FC Bayern menjamu Rostov yang merupakan salah satu kejutan besar di Liga Rusia sejak musim 2015/2016. Dengan berfokus pada permainan bertahan dan menuai sukses, dengan finish di peringkat 2, Rostov mendapatkan perhatian lebih, baik dari media maupun analis taktik.
Ada kemiripan dengan cerita sukses Leicester City, tetapi, tentu saja, jangan samakan Rostov dengan Leicester. Mana ada sih yang mau disama-samakan.
Di babak kualifikasi Liga Champions (CL) 2016-2017, Rostov sukses menyingkirkan Ajax Amsterdam. Kekuatan blok struktural yang mereka praktikan sukses mendorong lawan untuk bermain dari sisi sayap sehingga wakil Belanda tersebut banyak melepaskan umpan silang melambung ke kotak 16.
Jenis umpan semacam ini, baik secara teori, praktik, maupun fakta statistik memiliki nilai ketepatan rendah, terutama dibandingkan dengan umpan dari area tengah dan half-space. Hasilnya? Ajax kalah agregat dengan skor 2-5 dari Rostov.
Petualangan Rostov pun berlanjut hingga ke babak grup. Sehingga, menjadi sangat wajar bila kemudian pertemuan Bayern dengan Rostov menjadi salah satu pertandingan yang ditunggu oleh para analis. Kekuatan pressing Rostov akan diuji oleh FC Bayern. Kalaupun menang, Bayern tidak akan mendapatkan kemenangan mudah, begitu asumsi awalnya.
Hasil akhir? Bayern mengguyur gawang Rostov dengan 5 gol tanpa balas. Rostov bukan hanya kalah, tetapi, dengan hanya melihat papan skor, ada indikasi sangat kuat Bayern benar-benar menghancurkan sistem pertahanan Rostov. Benarkah? Mari kita telaah.
Build-up Bayern vs gelombang awal pressing Rostov
Dalam build-up dari lini belakang (atau fase pertama serangan), Thiago Alcantara, sebagai no. 6, memosisikan diri berdasarkan letak bola. Terkadang, ia berdiri di belakang lini pertama pressing Rostov, yang terdiri dari 2 pemain depan, diagonal terhadap posisi bek tengah Bayern.
Tujuannya, untuk mempertahankan akses vertikal ketika kedua penyerang Rostov mem-press bek tengah Bayern. Kemampuan memainkan bola pemain-pemain belakang Bayern juga sangat membantu mereka mem-by pass pressing gelombang pertama Rostov dengan cara mengumpan kepada Thiago melalui celah di antara 2 penyerang Rostov. Di situasi lain, Thiago bergerak masuk sejajar dengan bek tengah Bayern dan menciptakan superioritas jumlah 3v2 terhadap duo-penyerang Bayern.
Praktik pressing yang diperagakan Rostov sendiri menggunakan zonal-marking yang berorientasi kepada posisi pemain lawan (man-oriented). Bila dideskripsikan secara sederhana, 2 penyerang Rostov berorientasi kepada 2 bek tengah Bayern. Sementara 3 pemain tengah Rostov berorientasi kepada Joshua Kimmich, Thiago, dan Arturo Vidal.
Orientasi yang dilakukan oleh Rostov bukanlah man-to-man-marking yang mana seorang pemain menjaga pemain tertentu sepanjang di sepanjang pertandingan. Dalam zonal-marking man-oriented si pemain bertahan akan melakukan press kepada lawan yang masuk ke dalam zona bertahannya.
Sehingga, bisa saja Alexandru Gatcan yang orientasi awalnya adalah Thiago malah menjaga Robert Lewandowski, misalnya, karena Lewy, panggilan Lewandowski, masuk ke zona Gatcan di sekitar area no. 6/8 Rostov.
Dalam build-up fase pertama mereka, Bayern mencoba mengelabui pressing Rostov dengan beberapa cara. Bila Anda melihat Thiago memosisikan diri sejajar dengan Javi Martinez dan mats Hummels, itu merupakan usaha Bayern menciptakan superioritas kuantitatif demi mendapatkan progres serangan yang “bersih”. Demi mendukung maksud Thiago, bek sayap Bayern menahan diri untuk tidak terlalu jauh dari half-back (bek tengah yang berada di kedua sisi Thiago).
Pergerakan yang dilakukan oleh bek sayap, Rafinha misalnya, sudah tentu mengundang pressure dari Noboa yang berada di sisi bola. Agar Rafinha tidak terisolasi oleh pressure Christian Noboa, Kimmich bergerak ke sayap dan Thomas Muller masuk ke half-space, keduanya berada dalam 1 garis horizontal yang sejajar dengan lini tengah Rostov. Dengan adanya Muller dan Kimmich, pressure Noboa pun tertahan.
Bayern pasca-fase pertama vs pressing blok rendah Rostov
Ketika serangan Bayern masuk ke fase selanjutnya, Kimmich dan Vidal akan mengambil posisi di area no. 10 (area gelandnag serang) di half-space, sementara Thiago tetap berada di area 6/8. Pemosisian Kimmich dan Vidal bertujuan memancing pemain-pemain Rostov untuk berkonsentrasi ke dalam sehingga dua bek tengah Bayern mendapatkan ruang gerak vertikal.
Pergerakan 3 gelandang Rostov sangat krusial dalam sistem pressing Rostov. Saat pemain Bayern masuk ke area Rostov melalui sisi sayap, gelandang tengah terdekat akan ikut melakukan press bersama dengan bek sayap.
Ini juga sekaligus sebagai usaha melakukan jebakan pressing di sayap. Perilaku pressure bek sayap Rostov adalah ia menunggu bola tiba di kaki pemain Bayern (dan si penerima membelakangi gawang Rostov) barulah si bek sayap melakukan pressure.
Gatcan, sebagai no. 6, menjaga posisinya untuk tidak terlalu jauh dari press Rostov di sayap demi mempertahankan aksesnya terhadap bola maupun area tengah. Begitu juga dengan 2 pemain terdepan. Mereka mendekat ke area di mana bola berada, memampatkan ruang gerak.
Saat pemain Bayern bergerak ke half-space dan tengah, bek sayap, no. 8 dan penyerang terdekat, mengaktifkan jebakan pressing. Gatcan dan no. 8 lainnya tetap menjaga posisi mempertahankan kompaksi horizontal.
Thiago dan no. 8 Bayern yang tidak berada di sisi bola turut mengambil posisi ideal karena posisi yang mereka ambil menentukan transisi horisontal permainan Bayern.
Usaha Bayern masuk ke kotak 16 sering kali kurang optimal yang disebabkan beberapa hal. Pertama, pemain-pemain Rostov termasuk cepat dalam melakukan press dengan kompaksi spasial terjaga.
Contoh ketika, dari situasi di atas, bola diteruskan Kimmich ke Rafinha, Muller akan segera masuk half-space di sepertiga akhir memberikan dukungan kepada Rafinha. Saat keduanya melalukan kombinasi untuk berpenetrasi ke kotak penalti, Vladimir Granat, Noboa, dan Denis Terentjev mampu menjepit Muller dan menutup jalur umpannya.
Sulitnya Muller lepas dari pressure juga disebabkan oleh posisi pemain-pemain lini kedua Bayern yang terlalu jauh darinya. Ini turut menjadi penyebab Muller terjebak dan kehilangan bola. Apalagi, Muller bukan tipe pemain eksplosif seperti Arjen Robben atau Frank Ribery, yang mampu mengelabui penjagaan lawan dengan kecepatan dan kemampuan dribbling.
Staggering (pemosisian di antara pemain yang tidak berada dalam 1 garis linier) di antara pemain-pemain Rostov termasuk bagus. Staggering ini yang menjadi faktor sukses bagi Rostov dalam melewati gegen(counter)pressing Bayern, selain, memang, jarak di antara pemain-pemain Bayern pun tidak mendukung bagi mereka melakukan gegenpressing stabil.
Celah sempat terlihat dalam eksekusi permainan bertahan Rostov. Ketika Rostov bertransisi dari pressing blok menengah ke blok rendah dan Bayern mampu mengakses pemain sayap mereka dengan segera, ada celah terbuka antara bek tengah dengan bek sayap. walau tidak banyak terjadi, tapi, celah ini bisa jadi pertimbangan Bayern untuk sekali waktu coba dieksploitasi dengan cara melakukan umpan diagonal dari sayap ke area tersebut di mana Lewandowski atau Muller berpatroli.
Gol Kimmich merupakan contoh Bayern sukses memaksimalkan celah di samping bek tengah lawan. Dalam sebuah transisi bertahannya Rostov dipaksa menghadapi serangan sangat cepat Bayern dari kiri pertahanan Rostov.
Douglas Costa bergerak di kanan di mana pemain sayap Bayern tersebut telah memosisikan diri sejajar dengan lini paling belakang Rostov. Melalui Vidal dan Lewandowski, di zona 14, Bayern memindahkan aliran bola ke Costa yang kemudian berbuah gol Kimmich.
Variasi lain dalam fase kedua serangan Bayern adalah memainkan David Alaba sebagai false wing back yang masuk ke half-space kiri sementara Douglas Costa tetap di sisi sayap.
Bayern coba memberikan ruang bagi sisi kiri mereka dengan cara Vidal bergeser ke half-space kanan meng-overload area tersebut bersama Kimmich, Thiago dengan support dari Rafinha dan bek tengah terdekat. Overload ini memancing ketiga gelandang + penyerang Rostov bergeser dan berfokus ke sisi kanan sehingga meninggalkan ruang bagi Alaba.
Carlo Ancelotti menekankan fase ketiga (penciptaan peluang) serangannya melalui sayap. Baik langsung berpenetrasi lewat sayap dan melepaskan umpan silang; membuka celah dari sayap untuk masuk melalui half-space terdekat; atau meng-overload satu area sayap dengan tujuan memindahkan bola ke sisi lain.
Secara umum, fase penciptaan Bayern adalah berfokus pada melepaskan umpan melambung dari sisi sayap. Selain ini menjadi bagian dari strategi Don Carlo, rapatnya blok struktural Rostov di area tengah turut membuat Bayern menciptakan peluang melalui strategi ini.
Rostov: menyerang sambil bertahan
Dalam strategi menyerang Rostov, tampak sekali ada maksud “bertahan” di dalamnya. Kedua bek sayap tidak seagresif bek sayap modern yang segera mencari posisi di area atas demi merenggangkan kompaksi horisontal pertahanan lawan. Serangan Rostov banyak dibangun berlandaskan umpan jarak jauh langsung ke lini terdepan.
Dari sana Rostov mencari kesempatan untuk masuk ke kotak penalti Bayern menggunakan salah satu no. 8-nya yang bergerak vertikal. Jauh dari efisien, karena jumlah pemain-pemain Bayern sangat memadai untuk sekadar menghentikan serangan.
Ketika Rostov mendapatkan kesempatan menyerang dan melepaskan umpan lambung dari sayap pun, hanya 2 penyerang ditambah salah satu no. 8 yang masuk ke kotak 16. Pemain lainnya mengambil posisi di belakang bola.
Babak kedua: Bayern memaksimalkan transisi bertahan Rostov
Ivan Danilyants, pelatih Rostov, memasukan Moussa Doumbia menggantikan Poloz. Segera begitu Rostov mendapatkan kesempatan menyerang struktur posisional mereka mengalami perubahan. Kedua bek sayap mengambil posisi di depanjauh lebih tinggi ketimbang yang mereka praktikan di babak pertama.
Bayern sendiri tidak banyak berubah. Mereka tetap bermain dengan struktur sirkulasi yang mampu menjaga penguasan bola menjadi stabil. Contoh, bentuk berlian yang mereka bentuk di half-space kiri di antara Vidal (pemegang bola), Alaba, Costa, dan Muller di-support oleh Kimmich yang berdiri di area tengah dan Rafinha di sayap jauh. Struktur semacam ini menjamin peralihan horizontal yang terkontrol.
Bayern juga masih tampak berusaha memberikan ruang yang besar bagi Alaba dan Costa di sisi kiri. Pergerakan Vidal yang sering masuk ke sisi kanan merupakan bagian dari usaha tersebut. Ini merupakan langkah strategis.
Kenapa? Karena Costa memiliki kemampuan 1v1 yang ciamik. Dengan memberikannya ruang lebih, penetrasi Bayern dari sisi kiri akan lebih maksimal.
Ditambah David Alaba (kemuidan Juan Bernat, yang mengisi posnya di bek kiri), karakter serang Bayern di sisi kiri menjadi berbeda dengan sisi kanan. Penetrasi Costa di sekitar menit 52 sampai menit 54 memperlihatkan apa yang dimaksud di atas.
Contoh lain adalah gol ke-5 Bayern oleh Juan Bernat. Gol ini diawali dribbling Bernat sejauh lebih dari 50 meter sebelum ia mengumpan ke sayap dan kemudian mengeksekusi umpan datar Franck Ribery. Pergerakan penetratif yang dilakukan Costa dan Bernat inilah yang ingin dimaksimalkan oleh Ancelotti.
Kesimpulan
Rostov bermain baik. Dalam konteks menjaga area sentral dan mendorong lawan bermain melebar, mereka mampu melakukannya. Gol-gol Bayern di babak kedua lebih banyak diawali oleh Rostov yang berada dalam fase transisi bertahan.
Adalah hal yang tidak mudah untuk masuk ke kotak penalti tim seperti Rostov, yang berfokus pada permainan bertahan dan memiliki kemampuan bagus dalam mengeksekusinya, melalui umpan pendek dari sekitar zona 14.
Karena, mereka begitu rapat dan teroganisir dalam menjaga area sentral. Apa yang dilakukan Bayern menjadi contoh bagaimana mereka memanfaatkan sisi sayap untuk membuka celah di dalam sistem pertahanan Rostov.