar-benar ia benahi untuk bisa menjadi pemain besar di masa mendatang.
Jalan menuju kejayaan sudah terbuka lebar untuk Mauri. Sejauh ini, ia sudah menunjukkan karakter yang kuat, dan itulah yang sampai saat ini menjadi modal utama perkembangan karier Mauri. Apabila ia mampu meneruskan apa yang selama ini sudah ia lakukan, semua kejayaan itu tinggal menunggu waktu saja.