Analisis Derby d’Italia: Internazionale Milano 2-1 Juventus

Perubahan taktik yang dilakukan Frank de Boer sangat berperan membawa Internazionale Milano memenangi derby Italia menghadapi La Vecchia Signora, Juventus.

Susunan pemain Inter dan Juventus. 4-2-3-1/4-3-3 vs 3-5-2/5-3-2
Susunan pemain Inter dan Juventus. 4-2-3-1/4-3-3 vs 3-5-2/5-3-2

 

Pressing Internazionale Milano vs build-up Juventus

Internazonale memainkan pressing blok tinggi menghadapi build-up fase pertama Juventus. Orientasi pressing pemain-pemain Internazonale adalah kepada pergerkan pemain lawan (man-oriented press).

Pada gelombang pertama pressing, pemain-pemain tim Biru Hitam memosisikan diri pada area yang berada di depan lini belakang Juventus. Mereka menunggu bola dimainkan oleh Gianluigi Buffon kepada salah satu dari pemain yang berada di lini pertama (lini belakang) Juventus.

Contoh, Miralem Pjanic yang bermain sebagai #6 turun ke bawah demi menjemput bola. Ever Banega akan berorientasi kepada posisi Pjanic dan menjaga jarak dengan pemain asal Bosnia tersebut. Ketika Buffon memberikan kepada Pjanic, Banega akan segera melakukan pressure dari arah punggung.

Demi menjaga koneksi sirkulasi, pemain Juventus akan turun ke sayap sejajar dengan area #6. Kwadwo Asamoah sendiri cenderung bergerak melebar untuk menawarkan opsi umpan horizontal. Asamoah, sebagai #8 Juventus, apabila bergerak ke sisi lapangan berpotensi membuka celah di area tengah lini gelandang Internazionale.

Mengapa? Karena orientasi pressing Internazionale akan membuat poros gandanya untuk mengikuti ke mana kedua #8 Juventus, Sami Khedira dan Asamoah, bergerak. Dengan #8 Juventus bergerak ke sayap, Si Nyonya Tua berharap akan ada celah tercipta di area tengah gelandang Internazionale.

Demi menjaga stabilitas area tengah, pemain yang mengikuti pergerakan Asamoah bukan Gary Medel atau Joao Mario. Antonio Candreva, penyerang kanan Inter, yang menutup ruang Asamoah. Dengan ini, tim asuhan Frank de Boer tetap menjaga area tengah terjaga maksimal.

Build-up Juventus vs pressing Internazionale
Build-up Juventus vs pressing Internazionale

 

Juventus sendiri tidak selalu melakukan build-up dari belakang. Dengan Buffon yang bukan kiper “bertipe build-up”, ada indikasi Massimiliano Allegri memberikan kebebasan bagi sang kapten dan para pemain belakang untuk menentukan bagaimana Juventus akan memulai serangan dari belakang.

Hanya, sayangnya, dalam situasi Juventus unggul jumlah pemain, 4 pemain di lini pertama vs 3 pemain Internazionale, Buffon tetap melepaskan umpan jauh ke lini terdepan.

Catatan tambahan. Satu poin positif bagi Juventus, sebagai #6 dan deep-lying midfielder, Miralem Pjanic lebih berguna ketimbang Mario Lemina yang, ketika menghadapi Sevilla tengah pekan kemarin, bukan hanya terlihat bingung tapi juga sering menghambat sirkulasi horizontal maupun progres bola.

Secara umum, bentuk pressing Internazionale sangat mampu menjauhkan sirkulasi Juventus dari area tengah. Ini membuat Juventus mencoba merusak kerapatan blok lawan dengan cara memainkan bola ke sayap.

Di sini, terlihat blok pressing Internazionale yang mengokupansi 3 koridor terdekat (sayap, half-space, dan tengah) membuat sirkulasi Juventus tampak seperti berbentuk huruf U. berputar dari satu sayap ke sayap lain.

Dengan jarak pemain yang terjaga, Internazionale mempertahankan akses terhadap ruang, bola, dan lawan. Contoh, ketika Juventus mencoba masuk dari half-space kiri pertahanan Internazionale ke tengah. Eder, penyerang sayap kiri akan mengokupansi half-space terdekat.

Ini dilakukan agar ia segera dapat menutup ruang di tengah apabila Medel, sebagai gelandang tengah terdekat, harus bergerak ke atas melakukan pressure kepada pemain Juventus yang mencoba masuk melalui areanya.

Salah satu cara (atau lebih tepatnya improvisasi taktik) untuk mengatasi masalah ini, Juventus memanfaatkan kemampuan laser-pass Leonardo Bonucci. Bek tengah Italia tersebut akan melepaskan umpan datar jarak jauh langsung ke lini terdepan.

Sayang, dalam praktiknya, efisiensi taktik ini terbilang rendah karena saat umpan Bonucci mencapai pemain yang dituju, pressing bek-bek Inter mampu memaksa Juventus salah umpan atau kehilangan bola.

Di sisi lain, struktur posisional Juventus juga tidak mendukung, dikarenakan pemain-pemain Juventus dari area dalam akan telat untuk merangsek maju demi menciptakan overload.

Saat Juventus mampu mendekati sepertiga awal Nerazzuri dan berusaha masuk dari sayap ke area tengah, melalui half-space terdekat, Internazionale merespons dengan tepat.

BACA JUGA:  Berburu Sosok Nekat dan Nerimo Pengganti Conte

Salah satu skenario penetrasi Juventus dari sayap ke tengah, adalah melakukan overload  2 koridor vertikal terdekat dan menjadikan Khedira (atau Paulo Dybala) sebagai akses masuk ke kotak 16. Pemain-pemain Internazionale menyadari taktik ini.

Khedira akan bergerak dari lini kedua (gelandang) masuk ke lini depan (lini terakhir) ketika bola dimainkan ke sayap oleh pemain dari lini kedua Juventus. Medel, yang berada di dekat Khedira segera mengikuti gerak gelandang Jerman tersebut diikuti oleh Eder yang memberikan cover sekaligus menutup jalur umpan balik Khedira ke lini kedua.

Saat bola dari sayap diumpan ke Khedira, Internazionale telah siap menghentikannya. Perhatikan grafis di bawah.

Pertahanan Internazionale menghadapi penetrasi sayap Juventus
Pertahanan Internazionale menghadapi penetrasi sayap Juventus

 

Pressing Juventus menghadapi serangan Internazionale

Untuk menghadapi build-up Internazionale, Juventus melakukan pressing dengan pendekatan serupa, yaitu man-oriented. Seperti yang sudah-sudah, Juventus asuhan Allegri selalu berusaha melibatkan penyerangnya dalam melakukan pressing, baik dalam blok menengah dan blok rendah.

Dengan sirkulasi bola Internazionale yang berbasis umpan pendek, Juventus perlu menciptakan banyak situasi superioritas jumlah di area/zona berbeda untuk mempersulit progres.

Alasan ini menjadi salah satu sebab mengapa Allegri lebih memilih Mario Mandzukic ketimbang Gonzalo Higuain. Karena, pemain Kroasia ini memiliki insting natural yang baik untuk terlibat aktif dalam sistem pressing tim.

Salah satu titik krusial dalam pressing Juventus adalah bagaimana sikap pressing bek sayap Juventus terhadap bek sayap Internazionale yang menguasai bola.

Juventus memainkan bentuk dasar 3-5-2/5-3-2 yang berarti mereka memiliki (hanya) 1 lapis vertikal di sisi sayap. Bek sayap yang melakukan press terburu-buru sangat mungkin menciptakan area di belakang bek sayap.

Bagusnya, kedua bek sayap Juventus mampu melakukan press dalam situasi yang tepat, yang mana ketika mereka melakukan pressing ke depan pemain-pemain Juventus lainnya telah mampu menutup ruang/jalur umpan pemain-pemain Internazionale.

La Beneamata sendiri memainkan build-up dari belakang menggunakan pola dasar 4-2, yaitu 2 bek tengah, 2 bek sayap, dan 2 pemain di sekitar area #6 sebagai akses vertikal.

Banega dan Gary Medel mendapatkan tugas sebagai akses vertikal. Banega memang memiliki insting playmaker yang dibutuhkan untuk melakukan progres serangan dari area dalam ke depan. Begitu pula dengan Medel yang telah terbukti sangat mampu terlibat positif dalam skema build-up.

Banega memiliki peran yang sangat besar dalam membantu Internazionale berprogres dari area #6. Ia turun jauh ke bawah untuk melakukan kombinasi dengan Medel. “Kebebasan” Banega sendiri pun disebabkan pressing pemain-pemain Juventus kepadanya dalam fase tersebut sangat tidak intens.

Blok pressing Juventus baru akan bekerja terhadap Banega saat pemain Argentina tersebut masuk di sepertiga tengah area Juventus.

Tetapi, pada dasarnya, ini merupakan bawaan pressing Juventus yang cenderung fokus ke blok menengah dan rendah. Di sini, celah dalam pressing Juventus bisa kita lihat. Sikap pressing dari 2 penyerang Juventus dan kompensasi yang diambil oleh pemain dari lini kedua menimbulkan sedikit ketidakstabilan dalam sistem Juventus.

Ini terlihat ketika Inter melakukan peralihan permain dari sayap ke half-space jauh di mana sirkulasi bola yang mereka lakukan tidak mendapat gangguan berarti dari Dybala atau Mandzukic. Khedira bereaksi dengan cara masuk ke lini terakhir (lini terdepan) untuk menutup ruang umpan bagi pemegang bola Internazionale di half-space yang dimaksudkan.

Pergerakan Khedira ini membuka ruang di belakangnya yang memberikan kesempatan bagi Inter untuk berprogres. Bila lini terdepan Juve memberikan pressure di awal, celah-celah semacam ini akan sangat mungkn direduksi.

Jalannya babak kedua

Dengan bebasnya Banega bergerak di belakang, Internazionale sangat terbantu dalam progresi dari lini pertama ke atas. Tetapi, di sisi lain, sirkulasi bola serta progresi Internazionale di sekitar sepertiga akhir menjadi berkurang. Frank de Boer menyadari hal ini.

BACA JUGA:  Polemik Mauro Icardi dan Curva Nord

Babak kedua berjalan, Frank de Boer tampak melakukan perubahan. Ever Banega dibiarkan untuk lebih banyak berada di area depan ketimbang yang dilakukannya di babak pertama. Dengan ini, tugas sebagai penjemput bola utama diberikan kepada Gary Medel.

Dengan mendorong Banega lebih ke depan ditambah kehadiran Joao Mario dan pergerakan aktif di kedua sayap ketika Internazionale memasuki sepertiga awal Juventus, tampaknya, Frank de Boer berharap dengan lebih banyak kehadiran pemain di area atas akan semakin memancing Juventus untuk lebih fokus ke blok rendah mereka.

Perubahan ini, secara tidak langsung, mengurangi kemungkinan pegerakan vertikal pemain-pemain Juventus ke area pertahanan Internazionale.

Pergerakan Joao Mario dan Banega sangat berperan dalam penetrasi Inter ke kotak 16 lawan. Keduanya bergerak vertikal secara gradual untuk kemudian, bila diperlukan, akan berlari diagonal ke arah yang berlawanan dengan arah datangnya bola demi mengacaukan fokus pertahanan lawan.

Keduanya juga melakukan overload demi menciptakan pergerakan vertikal dari luar kotak penalti oleh eksekutor-eksekutor Nerazzuri.

Dalam usahanya berprogresi dari area dalam, Juventus kerap tidak menemukan ruang serang yang “bersih”. Ini banyak disebabkan pergeseran horizontal blok Internazionale yang terkoordinasi di antara koridor-koridor terdekat.

Pada gilirannya, Si Nyonya Tua berusaha mengakalinya dengan mengarahkan bola langsung ke depan. Efisiensi bola vertikal Juventus pun tereduksi.

Musim lalu, dalam keadaan seperti ini, Paul Pogba sering muncul sebagai solusi. Dibandingkan Asamoah, Pogba mampu memanfaatkan kekuatan fisik dan dribbling­-nya untuk menembus blokade pertahanan lawan. Di awal musim ini, Allegri belum menemukan taktik yang pas demi menyesuaikan permainan timnya dengan skuat yang baru.

Perubahan lain dilakukan kedua pelatih. Frank de Boer memasukan Ivan perisic dan Allegri memasukan Gonzalo Higuain. Pergantian yang tepat sasaran. Karena, Perisic yang memiliki kecepatan dapat digunakan untuk mengacaukan pertahanan Juve yang bagaimana pun mengalami penurunan stamina.

Berbeda dengan masuknya Perisic, Higuain lebih difungsikan untuk menciptakan kombinasi di ruang sempit serta melakukan akselerasi serangan. Dua hal yang menjadi kelemahan dasar Mandzukic.

Kesimpulan

Walaupun Pjanic mampu memperbaiki sirkulasi Juventus dalam build-up fase pertama, tetapi secara keseluruhan, Juventus mengalami kesulitan dalam fase ini. Juventus akan semakin kesulitan bila menghadapi tim dengan pressing blok tinggi yang pergerakan dan intensitas pressing-nya terkoordinasi dengan baik, seperti Bayern Munchen, Barcelona, atau Atletico Madrid.

Isu lain adalah Juventus kehilangan sedikit pergerakan vertikal serta kombinasi ruang sempit yang sering mereka perlihatkan musim lalu. Asamoah bukan pemain yang tepat untuk ini. Apakah Pjanic bisa mejadi solusi di sini? Allegri bisa mencobanya.

Ketika Claudio Marchisio bermain nanti, dan mungkin Pjanic didorong ke depan, akan terlihat apakah Juventus mampu memperbaiki masalah dalam build-up mereka.

Tetapi yang menjadi pertanyaan, bagaimana cara Juventus memaksimalkan potensi Pjanic demi mendapatkan kembali dukungan vertikal yang lebih baik dari lini kedua terhadap taktik penetrasi ke kotak 16 lawan?

Internazionale bermain baik. Pressing blok mereka mampu mengokupansi ruang strategis. Ada sedikit celah di ruang vertikal antarlini, tetapi tidak menjadi isu besar karena Juventus tidak memiliki pemain yang mampu memanfaatkannya.

Perubahan struktur posisional di babak kedua memegang peranan dalam kemenangan Internazionale dalam derby kali ini. Terhitung dalam waktu 18-20 menit menit babak kedua berjalan, pergerakan menyerang dan pressing mereka mampu menghambat Juventus mengembangkan permainan.

Joao Mario punya kemampuan untuk menemukan celah progres di tengah-tengah pressing lawan. Kemampuan yang sama juga dimiliki Ever Banega. Bersama Gary Medel, ketiganya akan menjadi bagian penting, baik dalam strategi menyerang mulai dari fase pertama hingga keempat (eksekusi) maupun permainan pressing Internazionale.

 

Komentar