Persak Kebumen, Kesebelasan yang Terpinggirkan

Mendukung kesebelasan luar negeri adalah untuk kesenangan. Sementara mendukung kesebelasan lokal adalah bentuk kesadaran.

Keduanya berbeda, tetapi pada dasarnya sama. Ya, menjadi suporter adalah jawaban untuk sebuah panggilan yang datang dari hati terdalam.

Saya merasa beruntung menjadi orang Indonesia. Sebab di sini fenomena bernama suporter menjamur di mana-mana. Dan setiap daerah¾dari ujung Sumatra hingga ujung Papua¾memberikan opsi kesebelasan untuk dijadikan jagoan.

Setiap orang diberi kuasa atas pilihannya. Seperti saya yang menjatuhkan pilihan pada Persib meski saya bukan orang Bandung. Alasannya klise, karena panggilan hati.

Sejatinya memang tidak masalah mendukung kesebelasan yang tidak berasal dari tanah kelahiran. Bahkan jika orang Bandung mendukung Persija Jakarta yang notabenenya musuh bebuyutan Persib pun sah-sah saja. Akan tetapi, pantaskah  melupakan kesebelasan lokal?

Hal ini yang beberapa hari terakhir membuat hati saya sedikit resah. Setiap hari saya membuka tetek bengek yang berhubungan dengan Persib. Namun mengenai kesebelasan tanah kelahiran, saya justru tidak tahu kabarnya.

Persak adalah kesebelasan yang saya maksud. Kesebelasan yang berasal dari sebuah kabupaten miskin di Jawa Tengah, Kebumen.

Kesebelasan yang ketika namanya disebutkan (barangkali) terasa asing di telinga orang yang mendengarkan, bahkan di telinga orang Kebumen sekalipun. Persak memang tidak sepopuler Persib.

Jika dibandingkan, bisa digambarkan dengan perbandingan langit dan bumi. Walaupun demikian, saya masih memiliki rasa cinta pada Persak.

Persak didirikan pada tahun 1967 atas tuntutan masyarakat Kebumen yang menginginkan adanya sebuah klub sepakbola di daerah Kabupaten Kebumen yang dapat berlaga di kompetisi resmi Liga Indonesia.

Persak memiliki julukan Laskar Joko Sangkrip, yang diambil dari nama sosok Joko  Sangkrip¾tokoh  masyarakat Kebumen dengan karakter cerdas, bersemangat, dan pantang menyerah.

BACA JUGA:  Apa Untungnya Persib Mengontrak Michael Essien?

Persak mulai bermain di Divisi Tiga Liga Indonesia Jawa Tengah pada tahun 2008. Namun, di tahun 2011 Persak bermain di Liga Indonesia untuk yang terakhir kalinya.

Persak sendiri sempat mengalami masa vakum dari tahun 2009 sampai tahun  2013. Sebuah masa vakum yang tidak singkat.

Hal ini dikarenakan Ketua Umum PSSI Kebumen, Mohammad Dahsyat tidak dapat bekerja dengan baik. Begitu pula dengan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kebumen yang bisa dikatakan kurang mendukung sepakbola.

Meskipun vakum, suporter Persak, yaitu Bumi Mania tetap memberi dukungan. Bumi Mania memang dikenal sangat loyal terhadap Persak. Viva Lajoksa, kira-kira seperti itu salah satu semboyan mereka.

Di tahun 2015 hingga tahun 2016 Persak kembali hadir, bahkan sempat meraih beberapa prestasi. Antara lain sukses keluar sebagai juara I Piala Bupati Banyumas serta menduduki posisi runner-up untuk turnamen Piala Bupati Banjarnegara, Piala Bupati Cilacap, dan Piala Bupati Purbalingga.

Kini di tahun 2017, ketika puluhan klub lain tengah sibuk menata diri untuk mengikuti kompetisi¾baik Liga 1, Liga 2, maupun Liga 3¾Persak sama sekali belum memberikan sinyal kehidupan.

Boro-boro ada kabar soal transfer pemain yang seheboh datangnya Michael Essien ke Persib, ofisial, dan skuat saja Persak tidak memiliki. Persak mati suri. Dari pihak manajemen juga belum ada pergerakan sama sekali.

Padahal Bumi Mania masih aktif dan masih sering berkumpul. Rasanya sangat tidak adil ketika suporter masih tetap bertahan hidup tetapi alasan yang membuat mereka  bertahan justru tidak (di)hidup(kan).

Beberapa waktu lalu saya sempat mendengar kabar jika homebase Persak, Stadion Chandradimuka telah mendapatkan perhatian dari Pemkab Kebumen.  Konon dana sebesar 2,2 miliar rupiah telah digelontorkan untuk merenovasi stadion yang pernah dijadikan pengungsian sementara para pedagang Pasar Tumenggungan itu.

BACA JUGA:  Apa Dampak Akuisisi Persebaya Terhadap Jawa Pos?

Tribun baru di sebelah timur akan dibangun, kamar mandi akan ditambah, saluran air dan listrik juga akan diperbaiki. Namun, perenovasian Stadion Chandradimuka sepertinya tidak diproyeksikan untuk membangun kemajuan sepakbola lokal.

Sebab kabar tersebut tidak sedikitpun diiringi kabar kebangkitan dari Persak. Persak masih tak bergerak.

Tidak bisa dimungkiri, masalah demi masalah memang tidak berhenti melilit tubuh Persak. Terlebih soal dana. Masalah ini sangat klise.

Persak yang jangkauannya belum luas tentu sangat sulit dalam menggandeng sponsor. Imbasnya jelas, dana yang dimiliki sangat minim¾bahkan nihil. Alhasil, tidak bisa membayar pelatih, membeli pemain, apalagi ikut kompetisi. Persak pun terus terpinggirkan.

Hal tersebut diperparah oleh keberadaan Pemkab Kebumen yang kurang memberi perhatian pada Persak. Seolah tidak ada keresahan sama sekali ketika mendapati kondisi Persak yang amat memprihatinkan.

Eksistensi Persak yang telah ada sejak tahun 1967 kalah dengan “klub siluman” yang lahir kemarin sore juga tidak dipusingkan. Memang, jika hal ini diusut, maka akan kembali ke titik awal, yaitu masalah dana. Begitu seterusnya.

Kondisi masyarakat Kebumen yang relatif rabun dalam mendukung tim lokal juga turut memperberat langkah Persak. Sebab jika ditelusuri, ternyata memang tidak sedikit orang Kebumen yang asing dengan Persak.

Atau barangkali mereka tahu, tetapi acuh tak acuh. Miris, bukan? Ungkapan “Support Your Local Team” pun hanya diamini beberapa orang. Selebihnya menjadi wacana.

Jika kondisi tetap seperti ini, entah sampai kapan Persak akan terpinggirkan dari dunia sepakbola nasional.

Komentar
Saya adalah mahasiswa Ilmu Komunikasi yang sangat tertarik dengan sepakbola nasional, khususnya Persib Bandung. Walau demikian, bagi saya mendukung kesebelasan lokal tetaplah kewajiban. Saya aktif di Twitter @ririrahayu_