Kante dan Capoue, Bintang dalam Seni Bertahan

Laga final dua kompetisi Eropa akhirnya memunculkan Chelsea dan Villarreal sebagai kampiunnya. Nama pertama menjadi raja di Liga Champions sedangkan klub yang disebut belakangan menjadi tim terbaik di Liga Europa.

Pada momen kemenangan The Blues dan El Submarino Amarillo tersebut, gol yang lahir di laga final amat sedikit.

Dalam hemat saya, hal ini menjadi pertanda bahwa para finalis menampilkan keseimbangan permainan dan koordinasi pertahanan yang solid.

Tidak heran bila pemain terbaik yang dipilih oleh panelis UEFA dalam kedua partai puncak tersebut bukan berasal dari pos penyerangan, melainkan dua gelandang bertipe defensif dalam wujud N’Golo Kante dan Etienne Capoue.

Sama-sama berasal dari Prancis, peran Kante dan Capoue sepanjang laga memang sangat krusial. Mereka jadi pemutus alur serangan lawan sekaligus distributor bola ke lini depan.

Semua Suka Kante

Dua minggu menjelang final Liga Champions, Chelsea sempat diambang masa kritis karena kalah di final Piala FA dari Leicester dan mereka hampir keluar dari empat besar klasemen akhir Liga Primer Inggris saat takluk dari Aston Villa.

Akan tetapi, kekhawatiran terbesar pelatih Thomas Tuchel justru saat gelandang andalannya, Kante, menderita cedera kala melawan Leicester yang secara tidak langsung menjadi penyebab kekalahan terakhir di liga.

Mujur bagi Chelsea, nasib baik masih menaungi mereka karena Kante dinyatakan pulih tepat waktu.

Alhasil, pada final Liga Champions, Tuchel dapat menurunkan Kante yang merupakan komponen penting pada formasi 3-4-2-1 atau 3-2-4-1 yang digunakan Tuchel.

Formasi ini digunakan kembali pada partai final dengan Kante mengisi pos gelandang bertahan bersama Jorginho.

Bila pria Italia tersebut ditugaskan untuk bergerak lebih statis di depan para bek Chelsea untuk melindungi dan mengalirkan bola dari belakang, maka Kante bergerak lebih dinamis dengan memutus aliran serangan lawan, ikut membantu suplai bola ke depan seraya mendobrak dengan pergerakannya.

Namun berbeda dengan aksinya pada babak semifinal kontra Real Madrid, saat berhadapan dengan Manchester City di final, Kante tidak kelewat agresif.

BACA JUGA:  Fantasy Premier League Gameweek 34: Memanfaatkan Double Gameweek

Hal ini sebagai antisipasi mobilitas gelandang-gelandang The Citizens. Kebetulan, Pep Guardiola tak menurunkan gelandang bertahan murni dalam starting eleven-nya.

Penampilan apik Kante membuat Manchester City kesulitan mengobrak-abrik pertahanan Chelsea dari sektor tengah.

Akibatnya, peluang dan jumlah tembakan yang sanggup dibukukan Raheem Sterling dan kawan-kawan pun sangat minim.

Berdasarkan statistik yang dihimpun dari WhoScored, Kante membuat tiga tekel, satu intersep, dan dua sapuan sepanjang laga.

Salah satunya tentu aksi ciamiknya saat merebut bola dengan bersih dari penguasaan Kevin De Bruyne yang memutus alur serangan Manchester City.

Semua penikmat sepakbola dan rekan-rekan setimnya pun sepakat bahwa Kante telah menunjukkan permainan luar biasa di final sehingga gelar Liga Champions kedua bisa didapatkan oleh The Blues. Tanpa Kante, barangkali cerita manis itu belum tentu terwujud.

Beringasnya Capoue

Kiper Gerónimo Rulli boleh saja menjadi bintang utama buat Villarreal saat membekap Manchester United via adu penalti dalam laga final Liga Europa.

Tepisannya pada eksekusi David De Gea memang jadi penentu kemenangan El Submarino Amarillo.

Walau demikian, performa solid juga ditampilkan Capoue sepanjang laga. Ia membuat Bruno Fernandes dan Marcus Rashford tak banyak beratraksi.

Capoue yang mengisi ruang di sisi kanan dalam lini tengah Villarreal sukses meminimalisasi serangan sang lawan dari zona tersebut.

Kendati beberapa kali kerja sama Bruno, Paul Pogba, dan Luke Shaw sempat merepotkan lini pertahanan tim besutan Unai Emery, tetapi kualitas sodoran yang bisa mereka berikan untuk lini depan sudah terlebih dahulu dieliminasi Capoue dan rekan-rekannya.

Tak heran bila umpan silang Manchester United banyak yang langsung jatuh ke pelukan Rulli dan umpan-umpan terobosan mereka acap dipatahkan oleh para pemain bertahan El Submarino Amarillo.

Sempat ada kekhawatiran jika Capoue akan mengulangi kecerobohan yang dilakukannya seperti pada babak semifinal leg pertama melawan Arsenal.

BACA JUGA:  Sepakbola Tak Semudah Football Manager, Solskjaer!

Kala itu, Capoue mendapat acungan kartu merah dari wasit akibat tindakan tak terpujinya.

Beruntung, kemenangan 2-1 di kandang pada leg pertama itu berhasil dijaga saat melawan ke Inggris usai menahan imbang The Gunners dengan skor 0-0 dan Capoue absen dari line up.

Dalam laga final Liga Europa melawan Manchester United itu, Capoue tampil lebih tenang walau sempat dihadiahi kartu kuning oleh wasit.

Ia begitu disiplin menjaga area tengah dan membuat The Red Devils kesulitan merangsek ke sepertiga akhir.

Kerja luar biasa Capoue juga membuat Dani Parejo serta Manu Trigueros lebih leluasa dalam mengalirkan bola dari belakang ke depan.

Siapa yang menduga Capoue justru mengilap saat ditangani Emery di Villarreal. Kontribusinya amat esensial kendati bukan gol.

Pada laga final itu sendiri, WhoScored mencatat bahwa Capoue membuat satu tekel, dua intersep, dan empat sapuan. Kesemuanya tentu berperan dalam memutus alur serangan lawan.

Menghargai Pemain Bertahan

Permainan sepakbola yang menitikberatkan kegembiraan pada gol memang memberi porsi sorotan lebih tinggi kepada pemain ofensif.

Namun demikian, kita tak boleh memandang remeh para pemain bertahan. Kinerja mereka juga sangat mempengaruhi performa sebuah tim dalam suatu laga.

Dipilihnya Kante dan Capoue sebagai pemain terbaik final Liga Champions dan Liga Europa mengingatkan kembali kepada kita bahwa pemain defensif juga layak diberikan apresiasi lebih.

Toh, pekerjaan dari para pemain ofensif takkan berjalan dengan baik tanpa keberadaan para pemain defensif.

Lebih jauh, hal ini juga sepatutnya membuka mata kita bahwa permainan bertahan bukanlah sesuatu yang buruk.

Suka tidak suka, itu adalah bagian dari permainan dan bahkan disebut sebagai salah satu seni dalam bermain sepakbola. Sampai-sampai muncul ujaran bahwa attack wins you games but defense wins you title.

Komentar