Arsene Wenger kembali memainkan bentuk dasar 3-4-3 menghadapi Jose Mourinho yang memainkan pola dasar 4-3-3. Seperti yang sudah-sudah, kedua tim menampilkan apa yang menjadi ciri khas keduanya selama ini.
Baik ciri dalam model menyerang, ciri dalam mekanisme pressing, sampai permasalahan serupa yang sudah kerap kali diperlihatkan.
Build-up
Pola build-up Arsenal dimulai dari kiper ke lini belakang untuk kemudian dilanjutkan kepada dua gelandang tengah. Sering kali terlihat, Oxlade Chamberlain – di kanan – dan Kieran Gibbs – di kiri -, berbarengan dengan gelandang tengah berada dekat dengan lini pertama (lini belakang).
Atau, di kesempatan lain, Mesut Ozil atau, terutama, Alexis Sanchez yang mendekat ke lini belakang dalam proses build-up Arsenal.
Di satu sisi, overload (penumpukan) pemain semacam ini bisa memberikan kestabilan dalam build-up, karena berpotensi memberikan banyak opsi umpan. Tetapi, di sisi lain, bila mengacu bagaimana lawan melakukan pressing, model build-up ini pada dasarnya terlalu boros.
Build-up semacam ini memiliki efek berbeda, bergantung siapa dan bagaimana lawan yang dihadapi bermain. Di satu sisi, menghadapi MU yang berfokus ke blok rendah dan medium, Arsenal tidak mengalami apa yang disebut “menyediakan akses pressing kepada lawan karena menumpuk terlalu banyak pemain di belakang”.
Menghadapi pressing blok tinggi yang eksekusi pressing-nya “bersih”, sangat mungkin Arsenal dipaksa untuk banyak memainkan bola-bola panjang prematur ke lini depan.
Menghadapi The Red Devils, ini tidak terjadi. Karena, MU tidak memainkan blok tinggi.
Sebagai alternatif model permaianan, Wenger bisa melakukan penyesuaian dalam pola build-up. Caranya, mendorong half-back (bek tengah kanan/kiri) sisi bola sebagai pembawa bola ke depan didukung oleh dua gelandang tengah yang berposisi di ruang yang lebih tinggi (ketimbang di gambar). Bek sayap sejak awal masuk ke sepertiga tengah lawan dan secara gradual masuk ke sepertiga akhir seiring progres half-back.
Ozil dan Sanchez mengokupansi half-space sisi bola. Salah satu contoh “paling sempurna” dari model serupa adalah Chelsea ketika menang 4-0 menghadapi MU di putaran pertama lalu.
Kenapa ini pantas dicoba? Karena, MU bermain sangat dalam. Mourinho berfokus kepada blok rendah dengan pendekatan pressing man to man (pressing orang per orang) yang masif.
Mourinho sendiri memainkan build-up dengan tujuan berbeda, tetapi dengan prinsip yang serupa. Seperti yang kerap dipertontonkan, dalam build-up kedua bek sayap berada sejajar dengan bek tengah. Di lini kedua, dua sampai tiga gelandang MU berada dekat dengan lini pertama sebagai opsi umpan.
Dalam banyak situasi, anak asuh Mourinho memainkan bola-bola panjang yang langsung diarahkan ke lini terakhir di mana Anthony Martial atau Mkhitaryan berada.
Dalam duel udara yang lebih statis, Martial tampak kesulitan menyambut bola-bola semacam ini dikarenakan salah satunya ia sendiri tidak memiliki kemampuan duel udara yang bagus (dibandingkan Pogba atau Fellaini, misalnya).
Tetapi, dari skema semacam ini pula MU mendapatkan akses setelah mereka memenangkan bola-bola kedua.
Di sisi lain, kesempatan memainkan umpan yang lebih “bersih” pun beberapa kali tidak dapat dimanfaatkan lini belakang MU. Penyebabnya ada dua.
Pertama, memang kemampuan “memainkan bola” bek tengah MU yang bukan “ball-player” atau ini akibat instruksi Mou yang ingin meminimalisir kemungkinan lawan memotong umpan datar di dekat sepertiga awal MU.
Dalam sebuah pressing, Arsenal memainkan struktur yang “kurang bersih” dan memberikan ruang bagi Smalling. Sayangnya, kesempatan progresi terlewatkan karena Smalling memainkan umpan ke belakang.
Baik MU maupun Arsenal sering menempatkan, dalam build-up, bek sayap berada dekat dengan lini pertama. Permasalahan terjadi ketika tim membutuhkan kehadiran pemain di sisi lebar di area yang lebih tinggi.
Dengan bek sayap (Chamberlain dan Gibbs di Arsenal) yang terlalu dekat dengan lini belakang. Pemanfaatan sisi lebar di area yang lebih tinggi menjadi kurang maksimal. Ini contohnya.
Gambar 1: merupakan efek dari modelpermainan Mourinho, yang mana bek sayap tidak segera didorong ke depan dalam build-up.
Gambar 2: efek serupa. Chamberlain yang melakukan lay-off kepada Koscielny kurang cepat bergerak ke depan sehingga umpan satu sentuhan Ozil kepada Chambo dapat dipotong pemain MU.
Progresi ke sepertiga akhir
Di atas Sempat disebutkan, kedua tim memperlihatkan ciri khas masing-masing. Salah satu cirikhas Arsenal-nya Wenger adalah pemain-pemain depannya terlihat “bebas” memainkan permainan posisional menurut pengetahuan strategis dan kreativitas masing-masing.
Dalam build-up yang berproses ke penciptaan peluang, contohnya. Ozil dan Sanchez bertukar tempat dengan Ramsey dan Xhaka. Dalam pola progresi bola dari sepertiga tengah ke sepertiga akhir maupun kotak penalti, Arsenal banyak memainkan umpan diagonal atau vertikal yang langsung menjangkau langsung lini terakhir yang mengopansi area-area di sekitar lini belakang lawan.
Pada dasarnya, agak sulit memainkan pola progresi semacam ini menghadapi tim yang bermain dengan blok rendah dan cukup baik menjaga area no. 6. Apalagi kalau pertukaran posisi dan pergerakan tanpa bola dilakukan tanpa intensitas yang pas.
Arsenal cukup sulit masuk dari pola seperti ini, selain karena faktor MU, juga dikarenakan struktur posisional mereka sering kali meninggalkan Ramsey dan Welbeck terkurung oleh pressing pemain-pemain MU tanpa mendapatkan opsi mencukupi di sekitar keduanya.
Di sisi lain, permasalahan spacing masih terlihat dalam struktur posisional serangan Arsenal. Spacing adalah bagaimana pemain mengisi ruang-ruang strategis (yang disepakati sebelumnya) demi mendapatkan akses sirkulasi atau progresi yang “aman dan bersih”.
Bisa iya, bisa tidak. bergantung dari bagaimana model permainan sebuah tim. Yang membuat situasi di atas menjadi masalah adalah, model serang Arsenal untuk masuk ke kotak 16 lawan sering kali menggunakan cara: overload half-space dan sisi bola berada untuk masuk melalui sisi yang sama baik melalui umpan ke area no. 6 (area di depan bek) lawan atau umpan ke pemain terdepan.
Yang menjadi permasalahan adalah tanpa konektor di area merah, tentu saja overlad Arsenal menjadi kurang kuat untuk mendukung kombinasi umpan pendek di sisi di mana bola berada. Akibat yang terjadi, Arsenal sering kali harus memainkan umpan balik ke belakang.
Struktur serang semacam ini bisa pula dibenarkan apabila dalam pola sirkulasinya hanya merupakan bagian dari taktik mensirkulais bola ke satu sisi untuk memancing pressing lawan untuk kemudian melakukan perpindahan ke sisi berseberangan. Tetapi, dari struktur posisional pemain-pemain Arsenal, Wenger tidak terindikasi memainkan taktik ini.
Sedikit tambahan, ada baiknya Wenger mempertimbangkan untuk lebih banyak memainkan Sanchez di half-space sisi bola ketimbang di sayap yang sering membuat dirinya terlalu jauh dari bola berada.
Dengan Sanchez yang punya kemampuan olah bola baik, kemampuannya dapat didayagunakan dalam kombinasi bola pendek di ruang sempit yang pada dasarnya sesuai dengan taktik overload Arsenal di sisi bola sekaligus masuk dari sisi yang sama.
Bagaimana dengan MU? Tim asuhan Mourinho ini tidak terlalu banyak mendapatkan kesempatan memakasimalkan potensi “ledakan” yang mungkin didapatkan dari Juan Mata dan Henrik Mkhitaryan. Dari sedikit kesempatan, pemain-pemain tim tamu masih dapat menunjukan potensi yang mungkin mereka raih.
Dua contoh diperlihatkan MU dan keduanya merupakan contoh bagaimana mereka memanfaatkan koridor sayap untuk mendapatkan akses masuk ke kotak penalti lawan.
Menit keempat, Mkhitaryan bergerak horizontal ke sayap kiri untuk merenggangkan compactness horisontal Arsenal demi memberikan akses masuk kepada salah satu gelandang tengah – Rooney dalam kesempatan ini – yang bergerak vertikal.
Contoh lain adalah bagaimana pemain-pemain MU memainkan bola ke depan (ke sayap kiri kepada Martial) untuk kemudian lay-off ke belakang untuk mendapatkan kesempatan memainkan umpan vertikal kepada orang ketiga (Juan Mata).
Pressing (blok rendah) MU
Manchester United, seperti yang disebutkan di atas memainkan pressing blok rendah. Anak asuh The Special One lebih memilih turun segera ke blok medium untuk kemudian bertransisi ke blok rendah. Salah satu pendekatan paling kentara dalam sistem pressing Mou adalah man to man press.
Man to man press yang diterapkan Mou membuat bentuk bertahan MU bertranposisi ke bentuk 6-3-1 atau 7-2-1 bergantung bagaimana progresifnya penempatan posisi pemain-pemain Arsenal. Pressing Mou sangat kentara ditujukan untuk memancing lawan bermain dalam blok tinggi dan menempatkan pemain sebanyak mungkin di depan.
Arsenal yang bermasalah dalam struktur posisional dalam penetrasi ke sepertiga akhir justru mendapatkan keuntungan dari permasalahan tersebut. Kenapa?
Sering kali pemain-pemain lini akhir Arsenal kekurangan opsi yang dikarenakan kurangnya pemain yang hadir di dekat lini terakhir. Kekurangan ini menjadi keuntungan ketika mereka kehilangan bola secara tidak langsung Arsenal telah membangun barikade di depan lini belakangnya.
Di sisi lain, blok MU yang selalu bermain terlalu dalam juga menjadi keuntungan bagi Arsenal. Dengan tim tamu bermain sangat dalam sering kali bola-bola liar bisa didapatkan kembali (recovery) oleh Arsenal dalam radius 20-25 meter dari gawnag MU.
Permasalahan penugasan kerja dalam pressing The Gunners
Beberapa permasalahan, bila membandingkan press Arsenal di situasi ini dengan pressing 3 bek di tim-tim lain, adalah:
- Alexis Sanchez terlalu jauh ke depan. Sanchez bisa menyesuaikan posisinya dengan mengisi area 6 (area di depan bek);
- Dalam 3-4-3, kedua gelandang sayap yang mengisi area sayap di samping kedua half-back. Ketika bek sayap bergerak melebar, adalah half-back dan salah satu gelandang tengah yang mengisi celah yang ditinggalkannya;
- Carrick (no. 6 lawan) dijaga Xhaka. Dalam pola 3-4-3 di mana area 6 rentan tersekspos, gelandang tengah (Xhaka/Ramsey) sedapatnya “berdiam” di depan bek tengah. Nomor 6 lawan kerap dijaga oleh penyerang tengah (Welbeck, contohnya).
Dalam salah satu pressing Arsenal terhadap build-up MU, terlihat Alexis Sanchez meminta Welbeck untuk naik ke depan agar Arsenal menempatkan press ke lini pertama lawan. Welbeck tampak ragu antara maju atau tidak. ini merupakan sedikit indikasi ada mekanisme pressing yang antah tidak dipahami pemain atau memang tidak didetail oleh tim pelatih.
Gol Arsenal
Gol pertama Arsenal terjadi dari lemparan ke dalam yang diakhiri dengan tendangan jarak jauh. Di satu sisi, gol ini bisa terjadi juga dikarenakan deep-nya blok rendah MU. Karena terlalu deep, Xhaka mendapatkan runag tembak di luar kotak 16.
Di sisi lain, sekilas, gol ini bukan dihasilkan dari proses build-up yang rapi terencana. Padahal, kalau diperhatikan, sampai sebelum Arsenal mendapatkan lemparan ke dalam ada sebuah proses yang serupa dengan apa yang disampaikan di sub build-up di atas. Ada sebuah proses yang mana Arsenal sukses menciptakan pemain “free”.
Gibbs begerak jauh ke depan melalui koridor sayap, sementara Sanchez bergerak turun ke bawah melalui half-space sisi bola. Pergerakan Sanchez “menarik” lini tengah MU ke atas dan memberikan kesempatan lebih bagi Gibbs untuk bergerak ke atas sebagai pemain “free”.
Penutup
Arsenal pantas lega dengan kemenangan ini. Mereka menjaga asa untuk masuk ke empat besar. Di sisi lain, dengan berbagai persoalan strategis dan taktik yang sejak lama teridentifikasi, tentu Wenger perlu melakukan penyesuaian demi mendapatkan model permainan yang “lebih aman”.
Di musim depan, kedua pelatih perlu melakukan banyak sekali perubahan. Baik penyesuaian model permainan atau mendatangkan pemain-pemain baru yang lebih pas dengan model permainan.